JAKARTA, biem.co — Siti Hardijanti Rukmana, putri Presiden Soeharto yang lebih populer dengan panggilan Tutut, mengajak keluarga besar transmigran untuk mengembangkan peran dan potensi guna memajukan bangsa Indonesia menjadi lebih baik.
Hal itu disampaikan Tutut saat membuka Musyawarah Nasional IV Persatuan Anak Transmigran Republik Indonesia (PATRI) yang berlangsung di Hotel Desa Wisata, Taman Mini Indonesia Indah, Jakarta, 12-14 Maret 2019.
Data sensus tahun 2010 menunjukkan terdapat 15,5 juta transmigran di Sumatera. Sebanyak 4,5 juta lainnya tersebar di Kalimantan dan Papua. Dampak lanjutannya, transmigran berhasil mengembangkan 3.500 desa dengan berbagai infrastruktur, dan 30 desa itu mengalami perkembangan pesat menjadi kabupaten/kota.
“Transmigrasi itu meningkatkan harapan, karena membuat para transmigran memiliki tanah yang cukup untuk diolah guna menghidupi keluarga dan mencapai kesejahteraan,” kata Tutut, Rabu (13/03/2019).
Menurutnya, program transmigrasi tak hanya memperluas kemajuan, melainkan juga merekat persatuan dan kesatuan bangsa.
Program transmigrasi yang digagas Presiden Soeharto tidak hanya meningkatkan taraf hidup, tapi juga menggencarkan pembangunan luar Pulau Jawa, menyeimbangkan sebaran penduduk, pemerataan pembangunan, memperkukuh persatuan dan kesatuan bangsa, dan memperkuat ketahanan nasional terutama transmigran perbatasan.
Selama itu, Presiden Soeharto senantiasa memberikan perhatian serius terhadap kehidupan transmigran dengan membangun sarana pendidikan di desa-desa transmigran, dan akses bagi anak-anak transmigran untuk menempuh pendidikan tinggi. Ini terlihat dari banyaknya anak-anak transmigran gelombang pertama yang menyelesaikan pendidikan tinggi di kota besar, dan berkarier di berbagai bidang profesi.
Pada tahun 2004, anak-anak transmigran membentuk PATRI sebagai wadah pemikiran, pandangan, pembinaan, dan pengembangan sumber daya manusia, mitra pemerintah dalam pembangunan bidang ketransmigrasian.
“Kami anak anak transmigran benar-benar merasakan manfaat transmigrasi, meski pada awalnya tentu harus melalui proses berakit-rakit ke hulu, berenang ke tepian,” kata Ketua Umum PATRI Sugiarto Sumas.
Menurut Sugiarto, kini rata-rata keuarga anak-anak transmigran hidup berkecukupan. “Ada yang berkarier di militer dan mencapai bintang dua, ada yang jadi guru besar dan bekerja di banyak sektor,” lanjutnya.
Meneruskan kerja besar sang ayah, Tutut terus membina PATRI dan memberikan pemikiran tentang apa yang harus dilakukan desa-desa transmigran menghadapi persoalan saat ini.
“Ada banyak tantangan bangsa, yakni kesenjangan kaya-miskin, kesenjangan antar-wilayah, masalah kedaulatan pangan, masalah pemenuhan energi ramah lingkungan dan masalah air layak konsumsi, yang para transmigran bisa bersama-sama berperan menghadapinya. Salah satu yang paling memungkinkan adalah dengan bersama-sama membangun desa mandiri pangan dan energi, setidaknya di wilayah-wilayah transmigran,” papar Tutut.
Dikatakan Tutu, desa mandiri pangan dan energi akan mengurangi ketergantungan energi fosil secara nasional, memacu perkembangan daerah transmigran dan mengurangi kesenjangan Jawa dan luar Jawa. Desa transmigran yang mandiri membuat masyarakat memiliki kedaulatan pangan dan energi, dan mengurangi kesenjangan kaya-miskin.
“Jika ini terwujud, kemakmuran akan hadir di tanah-tanah transmigran,” ungkapnya.
“Saya akan mendampingi para transmigran memajukan bangsa ini,” pungkas Tutut optimis. (hh)