KALIMANTAN, biem.co — Tahun 2017 lalu, sekolah terpencil yang terletak di Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur berhasil memboyong gelar Juara 1 Budaya Mutu Nasional, yaitu SD 003 Kecamatan Loa Kulu.
Pada tahun 2019 ini, sekolah tersebut juga mengantarkan Warni Arimbi, sang kepala sekolah, menjadi Juara 1 Kepala Sekolah SD berprestasi se-Kaltim.
Untuk mendapatkan gelar juara Budaya Mutu Nasional, Warni nyatanya menjadikan inklusi sebagai ‘jualan’.
“Selain memperbaiki manajemen, pembelajaran aktif, dan penerapan program budaya baca, sekolah kami juga menerima dan memberikan perhatian khusus yang besar kepada anak-anak inklusi,” ujar salah satu fasilitator daerah program PINTAR Tanoto Foundation untuk Kutai Kartanegara ini, dalam keterangan yang diterima biem.co, Senin (24/06/2019).
Dilaporkan Warni, rata-rata, ada 2 hingga 4 anak inklusi terdapat di tiap kelas SD 003. Saat ini, sekolah tersebut dihuni 325 siwa dan memiliki 12 rombongan belajar, dan 27 siswa diantaranya masuk kategori inklusi.
“Siswa-siswa inklusi tersebut ada yang hiperaktif, tuna ganda, tuna grahita, low vision, tuna daksa, tuna rungu, tuna wicara, autis, dan kesulitan belajar,” ujar Warni.
Warni menyebut, siswa yang dianggap belum bisa bergabung dengan kelas inklusi, ditempatkan terlebih dahulu di kelas yang khusus anak inklusi. Jumlah siswa di kelas khusus ini bisa mencapai 12 orang.
“Dengan program ini, secara bertahap, semua guru memiliki kemampuan dasar yang baik menangani siswa-siswa Inklusi,” ucapnya.

Menurut salah satu penanggung jawab siswa khusus inklusi, Suparti, banyak tantangan mengajar siswa-siswa inklusi. Untuk itu diperlukan kesabaran dan ketelatenan.
“Menghadapi mereka harus sabar dan harus benar-benar tahu wataknya. Ada yang suka tiba-tiba keluar menikmati hujan, ada yang tidak mau bergaul, ada yang suka naik-naik meja dan gaduh dan berbagai watak lainnya,” ujarnya.
Sementara menurut Titik, pengajar kelas satu di sekolah tersebut, penerapan metode pembelajaran aktif program PINTAR Tanoto Foundation membuat siswa inklusi lebih mudah bersosialisasi dengan kawan-kawannya.
“Siswa jadi lebih banyak belajar bersosialisasi dan belajar bersikap dengan lebih baik kepada temannya karena proses pembelajaran melibatkan pembentukan kelompok,” tutur Titik.
Sebelumnya pada tahun 2016, sekolah ini juga pernah menjadi Juara 6 Budaya Mutu Nasional dari 134 sekolah peserta se-Indonesia. Penilaian budaya mutu ditekankan pada mutu MBS, pembelajaran, UKS, ekstra kuriler, dan perpustakaan. Tidak hanya berdasarkan portofolio yang dikirimkan, petugas kementrian juga turun langsung menilai sekolah selama beberapa hari.
“Kalau kita menekankan pada ekstra kurikuler, kita akan selalu kalah. Sekolah-sekolah di Jawa sangat hebat ekstra kurikulernya. Kita tekankan pada aspek inklusi, yang merupakan bagian MBS, dan juga pembelajarannya,” ujar Warni mengungkapkan strateginya. (hh)