Rois Rinaldi

Muhammad Rois Rinaldi: Indonesia dan Rakyatnya; Contoh Negara dan Cara Bernegara Terbaik di Muka Bumi

biem.co — Selain di Indonesia, meski saya tidak memiliki data semacam hasil survei untuk membicarakan ini secara mendalam, saya tidak yakin di muka bumi ini ada yang lebih baik dari rakyat Indonesia dalam hal cara bernegara. Betapa tidak, di sini ada semacam kesepakatan tak sepakat untuk menjaga kebersamaan dalam ketidakbersamaan; menjaga persatuan dengan terus menerus kisruh  oleh soal yang remeh temeh.

Seperti anak-anak dalam satu keluarga, dari urusan tugas menyirami tanaman hingga urusan rebutan kamar, tidak habis-habisnya jadi bahan kekisruhan. Satu sama lain saling klaim sebagai anak kesayangan yang paling tahu cara menyayangi ayah dan ibu mereka, paling punya hak sebagai anak kesayangan sehingga sering terjadi adegan saling usir. Sementara itu, kedua orangtua mereka hanya senyum menatap kelakuan anak-anak mereka. Namanya juga anak-anak, disenyumi saja sudah cukup.

Sulit untuk membayangkan bahwa rutinitas yang dilakukan oleh sebagian rakyat Indonesia terjadi pula di negara lain, dalam hitungan hari mungkin negara itu sudah bubar. Ini lain sama sekali dengan rakyat Indonesia, setiap hari ada saja yang dipertengkarkan, tapi di tengah setiap pertengkaran, suara tentang persatuan dan kesatuan diperdengarkan, bahkan oleh setiap mereka yang gandrung pada pertengkaran itu sendiri. Dari mulut-mulut yang fasih saling bantah, meninggikan satu kelompok dengan merendahkan kelompok yang lain itulah pula, seruan NKRI harga mati menjadi semacam wiridan.

Kontradiktif? Tidak juga. Sesuatu tampak kontradiktif kalau sesuatu dilihat dengan jelas dari jarak yang cukup, tapi dalam kondisi sebaliknya, kontradiksi demi kontradiksi terlihat bersesuaian saja. Masing-masing masih dan berniat baik untuk tetap hidup sebagai Indonesia dan masing-masing sangat meyakini jargon NKRI harga mati adalah jargon yang tepat, tanpa perlu berpikir bagaimana sikap yang mesti ditunjukkan untuk benar-benar sampai pada negara kesatuan yang harga mati itu.

Berbagai soalan bukan jadi soal untuk cita-cita yang sesungguhnya perlu dipersoalkan, karena soalnya bukan pada cita-cita, melainkan pada cara dan cita-cita yang jauh panggang dari api. Perudungan antarkelompok, penjegalan antarormas, pembubaran diskusi, pembredelan buku, dan intimidasi terhadap antarpemahaman yang tidak sepaham adalah fakta tidak terelakkan, sementara itu, di tengah tindakan-tindakan tersebut, tanpa dapat dibantah semua dengan sangat terbuka, jelas, dan berani menegaskan bahwa kemajemukan adalah tabiat Indonesia. Menjadi Indonesia berarti menjadi manusia yang hidup di tengah kemajemukan.

Betapa tidak jarang Pancasila sebagai sebuah falsafah kemudian menjadi bahan penegasan yang tidak perlu. Misal, mencetak jutaan kaos bertuliskan “Saya Pancasila”, seakan-akan Pancasila telah menjadi semacam meme  yang menjadi serba sudah cukup setelah digadang-gadang; yang tidak perlu sampai pada penerapan. Seakan-akan yang menolak menggunakan kaos itu adalah bukan bagian Indonesia karena tidak Pancasilais, yang pada akhirnya mudah ditebak: pengkotak-kotakan. Kembali bertengkar.

Karena itulah, diam-diam ada kekaguman di dalam diri saya, betapa kuatnya Indonesia. Saya tidak yakin ada negara yang sekuat dan setegak Indonesia yang mampu merawat semua itu hanya dengan senyum saja. Mungkin jika yang terjadi di Indonesia terjadi di negara-negara lain, keadaannya sudah sangat crowded. Misalkan, (sekali lagi, misalkan) rakyat mengkudeta presiden dan melayangkan surat pembubaran kepada semua partai, karena dianggap tidak becus mengurus kerukunan antarrakyat dan gagal menjaga ketenteraman berbangsa dan bernegara.

Selain Indonesia, dalam keadaan yang sebegitu, negara lain mungkin dengan segera kehilangan energi, frustasi, dan menyerah, sehingga sepakat untuk pecah menjadi beberapa negara, berdasarkan pandangan hidup dan cita-cita masing-masing. Tetapi ini Indonesia dan secara nyata negara yang merdeka 17 Agustus 1945 ini sangat kuat. Mungkin Indonesialah yang sesungguhnya negara terkuat di muka bumi karena cara rakyatnya bernegara memang unik dan mungkin perlu dicontoh oleh rakyat di semua negara. (rois)

 

Indonesia, 2020
Penulis, redaktur sastra biem.co

 

Editor: Irwan Yusdiansyah

Tulisan yang Tak Kalah Menarik

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button