KOTA SERANG, biem.co – Sejak imbauan social distancing dan physical distancing digencarkan ke berbagai kalangan masyarakat, beberapa instansi dan perusahaan negeri maupun swasta mulai menerapkan kebijakan work from home atau bekerja dari rumah.
Sayangnya, tidak semua pekerja mendapatkan kesempatan yang sama. Sehingga hal ini menjadi dilema bagi mereka yang masih bekerja di tengah ancaman pandemi Covid-19 yang terus meluas.
Aldi, karyawan di salah satu perusahaan produksi baja di Cilegon, mengatakan masih bekerja seperti biasa. Padahal, kondisi di perusahaan tempatnya bekerja sedang tidak kondusif lantaran ada karyawan yang tercatat sebagai orang dalam pengawasan (ODP).
“Ada rasa was-was, karena ada karyawan di satu plant yang sedang ODP karena baru balik dari Depok,” ungkap Aldi kepada biem.co, baru-baru ini.
Namun, ia menyebut ada beberapa plant yang kini sudah dirumahkan. Sementara departemen lainnya masih harus bekerja karena menjadi tulang punggung perusahaan.
“Yang berkaitan langsung di lapangan sama proses produksi tetap di office, kalau yang berkaitan langsung kayak kerjaan di kantor bisa dibawa ke rumah, ya di-WFH-kan,” ujarnya.
Untuk menghindari penularan Covid-19, ia berupaya tetap menggunakan masker di tempatnya bekerja, serta mengurangi interaksi dengan karyawan lain sebagai bentuk pengamanan diri. Aldi juga mengaku menerapkan pola hidup sehat.
Ia mengatakan, upaya sterilisasi itu pun diberlakukan di perusahaan setiap harinya.
“Sebelum masuk gerbang dicek suhu dulu. Kalau lebih dari 37,3 disuruh ke RS. Krakatau Media atau disuruh pulang istirahat di rumah,” pungkasnya.
Dilema yang sama juga dirasakan Eka. Ia adalah salah satu karyawan swasta di bilangan Cikupa, Kabupaten Tangerang yang tak bisa bekerja dari rumah.
Setiap hari, ia harus berangkat dari tempat tinggalnya di Ciceri, Kota Serang dengan menggunakan transportasi umum, mulai dari angkutan umum, ojek, hingga bus. Kondisi ini jelas membuatnya paranoid.
“Ingin banget WFH macam yang lain, soalnya aku sendiri enggak kayak yang lain ngontrak di daerah sekitar, tapi langsung pulang pergi ke rumah. Jadi bikin parno gitu. Aku nularin enggak, aku ada gejala enggak, dan hal parno lainnya,” tutur Eka.
Kendati risiko penularan ada di depan mata, tetapi Eka sendiri tidak bisa memungkiri bahwa kebijakan bekerja dari rumah bisa menimbulkan efek domino bagi perusahaannya.
“Jujur pengin banget WFH, tapi kerjaan mesti keteter. Terus siapa yang bakal ngurusin orderan pabrik kalau enggak ada yang ngerjain langsung di pabriknya? Jadi, kayaknya memang mustahil kalau harus semua WFH,” terangnya.
Beruntungnya, perusahaan tempatnya bekerja tersebut menyediakan berbagai fasilitas seperti masker, sarung tangan, alkohol di setiap ruangan, desinfektan, hingga pemberian vitamin setiap hari. Ia menambahkan, kebijakan meminimalisir hunian di setiap ruangan juga menjadi opsi mengurangi risiko penularan.
“Sekarang palingan yang kerja malam maksimal 8 orang per ruangan, jadi enggak terlalu berisiko,” tukasnya.
Untuk diketahui, terhitung Selasa (31/3/2020), jumlah kasus positif Covid-19 di Provinsi Banten sendiri tercatat sebanyak 80 kasus. Adapun orang yang berstatus ODP berjumlah 2.465 dan PDP 329, dengan jumlah pasien meninggal sebanyak 10 orang. (hh)