7/7 Membentang Ruang Sela (barangkali)
; F
1.
barangkali kau di Jakarta
ketika langit menguras air mata
mana tahu kita bertemu
kendati aku, membatu
2.
barangkali kau tak menyukai kenangan
juga sebelah tangan digenggam pria lain
tetapi kau lewatkan percakapan
seolah, waktu berpindah ke puisi yang mencintai ingatan
pada perempuan dalam lamunan dan tertatih kau lupakan
padahal, langit di bulan september pernah tak berubah
masih mengikat kita juga bermata.
tapi kau tak menyukai masa lalu.
masa-masa berlimpah goresan yang rupanya,
kau sisipkan di sajakmu.
3.
Barangkali, ini batasan dan serpihan
keluguan masa kanak-kanak
juga tentang pertanyaan masa depan
sejak kau berpijak dari benua ke benua
sedang (kita) tak lagi bersua.
‘ada surga di kepalamu, Kekasih’
‘aku masih ingat ‘tuk pulang, Sayang’
Sampai jumpa di ruang khayal, katamu.
4.
barangkali kau meminta maaf untuk itu
lantas, mengirim pakaian kotor ke binatu
ketika rampung disetrika
kau jelajahi Eropa
sambut keteraturan dan keterasingan kota.
lewat buku panduan perjalanan ke Berlin
meninggalkanku di tanah gambut
sorang diri.
detak waktu berderap lambat, Sayang…
5.
barangkali, berkisar tujuh
surat dan sekuntum bunga segar
aku beri tujuh tahun sebelum kau lahir
cinta tak pandang umur, katamu.
telah kau terima seratus surat lusuhku, bukan?
6.
barangkali, masih berkisar tujuh
datar lagi samar
kau lamar bersama mawar-mawar
tepat di hari tujuh setelah peluncuran buku terbarumu.
di antara, dua ribu lima ratus lima puluh lima
seberapa cepat waktu menghambat,
serta merta melambat?
7.
Barangkali kita ‘kan duduk bersama
di sebuah kereta. berrcengkerama
di bawah langit berhias permata, sewarna tembaga.
7 Desember 2018
Aroma Kesunyian yang Menguap
Kau tiris air hujan hangat,
ada jingga juga merah muda berembuk di kaki langit,
ada derita tersimpan, menyepuh atmosfer warna dalam bingkai matamu.
baru saja kau letakkan selendang penuh duka di punggung
Kini belasungkawa menjelma tawa,
kelopak mawar penuhi rongga dada
mengepak metafora, menjadi kupu-kupu
duri lara luruhkan perih
Aroma kesunyian menguap, keriangan telah menetap,
menanggalkan yang harus kau tinggalkan.
Kau karamkan hal rapuh, tapi hangatkan tubuh.
Ada titik temu,
senyum ambigu di bola mata dinginmu.
Mei-Juni 2018
Kelahiranmu
tahun empat lima dan sebelumnya,
kesenjangan menyandera kita
bingkai harap menyebar; merangkai murka dan luka.
demikian runtunan kematian
perkabungan panjang ; prostitusi dan perbudakan
demikian bangkai jasad jejeritan
kepada nirmala delapan, tahun empat lima
benih sengketa terlahir, puncaknya
kita menangkap bunyi dentuman
lantas menatap kepulan asap melebur
di kaki langit Hiroshima-Nagasaki
tahun empat lima juga setelahnya
nada restu memeluk
kita bebas merdeka atas darat dan lautan
yang terampas.
Januari 2018
Meminang Harap di Sepanjang Jalan Menujumu
Aku ingin bertahan,
memeluk himpunan bunga di kepala,
bahkan telah dirawat dan dikuatkan keheningan
kuputuskan meminang harap di sepanjang jalan menujumu.
ruang usang di kepala kita tak serempak musnah,
bahkan isinya berupa peristiwa dan kebisingan.
pada buku-buku yang kita baca ada celah dan jalan pintas
kita bersua dalam keterasingan.
Banjarbaru, 30 November 2018
Andria Septy. Lahir di kota Samarinda, Kalimantan Timur. Seorang sanguine-melancholia. Alumni Ilmu Pemerintahan, FISIP, Universitas Mulawarman. Karya-karyanya pernah dimuat di sejumlah surat kabar, situs daring dan beberapa buku antologi bersama. Novel perdananya, Calista’s Conflict (Stiletto Indie Book, Oktober, 2016).
Wawwww…..Keren banget sajak demi sajak yang saya baca