Sosok

Demi Perjuangan, Tirto Adhi Soerjo Rela Resign Kerja

KOTA SERANG, biem.co — Julukan Dewa Konten yang melekat pada Tirto Adhi Soerjo atau yang dikenal sebagai Bapak Pers Nasional memang tidak dapat diragukan lagi kecerdasannya dalam meracik pemberitaan.

Pria kelahiran Blora 1918 yang memiliki nama asli Raden Mas Djokomono Tirto Adhi Soerjo tersebut hampir menguasai semua bidang keilmuan, dari mulai politik, hukum, kesehatan, ekonomi dan lainnya.

Sehingga, diusia 22 tahun, Tirto dipercaya menjadi pemimpin redaski (Pemred) koran milik Belanda bernama ‘Pemberita Betawi’.

Merasa tidak puas karena gagasannya untuk membela orang-orang yang tertindas tidak terakomodir, Tirto muda memutuskan resign dan mendirikan media sendiri. Hal itu dilakukannya agar dia dapat menulis warta yang sesuai dengan keinginannya.

Penulis sejarah Muhidin M Dahlan saat menyampaikan orasi kebudayaan pada acara haul ke-101 Tirto Adhi Soerjo yang digelar Komunitas Journalist Lecture, Sabtu (7/12/2019).

“Bagi Tirto, menjadi seorang jurnalis bukan hanya pandai menulis, namun harus ditopang dengan wawasan serta keilmuan yang luas dan kekuatan finansial. Terbukti, dengan dua hal itulah, beberapa media milik Tirto seperti koran Sunda Berita, Medan Prijai dan Putri Hindia mencapai puncak keberhasilan,” kata Muhidin.

Menurutnya, selain dikenal dengan seorang bangsawan cendikia, sejarah mencatat bahwa Tirto merupakan orang Indonesia pertama yang membuat perusahaan pers.

Dalam menjalani bisnis medianya, Tirto menjalin kerjasama dengan pejabat atau pemerintah untuk membiayai perusahaan persnya, bagi Tirto bukanlah suatu aib.

“Tirto melobi semua bupati yang memungkinkan dapat membiayai bisnis persnya. Dalam hal bisnis Tirto tidak anti pejabat,” jelas Muhidin.

Tak henti di situ, Tirto membuka sekolah untuk mendidik jurnalis-jurnalis muda yang berasal dari berbagai daerah dengan biaya yang diambil dari hasil bisnis persnya.

Selain itu, keuntungan dari perusahaan persnya juga Muhidin menyebutkan bahwa Tirto menjadikannya untuk modal pergerakan dan perjuangan.

Dalam riwayat perjuangannya, Tirto membekali dirinya dengan pengetahuan hukum. Karena seorang Tirto menyadari betul bahwa seorang jurnalis akan membusuk di dalam penjara apabila memilih jalan membela orang-orang yang diperintah atau tertindas.

“Maka kawan-kawan jurnalis ini harus dekat dengan LBH (Lembaga Bantuan Hukum),” pungkasnya. (Iqbal/red)

Editor: Yulia

Tulisan yang Tak Kalah Menarik

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button