biem.co – Diduga ratusan mahasiswa Indonesia telah menjalani kerja paksa di sebuah pabrik di Taiwan. Hal ini diketahui setelah diungkap oleh anggota parlemen Taiwan dari Partai Kuomintang, Ko Chih-en, dan sudah terdengar oleh berbagai media lokal.
Ratusan mahasiswa ini menjadi buruh pabrik yang bertugas mengemas lensa kontak dengan sif 10 jam. Mahasiswa yang dikabarkan menjalani kerja paksa itu merupakan mahasiswa dari program kuliah-magang yang dibuat oleh Kantor Dagang Ekonomi Indonesia (KDEI).
Kementerian pendidikan setempat sejatinya melarang adanya magang untuk mahasiswa tahun pertama. Namun perguruan tinggi yang dimaksud tetap mempekerjakan para mahasiwa yang diangkut ke pabrik-pabrik.
Ko mengatakan para mahasiswa kuliah pada Kamis dan Jumat, sedangkan pada hari Minggu sampai Rabu mereka diangkut dengan bus-bus ke pabrik di Hsinchu. Di sana, menurut Ko, mereka bekerja dari pukul 07:30 pagi sampai 19:30, dan hanya istirahat dua jam. Mereka juga disebutkan harus berdiri 10 jam per hari, mengepak 30.000 lensa kontak.
Disebutkan Ko, sebagian besar mahasiswa Indonesia merupakan Muslim. Namun, yang mengejutkan, makanan yang disediakan pihak pabrik mencakup hidangan babi. Dia menuduh pihak universitas tidak mendengar keluhan dari para mahasiswa.
Sedangkan dilansir dari detikNews, Pemerintah Taiwan membantah mahasiswa Indonesia menjadi korban kerja paksa di Hsing Wu Science and Technology University. Pemerintah Taiwan kemudian menjelaskan program kuliah magang yang diikuti para mahasiswa ini.
Penjelasan tersebut disampaikan oleh Ketua Perwakilan Kantor Ekonomi dan Dagang Taipei (TETO) Indonesia di Jakarta, John C Cen dalam jumpa pers di kantornya, Gedung Artha Graha, Jakarta Selatan, Jumat (4/1). Pernyataan disampaikan dalam Bahasa Inggris yang kemudian diterjemahkan dalam keterangan tertulis.
“Pemerintah Taiwan selalu mementingkan kesejahteraan mahasiswa dan pekerja asing dan sangat mewajibkan semua universitas dan perguruan tinggi yang berpartisipasi dalam ‘Program Magang Industri-Universitas’ untuk mengikuti aturan dan peraturan yang relevan,” kata John.
John menegaskan para mahasiswa yang magang mendapatkan hak sesuai ketentuan. Dia juga membantah para mahasiswa bekerja lebih dari durasi yang ditentukan yaitu 20 jam. Setelah kabar dugaan kerja paksa ramai beredar, pemerintah Taiwan mengaku melakukan penyelidikan dengan menerjunkan seorang pejabat senior dari Kementerian Pendidikan Taiwan. Pejabat itu mewawancarai para siswa pada 28 Desember 2018 dan 3 Januari 2019.
Direktur Divisi Media Informasi Perwakilan Kantor Ekonomi dan Dagang Taipei (TETO), Kendra Chen, juga menjelaskan bahwa sebanyak 217 mahasiswa Indonesia di Hsin Wu Technology University menandatangani surat dan membuat video dukungan untuk pihak kampus.
“Total 217 siswa di Hsin Wu Technology University, mereka bahkan menandatangani surat dan membuat video untuk menunjukkan dukungan mereka kepada kampus. Mereka menduga kasus itu ada karena beberapa orang berniat buruk atau membuat rumor dengan sengaja,” jelasnya.
Para mahasiswa memastikan pihak universitas tidak memberlakukan kerja paksa dan juga tidak memberikan makanan dari bahan babi kepada para mahasiswa.
Saat ini terdapat sekitar 6.000 mahasiswa Indonesia di Taiwan, 1.000 di antara mereka menjalani skema kuliah magang di delapan universitas mulai tahun ajaran 2017/2018.
Kementerian Luar Negeri Indonesia menyatakan jumlah ini diperkirakan akan terus meningkat di tengah kebijakan pemerintah Taiwan memberikan beasiswa melalui berbagai program kepada mahasiswa dari 18 negara termasuk di Indonesia. [uti]