Opini

Uus M. Husaini: Al-Qur’an, Tafsir Corona, dan Salah Kaprah

biem.co — Belakangan, muncul di grup-grup WhatsApp tentang penafsiran ayat Al-Quran Surat Al-Ahzab [33] ayat 33 yang dijadikan pembenar atas fenomena wabah virus corona yang mengharuskan kita untuk berdiam diri di rumah untuk menghindari meluasnya wabah tersebut tanpa memahami lebih jauh penafsiran atau konteks bagaimana ayat tersebut turun.

Penafsiran tersebut berdasarkan “ilmu cocoklogi” yang menfasirkan kata kerja “wa” dan “qorna”—yang karena kemipirannya—dengan virus “corona” yang belakangan ini mewabah di berbagai belahan dunia.

Sayangnya lagi, kesalahan dalam penafsiran tersebut kemudian dipakai untuk membangun opini bahwa Islam (Al-Quran) dianggap sebagai “pahlawan kesiangan” yang dijadikan solusi atas fenomena yang ada atau sebagai pembenar terhadap penemuan-penemuan atau penelitian-penelitian yang dilakukan manusia.

Dalam penjelasan kitab-kitab tafsir seperti Al-Qurthuby, Ibnu Katsir, Al-Wasith (Thonthowy), ayat tersebut turun dalam konteks larangan wanita muslimah untuk keluar dari rumah tanpa ada keperluan yang syar’i sebagai bentuk penghormatan terhadap mereka. Karena hal tersebut termasuk perbuatan jahiliyah. Dan seandainya ada keperluan yang penting untuk keluar pun diharuskan tertutup aurat dan menjaga pandangan.

Tafsir Ibnu Katsir kemudian menjelaskan lebih jauh berdasarkan hadits riwayat Anas RA, bahwa ketika para perempuan datang kepada Rasulullah SAW seraya protes karena karena laki-laki memperoleh keutamaan dengan jihad fi sabilillah, bagaimana dengan nasib kami (kaum perempuan)? Rasulullah pun kemudian menjawab “barangsiapa diantara kalian yang berdiam diri di rumah, maka sesungguhnya ia memperoleh amalan orang yang jihad fi sabilillah”.

Berdasarkan pandangan para ahli tafsir tersebut, tidak tepat kiranya jika kita menafsirkan ayat tersebut dan mengaitkannya dengan “anjuran berdiam diri di rumah” karena mewabahnya virus corona. Padahal kata “waqorna” dalam ayat tersebut bukan terdiri dari dua kata “wa” dan “qorna”, melainkan satu kata yang berarti al-istiqror/as-sakan (berdiam diri di rumah).

Barangkali ini terjadi karena kekurangfahaman kita terhadap bahasa arab, -padahal penguasaan terhadap bahasa arab menjadi point penting dalam menafsirkan al-Qur’an-, atau karena kita malas merujuk kepada pandangan para ahli tafsir yang keilmuannya mumpuni.

Hal seperti ini tentu berbahaya, bahkan bisa menyesatkan umat dan merusak citra Islam (Al-Quran), apalagi sampai menyebutnya sebagai “pahlawan kesiangan” (naudzubillah). Padahal, Al-Quran adalah kitab suci yang sangat dijaga kehormatannya.

Selain itu, Al-Quran memang banyak berbicara tentang isyarat-isyarat ilmiah (ilmu pengetahuan). Namun perlu dicatat, bahwa pembicaraan tentang isyarat-isyarat ilmiah tersebut bukan berarti bahwa Al-Quran hadir sebagai kitab ilmu pengetahuan, atau sebagai pembenar terhadap penemuan-penemuan dan penelitian-penelitian yang dilakukan manusia.

Al-Quran hadir sebagai petunjuk bagi manusia. Coba saja perhatikan, ayat-ayat yang berbicara tentang isyarat-isyarat ilmiah tersebut selalu diakhiri dengan kata agar mererka berpikir, merenung, mengagungkan Allah, kembali kepada-Nya atau yang semakna dengan itu. Sehingga tak jarang ada ilmuwan yang masuk Islam karena penemuannya.

Dikhawatirkan pula, pada periode tertentu setelah penemuan atau penelitian awal yang dilakukan manusia, ada penemuan yang lain yang membantah penemuan awal tersebut, karena penelitian ilmiah memiliki karakter selalu terbuka untuk diuji kebenarannya. Akhirnya, orang menyalahkan Al-Quran.

Padahal bukan Al-Qurannya yang salah, akan tetapi bisa jadi karena kesalahan manusia dalam menafsirkan Al-Quran atau penelitian manusia yang belum sampai kepada titik akhir.

Dalam pandangan penulis, ilmu pengetahuan—yang merupakan hasil membaca terhadap fenomena alam—dan Al-Quran keduanya sama-sama bersumber dari Allah SWT. Oleh karena sumbernya sama, maka tidak mungkin keduanya bertentangan satu sama lain. Al-Quran adalah ayat qouliyah sedangkan alam semesta ini adalah ayat kauniyah. Wallahu ‘alam bish-showab.***

Editor: Yulia

Tulisan yang Tak Kalah Menarik

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button