Kini Tardji Menua
/I/
Kini Tardji menua,
itu tanda
waktu liburnya
akan tiba.
Hari ke hari,
Tardji membaca
selembar doa.
/II/
Waktu yang tersisa
adalah sajak yang luput
dari tangannya.
/III/
Tardji selalu curiga
bahwa maut telah mengintip
dari celah jendela.
“Tiada lagi kegilaan.
Tiada lagi kegilaan!” ucapnya.
2020
Akhirnya Ia Sampai di Syria.
Setelah
bertahan
bertahun-tahun
untuk mengembara.
Akhirnya ia sampai di Syria.
Dikenalinya kota-kota
yang menjelma ladang kematian.
Orang-orang
terperangkap
dalam musim yang pahit.
Kelaparan
seperti pertunjukan
teater yang haru.
Ia kenali anak-anak
yang kehilangan harapan.
Ia kenali aroma peluru dan senapan.
Ia dengarkan panjangnya tangisan.
O, pedihnya hidup!
2020
Jika Bom Jatuh
Di setiap bom
tersimpan setetes ajal.
Jika ia jatuh,
tubuh-tubuh
yang tabah
akan pulang.
Akan abadi!
Di sepanjang jalan,
akan mengalir air mata
dan elegi memandikan hari.
Penderitaan akan berkibar:
kedukaan berkabar.
2020
Sajak Singkat Tentang Perang dan Anak Syam
Kebencian menghanguskan kota-kota,
melupakan kata-kata yang manis.
Anak Syam
kehilangan ibu dan ayah.
Nasibnya, tangisan cuaca.
2020
Kesedihan Telah Ranum
Biarkan tangis
serupa syahwat langit.
Kau dan aku:
bunga layu.
Kehidupan
dilumuri waswas
dan kesedihan telah ranum.
Semisal arwah hujan,
waktu bergentayangan
menjelma setangkai kenang.
2020
Anugrah Gio Pratama lahir di Lamongan pada tanggal 22 Juni 1999. Sekarang ia sedang menempuh pendidikan di perguruan tinggi Universitas Lambung Mangkurat Banjarmasin, Kalimantan Selatan. Karyanya yang telah terbit berjudul Puisi yang Remuk Berkeping-keping (Interlude, 2019). Menyukai kucing dan membenci pertikaian.
Instagram: @anugrah_gio_pratama