JAKARTA, biem.co — Meski Presiden Jokowi sudah memerintahkan jajarannya untuk segera menyelesaikan sengketa tanah milik rakyat, namun hingga kini belum tampak hasilnya.
Kepala Sekretariat Satgas Saber Pungli, Brigjen Polisi Budi Susanto mensinyalir ada “invisibel hand” yang melindungi para perampas tanah sehingga rakyat tak bisa mendapatkan haknya.
Pernyataan tersebut disampaikan Budi Santoso dalam diskusi ‘Siap Laksanakan Instruksi Presiden atas Perampasan Tanah Rakyat’ yang digelar di Menteng, Jakarta, Jumat, (31/5).
Budi Santoso menjelaskan, kasus perampasan tanah bermula dari mental para perampas tanah yang tidak takut akan dosa mengambil hak orang lain dengan semena-mena.
“Kalau mereka (red: Mafia Tanah) sadar bahwa yang dibawa mati hanyalah tanah ukuran satu kali dua meter, tentu tidak ada yang berani melakukannya,” katanya.
Budi memberi contoh kasus tanah Ketua FKMTI (Forum Korban Mafia Tanah), Supardi Kendi Budiardjo yang penanganannya berlarut-larut. Sudah ditangani Mabes Polri turun lagi ke Polda, turun lagi ke Polsek hingga kini tak kunjung selesai.
Menurut Ketua FKMTI Supardi Kendi Budiardjo, para korban perampasan tanah banyak yang mengalami hal serupa. Meski sudah memiliki bukti tidak pernah menjual lahannya, namun tanahnya dikuasai oleh pengusaha besar.
Sebagai contoh, Budiardjo menyebutkan, Drg Robert membeli tanah bersertifikat dari lelang negara namun dikuasai oleh konglomerat lewat pengadilan.
Begitu juga yang menimpa Rusli Wahyudi di kawasan Bumi Serpong Damai (BSD) dan Sukra bin Meran di Kawasan Marunda Center. Mereka tidak pernah menjual tanah tersebut namun tanah mereka dikuasai oleh Pengusaha besar.
“Para perampas tanah membeli tanah lewat pengadilan, mereka tidak membayar pajak. Selain merugikan rakyat juga merugikan negara dan bisa terjadi konflik antar warga jika tanah tersebut dijual kembali,” ungkap Budiardjo.
Karena itu, FKMTI mendorong pemerintah membentuk pengadilan adhoc untuk mempercepat proses penyelesaian kasus perampasan tanah.
Desakan pembentukan pengadilan adhoc ditanggapi positif politisi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Sandy Nayoan.
Menurutnya, perampasan tanah bisa terjadi karena kerjasama antara oknum pengadilan dan korporasi. Jadi, rakyat akan selalu kalah jika tidak ada terobosan dari pemerintah untuk menyelesaikan kasus perampasan tanah.
Sedangkan dari Pihak KSP, Beathor Suryadi menjamin Presiden Jokowi berkomitmen untuk menuntaskan kasus perampasan tanah. Presiden telah membuktikan berani menolak perpanjangan Hak Guna Usaha (HGU) konglomerat karena akan membagikannya kepada rakyat.
“Jadi, seharusnya Presiden pun tak punya beban untuk menyelesaikan kasus tanah rakyat yang dirampas konglomerat.” tandasnya. (Juanda)
Editor: Esih Yuliasari