PANDEGLANG, biem.co – Ketua Komnas Perlindungan Anak (KPA) Kabupaten Pandeglang, Muzijat Gobang Pamungkas menilai, program-program perlindungan anak di Kabupaten Pandeglang belum terintegrasi antar institusi dan lembaga.
Menurutnya, hal tersebut seharusnya sudah digagas, karena Kabupaten Pandeglang sudah masuk predikat kabupaten layak anak tingkat pratama pada tahun 2018.
“Penanganan atau treatment terhadap korban-korban kekerasan pada anak ini dilakukan secara seksama secara komprehensif dan terintegrasi Komnas Perlindungan Anak DP3KB3A, Dinas Kesehatan, Dinas Sosial, agar korban bisa ter-cover yang baik ketika korban mengadukan kasusnya dia dapat pendampingan,” ujar pria yang kerap disapa Gobang, saat ditemui di Gedung DPRD Pandeglang, Kamis (05/03/2020).
Dikatakannya, jika korban melalukan penganduan kepada KPA dan melapor kapada PPA Polres maka akan terjadi visum. Dalam proses visum menurutnya, Dinas Kesehatan harus berperan mengawal korban, dan ia juga menilai bahwa ada beberapa dinas yang tidak hadir saat peristiwa, dan dianggap adanya miskomunikasi.
“Dalam proses visum ini, Dinas Kesehatan harus berperan, sebab itu hanya ada di dunia kesehatan, buka dinas yang lain. Nah, saya melihat ada beberapa dinas yang tidak hadir pada saat peristiwa, dan saya pikir ini mungkin terjadi miskomunikasi, sehingga ini harus segera diintegrasikan agar penanganan ini bisa optimal dan maksimal,” tuturnya.
Ia menjamin, apabila satu institusi atau lembaga yang menangani perkara kekerasan terhadap anak tidak akan bisa optimal. Karena, dinas diberikan wewenang, diberikan mandat, oleh konstitusi, oleh negara, dan mereka harus hadir. Dan menurutnya, kehadiran pemerintah setempat menjadi sangat penting, sehingga jangan sampai ada korban mau sidang tentang kasus dirinya, korban bingung tidak ada ongkos, tidak ada kendaraan, dan tidak ada yang memfasilitasi.
“Jadi tidak ada alasan misalnya mereka diberitahukan terlambat, atau misalnya kami sudah pernah mendampingi. Korban ketika dia membuat laporan Sampai proses persidangan itu seharusnya menjadi tanggung jawab negara, karena jangan sampai sudah lapor ke polisi dan berjalan lalu korban ditinggalkan,” jelasnya.
Selama proses itu, ia mengaku sering menenemukan korban selalu diancam oleh pelaku. “Kenapa? Karena korbannya rata-rata anak-anak, bahkan ada yang merubah keterangan, ada yang merubah kesaksian. Hal itu terjadi karena korban tidak di sterilkan, tidak di evakuasi dari lingkungan,” paparnya.
Dalam hal tersebut, dirinya menilai bahwa Pemerintah Kabupaten Pandeglang tidak serius dalam penanganan kekerasan pada anak. Karena dikatakannya, jika berbicara tentang pemerintahan daerah, maka tidak satu institusi, atau tidak satu lembaga, perlu terintegrasi semuanya, dari hulu sampai ke hilir. Ia berharap, jika terjadi kasus pelecehan terhadap anak Kepala Desa, Camat, bisa hadir dan membantu korban
“Kepala desa terlibat, camat terlibat, sehingga jangan sampai ada korban dia mau sidang tentang kasus dirinya dari Pandeglang selatan sana, dia bingung tidak ada ongkos, tidak ada kendaraan, lalu siapa yang memfasilitasi itu. Mereka sudah jadi korban, dan rata-rata tidak mampu, lalu siapa yang mau bertanggung jawab kalau bukan negara, kalau bukan pemerintah,” pungkasnya.
Sementara itu, Ketua DPRD Kabupaten Pandeglang, Tubagus Udi Juhdi menuturkan, DPRD akan mendorong dan menegur setiap kepala OPD terkait, agar lebih bisa peka dalam penanganan terhadap pelecehan seksual dan kekerasan pada anak.
“Harapan kami update terkait bisa lebih peka terhadap kasus-kasus yang terjadi terhadap anak, bahkan untuk penanganan sendiri mereka biar lebih sigap, bahkan bisa sampai kami mengharuskan terhadap OPD terkait agar menyiapkan fasilitas untuk penanganan-penanganan hal tersebut,” singkatnya. (sopian)