biem.co — Kabar tsunami lanjutan di sekitar wilayah perairan Banten kembali beredar. Kepala Pusat Data Informasi dan Humas Badan Nasional Penanggulangan Bencana ( BNPB) Sutopo Purwo Nugroho mengatakan dalam siaran pers yang dimuat kompas TV , tidak ada peringatan tsunami lanjutan dari Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika ( BMKG).
“Tidak ada warning (tsunami lanjutan) dari BMKG. Adanya sirine tsunami di Teluk Labuhan, Kecamatan Labuan, Kabupaten Pandenglang yang tiba-tiba bunyi sendiri bukan dari aktivasi BMKG atau BNPB. Kemungkinan ada kerusakan teknis sehingga bunyi sendiri,” papar Sutopo, Minggu (23/12/2018).
“Banyak warga mengungsi mendengar sirine. Shelter tsunami juga penuh oleh pengungsi,” kata dia.
Data terakhir BNPB menunjukkan korban meninggal dunia akibat tsunami yang melanda wilayah pantai sekitar Selat Sunda dan Banten menjadi 62 orang. Sementara korban luka-luka menjadi 584 orang, dan 20 orang masih belum ditemukan.
“Data dampak tsunami sampai dengan 23 Desember 2018 pukul 10.00 WIB, data sementara jumlah korban meninggal 62 orang meninggal dunia, korban luka 584, hilang 20 orang,” kata Sutopo dalam keterangan persnya.
Sementara itu, Kepala Pusat Gempa Bumi dan Tsunami Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Rahmat Triyono mengimbau kepada seluruh masyarakat untuk tidai beraktivitas di pesisir pantai maupun kawasan Gunung Krakatau.
“Kita tunggu update status anak (gunung) Krakatau apakah ada peningkatan (aktivitas vulkanik). Kalau ada peningkatan ya tentunya kita harus kita waspadai,” kata Rahmat dalam konferensi pers di gedung BMKG, Jakarta, Minggu.
Rahmat mengingatkan, potensi gelombang tsunami lanjutan bisa saja terjadi. Sebab, saat ini BMKG memantau adanya aktivitas vulkanik anak gunung Krakatau dan gelombang tinggi akibat cuaca di perairan Selat Sunda. Sehingga masyarakat harus mewaspadai dua hal tersebut.
“Yang pasti berbeda (tsunami) yang diakibatkan gempa bumi. Kalau gempa bumi, tsunami susulan dalam sejarahnya tidak ada. Tapi karena ini berbeda, letusan kan bisa saja awalnya (erupsi) kecil, kemudian (erupsi) besar. Kita harus menunggu update dari teman Badan Geologi,” lmbuhnya.
Rahmat memaparkan, gelombang tsunami akibat erupsi Krakatau sekitar 90 sentimeter. Namun, dengan adanya gelombang tinggi, arus gelombang tsunami bisa bertambah lebih dari dua meter.
“Masyarakat sekitar pantai yang berlibur untuk tidak bermain sekitar pantai. Apalagi di Selat Sunda. Kalau memang itu adanya peningkatan aktivitas vulkanik lebih waspada lagi karena dampaknya ada gelombang tinggi ditambah tsunami,” tegas Rahmat.(IY)