JEJU, biem.co — Keindahan Pulau Jeju memang sudah tak perlu dipertanyakan lagi. ‘Bali’ nya Korea Selatan ini memang menyimpan banyak keistimewaan. Terutama keindahan terumbu karangnya dan santapan laut yang menggugah selera. Tak ayal, banyak sekali turis domestik dan mancanegara memadati Pulau ini untuk berlibur. Saat berkunjung ke Jeju, wisatawan akan bertemu banyak ‘putri duyung’. Penasaran putri duyung yang seperti apa?
Pada umumnya, di Korea menginginkan kelahiran anak laki-laki. Karena mereka menganggap, hanya laki-laki yang mampu diandalkan. Namun, lain hanya di Pulau Jeju. Kelahiran anak perempuan dianggap sebagai suatu anugerah yang sangat membahagiakan. Banyak dari mereka bekerja dari pagi hingga malam dan membuat mereka memiliki tempat spesial di hati para masyarakat Jeju. Terutama para penyelam perempuan yang disebut Haenyeo. Tanpa tabung oksigen dan peralatan yang memadai mereka menyelam selama 2-3 menit dengan kedalaman mencapai 20 meter di bawah permukaan laut. Maka dari itu, tak heran mereka dijuluki sebagai ‘putri duyung’ nya Jeju.
Saat menyelam, mereka hanya membawa pelampung untuk menandai lokasi dan mengenakan jaket pelampung yang sangat berat. Serta tak lupa kacamata renang agar jelas melihat di bawah laut. Ketika kembali ke permukaan, mereka mengeluarkan suara seperti siulan untuk mengeluarkan karbon dioksida dan menghirup oksigen.
Para Haenyeo sudah berlatih menyelam sejak usia dini. Sejak usia 10 tahun mereka terbiasa menyelam selama enam hingga tujuh jam per hari dan melakukan pekerjaan di ladang pertanian dan sawah. Mereka bekerja secara berkelompok dan istirahat bersama dengan menyalakan api unggun, mengobrol, mengeringkan pakaian juga masak makanan laut hasil tangkapan.
Haenyeo memiliki peranan penting dalam melindungi dan menjaga lingkungan ekologi lautan. Koperasi yang dibentuk bahkan mendirikan restoran dan toko hasil tangkapan laut.
Sebuah riset pada 1960 tentang fisiologi penyelam perempuan menyatakan bahwa Pulau Jeju merupakan tempat awal kemunculan para Haenyeo. Dan diperkirakan mereka telah eksis bahkan sebelum masehi. Hal tersebut dibuktikan pada tempat suci nelayan dan penyelam perempuan yang menunjukan mereka telah ada sejak manusia mulai mengumpulkan hasil tangkapan dari laut.
Kendati demikian, jumlah haenyeo menurun drastis akibat serangan hiu dan penyakit jantung. Pada 2002 jumlah penyelam hanya ada 5600 orang, dan lebih dari setengahnya adalah perempuan lanjut usi di atas 60 tahun. Diperkirakan 10 tahun mendatang jumlahnya akan berkurang hingga setengah. Para haenyeo memiliki kebebasan, kemandirian, dan harga diri yang lebih tinggi dari perempuan pada umumnya. Tak hanya pintar berburu di lautan, mereka juga sangat tertarik dengan isu budaya dan sosial.
Jika ingin mengetahui secara detail sejarah haenyeo, sobat biem dapat mengujungi Museum Haenyeo yang berlokasi di Hado-ri tepi pantai Jeju, yang menjadi tempat tinggal para penyelam perempuan. Memiliki 2 galeri, 4 lantai serta arsitektur yang menarik. (rai)