biem.co — Muslim Uighur kembali menjadi sorotan dunia. Mereka diduga ditahan di kamp konsentrasi oleh pemerintah Cina. Seperti diketahui, Uighur merupakan etnis minoritas di Cina yang secara kultural dekat dengan bangsa Turk, daripada mayoritas bangsa Han. Bangsa Uighur mulai dikenal pada awal abad 20 ketika mereka mendeklarasikan kemerdekaan dengan nama Turkestan Timur.
Pada Agustus 2018, sebuah komite PBB mendapat laporan bahwa hingga satu juta warga Uighur dan kelompok Muslim lainnya ditahan di wilayah Xinjiang Barat, dan di sana mereka menjalani apa yang disebut program ‘reedukasi, atau ‘pendidikan ulang’.
Menurut Human Rights Watch (HRW), suku Uighur khususnya, dipantau secara sangat ketat. Mereka harus memberikan sampel biometrik dan DNA. Dilaporkan terjadi penangkapan terhadap mereka yang memiliki kerabat di 26 negara yang dianggap ‘sensitif’. Dan hingga satu juta orang telah ditahan.
Kelompok-kelompok HAM mengatakan orang-orang di kamp-kamp itu dipaksa belajar bahasa Mandarin dan diarahkan untuk mengecam, bahkan meninggalkan keyakinan iman mereka. Konflik bermula ketika sejumlah kebijakan pemerintah Cina mengekang tradisi, budaya, dan agama etnis Uighur yang sudah berabad-abad lamanya.
Sedangkan laporan HRW pada Mei 2014, Cina mengeluarkan program “Kampanye ‘Strike Hard’ Melawan Terorisme Kejam”. Sejumlah Muslim Uighur yang dianggap mempunyai ideologi ekstrem dalam beragama ditahan dan diindoktrinasi otoritas setempat dalam sebuah kamp yang mereka sebut kamp reedukasi.
Selain di Xinjiang, etnis Uighur tersebar sebagai diaspora di berbagai negara. Pada 2014, profesor dari Departemen Hubungan Internasional Universitas Teknik Timur Tengah di Turki menyampaikan, diaspora Uighur menjadi renggang secara wilayah geografi antara lain dari Asia Tengah ke Turki, dari Eropa ke Amerika Serikat, dan dari Kanada ke Australia.
Berdasarkan data yang dilansir dari ACTNews, pada 2008-2010, lima negara penyebaran diaspora etnis Uighur berada di Cina, Kazakhstan, Uzbekistan, Kirgistan, dan Turki. Bahkan, Biro Statistik Wilayah Otonomi Uighur Xinjiang menyebutkan, sekitar 11-15 juta etnis Uighur berdomisili di Xinjiang.
Sementara itu, tingginya represi yang diterima etnis Uighur di Xinjiang membuat sejumlah muslim Uighur di sana mengungsi ke negara-negara yang berbatasan langsung dengan Xinjiang, seperti Kirgistan dan Turki.
Pengamat politik Islam internasional, Syahrul Hidayat, negara-negara mayoritas Muslim seperti Indonesia selama ini mengabaikan persoalan Muslim Uighur karena mereka tidak kuat di hadapan Cina. Syahrul berpendapat, negara Muslim yang kaya minyak seperti Arab Saudi bisa saja melawan Cina, tapi sayangnya, mereka juga tidak memiliki catatan HAM yang baik.
Sementara Iran disebut sedang dalam posisi terjepit. Mereka membutuhkan bantuan Cina untuk mempertahankan posisi diplomasinya di hadapan negara Muslim lainnya yang bermazhab Sunni. Dan negara lain seperti Pakistan justru butuh Cina karena mereka sedang membangun koridor ekonomi dari Xinjiang ke pantai Pakistan. Kecaman internasional semakin meningkat tentang perlakuan Cina terhadap Muslim Uighur. Tetapi, belum ada negara yang mengambil tindakan apa pun selain mengeluarkan pernyataan kritis. (uti)