Kabar

Soal Potongan Remunerasi, Rektor Untirta: Uang Negara Wajib Dikembalikan

KOTA SERANG, biem.co — Rektor Universitas Sultan Ageng tirtayasa (Untirta), Fatah Sulaiman menjawab pemberitaan di media massa, atas somasi yang dilakukan oleh Forum Solidaritas Hak-hak Dosen Fakultas Hukum Untirta ke Rektorat Untirta mengenai potongan remunerasi dosen.

Menurut Fatah, potongan remunerasi dosen oleh pihak rerktorat itu sebagai solusi mengembalikan uang Tunjangan Hari raya (THR) pada tahun 2015 silam yang diminta oleh Badan Pengawas Keuangan (BPK). Ia menyatakan pada tahun 2015 itu, bahwasanya sudah tidak ada lagi THR, karena sudah digantikan oleh gaji ke-13.

“Kalau saya secara normatif, remunerasi itu kan tunjangan prestasi. Kalau sebagai hak utama (gaji) sudah diberikan. Jadi kita tidak memotong hak dosen sebagaimana pemberitaan. Dan somasi yang dilakukan dosen itu sebagai distorsi dari solusi kami (rektorat),” ujarnya kepada biem.co saat ditemu di ruang kerjanya, Senin (23/12/2019) sore.

“Kita informasikan temuan BPK terkait pemberian THR 2015 jaman rektor lama, itu kan sudah tidak diperkenankan lagi ada THR, dan nama-nama penerima THR juga sudah diberikan ke BPK, dan sudah disampaikan ke personal penerima, semua ada datanya di bendahara,” jelasnya.

Ia melanjutkan kronologi pemotongan remunerasi dosen, “Jadi begini, karena sudah diterima oleh masing-masing penerima, melalui rekening masing-masing dosen jadi susah untuk ditarik kembali. Akhirnya selama dua tahun itu Wakil Rektor II bagian keuangan berargumentasilah untuk dicarikan solusi, dan alternatifnya. Supaya tidak dikembalikan uangTHR tersebut ke negara. Hal itu dijadikan solusi awal karena susah untuk menarik uang di masing-masing dosen, karena jumlah dosen penerima THR yang banyak,” ungkapnya.

Kemudian Fatah melanjutkan, setelah dua tahun berargumen, rektorat juga berupaya untuk diputihkan permasalahan tersebut. Tapi putusan akhir, BPK tetap meminta Rektorat Untirta untuk menarik uang THR 2015 lalu, dan mengembalikan  ke kas negara.

“Dengan bunyi rekomendasinya ‘Rektor harus menarik kembali uang THR tersebut ke kas negara’,” katanya.

Setelah ada rekomendasi putusan akhir itu. Rektorat mendiskusikan bagaimana jalan keluarnya. Hasil dari diskusi masih kata Fatah, maka pemotongan remunerasi jadi solusi untuk mengembalikan uang THR sebesar Rp836.250.000,- yang diminta negara tersebut.

“Semua dosen diberikan remunerasi, kemudian dipotong, dengan potongannya sebesar Rp750 ribu. Yang kami anggap sebagai tutup buku dari rektor sebelumnya dan sebagai penghargaan juga. Karena memang pihak rektorat sudah niat akan mengembalikan uang tersebut ke kas negara. Kalau tidak dikembalikan artinya rektorat untirta melawan negara. Kalau memang harus menggunakan uang pribadi itu sangat terlalu besar dan gaji saya saja tidak sampai segitu,” ujarnya sembari tertawa.

Pemotongan remunerasi sebagai solusi juga tidak lepas dari musyawarah bersama. Rektorat melakukan musyawarah bersama para dekan, wakil dekan untuk masalah ini.

“Musyawarah sudah dengan para dekan dan wakil dekan, exit meeting temuan BPK-nya juga ditunjukan. Semua uang harus dikumpulkan untuk dikembalikan ke BPK tanpa ampun. Memang sudah tidak ada solusi lain, kecuali saya yang mengganti pakai uang pribadi, rektor baru yang jadi pahlawan. Tapi lagi-lagi itu tidak mungkin, uang dari mana sebesar Rp836.250.000,- itu,”

“Dan akhirnya dipotong langsung oleh bendahara universitas. Bendahara yang memotong juga sudah memiliki  SK dari kementerian. Jadi semua potongan-potongan ada di bendahara langsung (in-out)-nya, semua transparan tidak ada yang ditutup-tutupi,” jelasnya.

Kemudian saat ditanya mengenai somasi dari para dosen, Fatah juga mengaku tidak khawatir. Karena memang yang dilakukan rektorat sudah benar dan transparan sesuai musyawarah.

“Saya pribadi enjoy saja, wajar kalau ada distorsi mah,” tutupnya. (iy)

Editor: Irwan Yusdiansyah

Tulisan yang Tak Kalah Menarik

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button