Kesehatan

Quarter Life Crisis: Saat Dewasa, Tak Seperti Asa

biem.co — Saat kita remaja, ingin rasanya segera dewasa. Karena saat dewasa kita bebas memilih apa yang kita inginkan. Dimana ketika usia 20-an, seseorang bebas menentukan masa depannya. Tetapi, perjalanan agaknya tak semudah yang dibayangkan. Banyak juga rintangan dari berbagai aspek dapat menghalangi seseorang meraih mimpinya. Krisis tersebut lebih dikenal dengan istilah Quarter Life Crisis. Apakah benar setiap orang yang menginjak usia 20-an akan mengalami krisis tersebut? Berikut informasinya.    

Krisis emosional seperti merasa takut akan gagal, kebingungan, kesedihan, ketidakcukupan, kecemasan, keraguan terhadap diri, terisolasi, atau tak termotivasi, saat menginjak usia dewasa dikenal sebagai quarter life crisis (QLC). Hal ini disebabkan masalah yang timbul seperti masalah finansial, relasi, karier, serta nilai-nilai yang diyakini.

Apakah setiap orang di usia 20-an akan menghadapi QLC? Jawabannya tidak juga. Seperti dilansir dari kumparan.com, pada 2017, LinkedIn melakukan survei terhadap ribuan orang berusia 25-33 tahun di berbagai belahan dunia. Hasilnya , 75 persen dari responden pernah mengalami QLC, dengan rata-rata kejadian pada usia 27 tahun.

Peneliti dan pengajar Psikologi dari University of Greenwich, London, Dr. Oliver Robinson menyatakan bahwa QLC terjadi di usia menuju 30-an.

“QLC tidak tidak serta merta terjadi di usia seperempat dari total hidup Anda, tetapi terjadi pada seperempat tahap awal perjalanan Anda menuju kedewasaan. Biasanya pada periode antara umur 25-35,” lanjut Robinson.

Robinson melanjutkan, ada empat tahap QLC.

“Pertama, perasaan terjebak dalam suatu situasi, baik itu keluarga, finansial, atau hal lainnya. Kedua, pikiran bahwa perubahan mungkin saja terjadi. Lalu, periode membangun kembali hidup yang baru. Terakhir adalah fase menetapkan komitmen baru terkait ketertarikan, ide, dan prinsip,” pungkasnya.

Aspek pernikahan memang menjadi hal yang kerap disebutkan sebagai sumber kecemasan orang-orang yang mengalami QLC. Dalam survei yang dilakukan Gumtree.com, 86 persen dari 1.100 responden di Inggris menyatakan pernah melalui QLC, dan 32 persen di antara mereka berpendapat ada tekanan besar untuk menikah dan punya anak, maksimal pada usia 30.

Terkait tekanan dari orangtua, dalam studi tentang QLC yang dimuat di jurnal Contemporary Family Therapy (2008) ditulis oleh Atwood & Scholtz menyebutkan: ada kecenderungan bahwa capaian anak-anak muda memengaruhi cara orangtuanya memandang harga diri mereka. Sementara orangtua berharap bisa memastikan kebahagiaan untuk anaknya, si anak terus mencari capaian demi menyenangkan mereka.

Sisi baik QLC

Atwood & Scholtz menyatakan bahwa QLC bisa menjadi acara ampuh untuk menentukan jati diri

“Anak-anak muda mungkin beralih dari satu relasi ke relasi lain, pekerjaan demi pekerjaan, bukan karena mereka tak mampu berkomitmen, melainkan komitmen mereka berbeda. Mereka berkomitmen justru kepada diri mereka sendiri—untuk mencari makna dan tujuan hidup, mengejar kebahagiaan dan kebebasan masing-masing apa pun bentuknya,” tulis mereka dalam makalahnya.

Adapun saran menghadapi QLC menurut Robert MacNaughton, co founder dan CEO dari Integral Center– organisasi pengembangan karakter asal AS–seperti dikutip Forbes.

“Berhenti membandingkan diri, jangan menyerah saat gagal datang. Ataumulailah sebuah bisnis, unggah sesuatu di Facebook dan lihat apa yang terjadi,” ujarnya.

“Selain itu, kita juga disarankan untuk tidak terpaku dengan gelar atau jabatan yang dimiliki. Dan ambilah kesempatan yang ada dan nikmati jabatan yang anda sukai. Perlakukan diri Anda dengan baik, seperti manusia biasa.Caranya adalah dengan mengakui hal-hal kacau yang ada dalam diri kita, sembari membuat keputusan yang segaris dengan nilai-nilai yang Anda anut,” ujarnya menambahkan.

Alternatif tindakan yang bisa dilakukan saat badai QLC menerpa adalah mencoba menerima hidup pada saat ini walaupun belum benar-benar sesuai kehendak seseorang.

Mereka yang telah melalui QLC mengaku lebih banyak mengalah dan bernegosiasi dengan tujuan mencegah keadaan menjadi semakin rumit. Dan yakin bahwa mustahil seseorang melulu mendapatkan hal yang dimau. (rai)

Editor: Esih Yuliasari

Tulisan yang Tak Kalah Menarik

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button