JAKARTA, biem.co — Sejumlah aktivis dari berbagai organisasi dan daerah datang ke Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) untuk meminta penjelasan terkait polemik benur lobster pada Rabu, (18/12/2019) kemarin.
Staf Khusus Menteri Kelautan dan Perikanan Safri Muis yang menemui para aktivis menjelaskan, bahwa “Persoalan benur lobster ini tertuang dalam Peraturan Menteri (Permen) Nomor 56 Tahun 2016, Tentang larangan penangkapan dan atau pengeluaran lobster, kepiting, dan rajungan dari Indonesia,” kata Safri.
Safri menegaskan, bahwa saat ini permen tersebut sedang di kaji secara komprehensif dan belum ada keputusan apapun.
“Menteri Kelautan dan Perikanan memiliki komitmen yang kuat untuk melindungi dan memanfaatkan sumber daya lobster yang lestari di Indonesia serta mensejahterakan rakyat terutama nelayan dan pembudidaya ikan. Oleh sebab itu, peraturan yang dapat menghambat peningkatan kesejahteraan nelayan dan pembudidaya ikan akan di kaji kembali,” ujarnya.
“Lobster memiliki nilai strategis dan ekonomi tinggi namun membiarkan benih atau benur lobster untuk menjadi besar dialam adalah sebuah kesalahan karena tingkat kelangsungan hidupnya di bawah 1%,” tambah safri.
Ketua Harian Pemuda Tani Indonesia, Suroyo menyampaikan, “kami mengapresiasi niat baik Menteri Edhy Prabowo untuk memprioritaskan kesejahteran nelayan dan pembudidaya dalam setiap kebijakanya karena yang paling utama harus kita pikirkan adalah kesejahteraan rakyat sehingga langkah KKP mengkaji ulang peraturan yang kurang berpihak pada nelayan dan pembudidaya harus kita dukung ” ungkapnya.
“Saya juga mengapresiasi langkah KKP untuk meningkatkan sektor budidaya dan sudah seharusnya penangkapan benur lobster diperbolehkan untuk kepentingan budidaya di dalam negeri dengan catatan dilakukan inovasi, penyedian sarana dan prasarana serta riset yang mumpuni agar kedepan pengembangan lobster dapat dibudidayakan secara luas di seluruh perairan Indonesia dengan kaidah – kaidah keberlanjutan” ujar Pemuda Asal Banten ini
Sementara Azhar Mahmud aktivis asal Aceh juga mengatakan, “kegiatan tangkap benur yang acap kali dilakukan oleh masyarakat itu, lantaran teknologi budidaya pembesaran lobster di Indonesia belum berkembang dengan baik. Sehingga, hasil tangkapan tersebut digunakan dan ditampung oleh para penyelundup untuk di ekspor. Nah, langkah Menteri Edhy Prabowo mengkaji ulang secara komprehensif Permen Nomor 56 Tahun 2016 itu langkah yang tepat dan bijaksana. Untuk menyelamatkan sumberdaya lobster dan nelayan serta lingkungan yang lestari, KKP juga harus membatasi dan mencegah terjadinya over eksploitasi terhadap populasi lobster di alam. Maka, KKP perlu untuk mengatur pengelolaan sumber daya benih lobster dalam bentuk pembatasan aktivitas penangkapan dengan mengatur perizinan, pembatasan ukuran benih tangkapan, pembatasan kuota benih penjualan terutama untuk ekspor,” kata Azhar
“Pun hal ini juga bertujuan untuk menjaga keberlanjutan dan ketersediaan budidaya benih, terutama di dalam negeri. Selain itu, KKP perlu meningkatkan kebijakan untuk riset dan pengembangan teknologi pembenihan serta pembesaran lobster karena kebijakan melarang ekspor benih lobster akan membuka selebar-lebarnya aktivitas penyelundupan,” pungkasnya. (*)