biem.co — Beberapa waktu lalu, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kedatangan 39 finalis Puteri Indonesia yang merupakan perwakilan dari setiap daerah di tanah air. Kehadiran putri-putri terbaik ini adalah wujud dari semangat kartini untuk membentuk sosok perempuan dalam memerangi korupsi.
Putri-putri nan cantik ini merupakan para finalis yang telah memperoleh tiket mewakili provinsinya masing-masing. Di bawah naungan yayasan dari tokoh perempuan Mooeryati Sudibyo mendirikan sebuah Yayasan Puteri Indonesia (YPI).
Lembaga ini bertekad meningkatkan peran positif remaja puteri yang dapat menjadi panutan dan teladan perempuan di Indonesia melalui kontes pemilihan Puteri Indonesia. Di samping memiliki kecerdasan juga memiliki minat belajar tinggi dan mandiri, pandai merawat diri, bersih, cantik dan berpenampilan menarik. Dan yang terpenting adalah memiliki ketakwaan Tuhan YME dengan baik, memiliki kemampuan brain, beauty, dan behavior yang memadai.
Puteri Indonesia ini salah satu tugasnya adalah menjadi duta bangsa dalam berbagai event nasional dan internasional. Namun demikian, seiring tugas yang diembannya mereka juga didorong untuk ikut berkomitmen dengan mendorong KPK meneguhkan semangat memerangi korupsi.
Mengapa rombongan Puteri Indonesia ini juga ikut didorong untuk berkontribusi melawan korupsi? Tentu, menurut saya bukan sekadar latah menjadikan program ini sebagai program tahunan dengan melakukan kunjungan setiap tahun. Tetapi, memang diperuntukkan agar Puteri Indonesia ini juga dibekali pemahaman tentang korupsi.
Sebagai Puteri Indonesia, harapannya tentu tidak hanya sekadar ceremony belaka. Berkunjung ke KPK dan dibekali sedikit pengetahuan tentang “perkorupsian” tentu tidaklah cukup. Apalagi hanya diberi paparan sebuah ilmu dasar sebagai pondasi dalam menanamkan sendi-sendi anti korupsi. Putri-putri ini adalah kebanggaan bangsa untuk menggerakkan mozaik-mozaik semangat yang bisa jadi telah mulai luntur.
Apa yang kita harapkan dari putri-putri cantik ini? Mereka ini memiliki magnet yang kuat untuk menggerakkan banyak orang. Mereka adalah juga aset bangsa yang harus bersama-sama ikut mengubah karakter dari penyakit korupsi yang sudah merajalela. Sekecil apapun peran mereka semestinya memang layak untuk diapresiasi.
Upaya yang dilakukan selama ini perlu didukung untuk meningkatkan program-program selanjutnya. Setidaknya, sebagai wakil dari setiap provinsi dapat berperan menjadi bagian dari corong pemerintah di tingkat propinsi, nasional dan internasional untuk ikut serta memerangi korupsi.
Sebagai bagian dari perempuan dunia, putri-putri Indonesia yang tergabung dalam Yayasan Puteri Indonesia memiliki banyak agenda, termasuk di dalamnya adalah mengembangkan emansipasi secara bersama-sama dalam menegakkan semangat anti korupsi.
Cantik vs Semangat Memerangi Korupsi
Perempuan cantik di mana pun akan menjadi perbincangan banyak orang. Apalagi yang dibicarakan ini adalah Puteri Indonesia yang sudah menjadi pilihan. Diakui bahwa setiap kecantikan memiliki standar dan berubah-ubah, paling tidak dari sisi estetis kecantikan merupakan bagian tidak terpisahkan dari perempuan (Naomi,2004).
Kecantikan seorang putri tentu menjadi dambaan banyak kalangan. Melalui paras cantiknya, paling tidak memberi makna cantik juga di tumbuh dan melekat dalam diri Puteri Indonesia (inner beauty). Inner beauty adalah kecantikan sejati yang dimiliki oleh seseorang.
Kecantikan sejati yang sesungguhnya adalah sebuah kecantikan muncul dari dalam diri. Namun demikian, hal itu bisa dibentuk dalam seperti halnya banyak berempati pada sesama, dan menunjukkan jati diri dengan sikap-sikapnya yang baik sesuai kepribadian yang tidak dibuat-buat adalah wujud nyata dari inner beauty.
Terpenting adalah memiliki kepekaan yang kuat, mampu berempati dengan mereka yang membutuhkan menjadi bagian yang tidak terpisahkan. Di sisi lain, ada outer beauty yang beorientasi pada kecantikan fisik dan banyak menunjukkan aspek lahiriah atau visual.
Pada sisi inilah kecantikan menggambarkan betapa sebuah kecantikan dapat membuat orang terperdaya karena fisik. Dalam outer beauty perkembangan image-nya banyak dipengaruhi oleh teknologi dan gaya hidup yang kini terus tumbuh. Hal itu memungkinkan perempuan dapat tampil laksana bidadari.
Kalau dikaitkan dengan upaya pemberantasan korupsi adalah sebuah pesan yang disampaikan melalui media (kecantikan) untuk dapat menjadi pembelajaran bagi KPK agar tidak hanya sekadar “cantik” di luarannya saja. Istilahnya hanya gembar-gembor dengan mempublikasikan melawan korupsi tetapi juga harus balance dengan sumber daya yang dimilikinya mampu membuka tabir korupsi-korupsi berskala besar sehingga menampakkan “kecantikan” dari dalam inner beauty tubuh KPK.
Berikutnya adalah bahwa perempuan cantik itu sebuah hal yang tiada habisnya untuk disimak. Paling tidak memberikan motivasi yang tidak akan pernah padam membarakan api anti korupsi.
Dorongan kaum perempuan ini menjadi sebuah semangat api yang diharapkan berkontribusi besar melawan korupsi. Setidaknya menjadikan Puteri Indonesia sebagai duta anti korupsi menjadi ide yang menarik.
Tetapi, akan lebih menarik lagi jika duta itu benar-benar memancarkan inner beauty-nya di semua lini, khususnya mereka yang bersentuhan dengan aspek pemberantasan korupsi yang berorientasi kepentingan rakyat. Artinya adalah cantik harus beranalogi dengan strategi KPK dalam memberantas korupsi.
Kasus-kasus besar harus segera terungkap, ditengah upaya-upaya pelemahan KPK yang terus membuat lembaga anti rasuah ini mulai meredup, tentu menggalang kekuatan adalah sebuah keniscayaan.
Semangat merah putih KPK dipastikan masih ada. Layaknya berkibar dan berkobar bak semangat juang para pendiri kita. Masih tersirat di dalam benak sanubari kita, termasuk dalam inner beauty dan outer beauty Puteri Indonesia.
Apakah cantiknya Puteri Indonesia mampu mendorong KPK untuk makin cantik bekerja maksimal memerangi korupsi?. Mari kita dorong putri-putri ini untuk berkreasi, menyampaikan pesan anti korupsi, tanpa harus dipolitisasi. (*)
Agus Triyono, adalah Analis Komunikasi, Pegiat Anti Korupsi, Mitra Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Jakarta, dan Dosen di Universitas Dian Nuswantoro.