Oleh Mahwi Air Tawar
Dari Stasiun Blitar
Kereta jurusan sepuluh November
lintasi empatpuluh lima stasiun keheningan
di jalur-jalur runcing perlintasan
di denyut-denyut stasiun dewangga
Penumpang, terbangkan garuda dari lima jendela
dan runcing bambu doa dalam dada
dimohon kepada penumpang bermantel senja
beri tempat kepada sepuluh pemuda
bila putra Sang Fajar tiba, guncangan
di jalur rawan kusam pandangan
kan membubung mengasapi bulan
sepuluh kepalan berdenyut di dada
sepuluh kepakan nusantara garuda
sepuluh harapan denyutkan nadi sila
sepuluh pemuda kan guncang dunia
Penumpang jurusan sepuluh November
kereta jurusan masa depan akan segera tiba
diharap segala barang bawaan tak tertinggal
bagi yang hendak turun diharap senyapkan duka
di depan gerbang stasiun sangsaka impian bangsa
dan bagi anda yang hendak melanjutkan perjalanan
diharap tak retakkan lima jendela, juga peta petunjuk arah
selamat jalan penumpang,
selamat tinggal pelintasan
berpalang pikiran.
Baca Juga
Stasiun Malam
Perhatian, perhatian
Penumpang jurusan stasiun fajar
Segera mengemasi barang bawaan
dan menyimpannya di gerbong bertanda sulur
Baju, celana dalam, dan selendang
dengan motif kenangan disimpan
di pojok petang
Perhatian, perhatian
Kereta segera tiba di stasiun transit
Kenangan menjelangnya ke tubir pagi
Sang masinis berselempang subuh
berjalan lambat lewati mimpi;
senyuman hangat keluarga di halaman rumah
dengan tanda cinta dan rindu
mohon jangan sampa tertinggal di gerbong
bergambar nanar matahari.
Penumpang, penumpang
Mohon segera bersiap
Kereta akan segera tiba
Barang bawaan: kenangan
Dan kerinduan harap diselipkan
Dalam lipatan peta perjalanan
Baca Juga
Lowongan
Dibutuhkan seseorang berlari, melintasi mimpi
kabut dalam diri. Lembaran surat lamaran terpahat
di lahat harap dan didedah di cakrawala
sebelum pancaroba menepis metoar dari bebatuan
dan setetes keringat melelehkan rangkaian
dalam surat lowongan kepada keheningan.
Bukan anjuran sungguh dari mimbar
dan lantai marmer sembahyang tapi nada
yang didentingkan embun pada tangkai daun
dan seutas akar dibutuhkan!
Bila seseorang menyimak dan berkenan melampirkannya
dalam lembaran diri harap membawa serta,
juga memcantumkan dalam lowongan
yang akan dibawa serta meniti jalan berkelok,
lorong panjang, pengap dan lembab.
Kepada ingin yang dihempas angan
harap menekan tombol dalam nadi
hingga terdengar irama nafiri,
lalu KUN, segala kehendak tunduk
seperti ribuan semut pada samar jejak
kuda Sulaiman lintasi padang kemiskinan.
Mahwi Air Tawar lahir di Pesisir Sumenep, Madura, 28 Oktober 1983. Pernah mengikuti Bengkel Penulisan Kreatif Mejelis Sastra Asia Tenggara (Mastera). Karyanya tersebar di berbagai media massa dan antologi bersama al. Herbarium (2006), Medan Puisi (2006), IBUMI: Kisah-kisah dari Tanah di Bawah Pelangi (2008). Buku kumpulan cerpennya: Mata Blater (2010), Karapan Laut (2014).