biem.co – CEO Kremov Pictures Darwin Mahesa menilai perfilman Indonesia semakin bertumbuh. Namun di sisi lain, ia menyayangkan realita bahwa warga Indonesia masih belum bisa menerima semua film yang diproduksi anak negeri.
“Terlebih baru-baru ini ada petisi larangan nonton film Kucumbu Tubuh Indahku karya Garin Nugroho. Padahal menurut saya, itu film yang sangat bagus. Dapat penghargaan banyak di luar negeri, tapi di negeri sendiri justru tidak bisa diterima,” ungkapnya kepada biem.co, Selasa (30/04/2019).
Menurut Darwin, film yang mendapatkan banyak kecaman lantaran menyoroti masalah LGBT tersebut mengisahkan realita yang memang ada di Indonesia.
“Garin sangat peka melihat kondisi Indonesia. Tapi masih banyak orang yang belum paham dengan film dan selalu mengaitkan dengan isu-isu agama,” ujar sineas kelahiran Cilegon, 21 Agustus 1992 ini.
Penolakan masyarakat yang belum bisa menerima film dengan bebas, terutama film-film yang menawarkan isu sensitif, bagi Darwin menjadi sekat yang justru bisa menghambat perkembangan perfilman Indonesia. Hal ini disebut Darwin juga dapat menimbulkan kekhawatiran dalam diri para sineas untuk mengekspresikan diri.
“Padahal kita selaku sineas pasti sudah mengerti hukum-hukum dalam proses produksi film yang sudah diatur dalam Undang-undang Perfilman. Bahkan sebelum diajukan ke lembaga sensor film, kita sudah paham dan mengerti untuk self-sensor terlebih dahulu,” kata Darwin.
Sebagai pegiat film yang konsisten memproduksi karya selama 12 tahun, bagi Darwin membuat film dalam kategori ‘aman’ terus-menerus justru membuat perfilman Indonesia tidak bisa melakukan percepatan.
“Indonesia harus kaya dengan berbagai genre film. Banyak yang perlu diangkat dari realita yang ada di negeri kita. Sineas harus tetap berani dan bebas mengekspresikan diri lewat film, tapi tidak melupakan Undang-undang Perfilman,” pungkasnya. (hh)