Kabar

Tiga Kecamatan Kota Serang Ada di Zona Krisis Air Bersih

KOTA SERANG, biem.co — Tiga dari enam kecamatan di Kota Serang, selama hampir 10 tahun berada pada zona krisis air bersih. Tidak adanya Instalasi Pengolahan Air (IPA), serta belum maksimalnya pelayanan PDAB Tirta Madani sebagai pemasok air bersih di Kota Serang juga menjadi kendala.

Hal tersebut dikatakan Kabid Pembangunan Pemeliharaa dan Pengelolaan Pemukiman pada Dinas Perumahan dan Kawasan Pemukiman (DPRKP) Kota Serang, Iphan Fuad, saat ditemui di ruang kerjanya, Senin (08/07/2019) kemarin.

“Kita ini banyak daerah rawan air bersih, seperti Kasemen, Curug, dan Walantaka. Karena kita kekurangan air baku,” katanya.

Permasalahan tersebut juga dipersulit dengan berhentinya pasokan air dari PDAM Tirta Al Bantani, karena adanya pemekaran dari Kabupaten Serang, menjadi Kota Serang pada 2007 yang lalu.

“Karena sebelum jadi Kota Serang, kita ambil dari PDAM. Setelah Kota Serang berdiri, pasokan air yang sudah eksis itu tetap berjalan, namun tidak bisa ada penambahan jaringan, karena sudah masuk wilayah Kota Serang. Selain itu, saat ini juga sudah mulai ada keluhan bahwa pasokan air dari jaringan PDAM sudah tidak mengalir,” tuturnya.

Untuk itu, pemerintah Kota Serang membentuk Perusahaan Daerah Air Bersih (PDAB) Tirta Madani, untuk memasok air bersih kepada wilayah yang rawan air bersih. Namun, lanjutnya, keberadaan PDAB Tirta Madani pun masih belum bisa menyelesaikan persoalan tersebut, karena masih banyak kekurangan.

“Nah sekarang sudah ada PDAB. Namun PDAB pun masih mengambil air dari PT Sauh Bahtera Samudra (SBS) di Kenari. Dapat pasokan dari sana sekitar 23 liter per detik. Dengan kuota seperti itu, sebenarnya masih kurang,” jelasnya.

Jika dihitung dalam persentase, lanjut Iphan, cakupan layanan dari PDAB Tirta Madani, hanya mencapai 1.45 persen dari wilayah Kota Serang. Hal ini disebutkan karena pipa air yang terpasang di beberapa titik, masih merupakan aset milik pemerintah kabupaten Serang.

“Jadi kami tidak bisa nih mengintervensi pipa PDAM yang sudah tidak mengalirkan air. Karena kan sampai sekarang masih belum jelas, asetnya ini kapan mau dilimpahkan. Belum ada MoU,” terangnya.

DPRKP pun mencoba untuk melakukan langkah-langkah lainnya dalam mengatasi persoalan tersebut, antara lain membangun sumur dangkal, sumur dalam, dan keran umum

“Namun, pembangunan sumur dangkal, sumur dalam, keran umum, maupun MCK Plus ini hanya dapat mencakup wilayah yang kecil, seperti RT dan RW. Sehingga, peningkatan penggunaan air bersihnya pun tidak terlalu signifikan,” pungkasnya. (iy/*)

Editor: Redaksi

Tulisan yang Tak Kalah Menarik

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button