APHOLOGIA
: Rh
1#
Lama-lama aku mulai mengakrabi, kebisuan malam itu adalah tembang bagimu. Dimana aku belajar meraba alif – lam dan haq bersamaan, saat geguritan tak mampu khatam
Dengan bibir terkunci dan gairah mendaki . Seperti bunga menyedekah wangi tanpa kompromi Diam-diam aku mencuil sahaja lewat kopi saat percakapan menghampiri. Maka bila suatu hari jarak mata ke pipi tak lagi seinchi, ijinkan aku menyapa dari jauh, sebab padamu, selalu kutemukan doa teduh sebening kawruh
2#
Selalu saja aku menyadap hening, dari separoh perjalananmu
Tersebab aku meyakini ada kerendahan hati
Meluruh di antara alarm dan puisi, yang berkali-kali membuatku mati
Untuk sementara
3#
Barangkali aku memang tak pecus apa-apa, tapi bila aku berhasil menaklukkkan usia.
Akan ku graffiti namamu di tikungan. Tanda suwun tiada hingga, kepada semesta. Juga sunyi yang mengomando zikir acap kali
Solo, 2014
Baca Juga
SAJAK KECIL DARI UBUD
1/
Sepulang dari Ubud, sebuah sajak tak henti bersujud. Memohon malam, agar tak melanjutkan kegenitan
Pada langit nikotin, pada senyum maskulin
Biar saja angin berhembus elegi dan memilih sakit jiwa, sebagai akhir cerita
Sebab aku tahu, tak baik menandur kisah dimatamu
2/
Pada anomali perhatian, imajinasi berhamburan. Memeluk harap dan mimpi. Lalu menemui pagi dalam warna sepi. Sebab malam hanya berisi tandus kenangan. Tentang perempuan dan langkah yang tak bosan istighfar
3/
Kelak, aku akan melupakan semua. Jernih udara di pulau dewata juga pohon-pohon kamboja yang menyimpan bijaksana. Sebab disana aku ingin terus hidup. Menikmati rasa kuyup. Sekalipun fana pun dalam intermezo belaka
Solo-Ubud, 2017
SURAT UNTUK BAKAUHENI
I.
Di sepanjang bahumu, kapal-kapal menjelma petilasan
Bagi dada perempuan, yang dikhianati gelombang
Pertemuan senja dengan kepak camar, seperti longsongan mimpi gila
Berabad-abad kerinduannya cuma enigma, pada tiap ujung dhuha
II.
Tak ada lagi sajak cinta di pantai ini, Bakaheuni
Semenjak hasrat bernama masa lalu, meninggali kalimat sepi
360 rusuk mulai merasakan mati, maka salam bagi musyafir yang datang dan pergi
: aku tak kan menyedekahkan penantian
Di bibirmu, ombak dan karang terus berpelukan
Di jantungku, asin lautmu serupa nisan
: tempat birahi karam
III.
Lalu separuh kemudaan kularung, bersama butir pasir dan doa orang fakir
Aku sudah memutuskan amnesia, bagi kecupmu yang menggoda
Raib sudah gairah untuk menggadang perjumpaan
Sekedar membalas tatapan mata pula mengulang kisah manja
Telah dengan sungguh kuikhlaskan, mewarnai namamu dengan hitam
Dari sejarah waktu, dari lipat sembahyangku
Aku memilih renta, seiring terpaan anginmu
Solo, 2017
Baca Juga
DEAR GEORG TRAKL
1/
graffity yang kau tinggal di tubuh sajak
mulai menyergapku, Trakl
menjelma pelukan dan lagu pujian
pada detak isya, ketika gelap tiba
dan aku berantakan
seiring anggun bayangmu diingatan
menjelma bintang hijau
sewarna cinta tak terjangkau
bukan saja sebab kita berpapas di abad berbeda
tapi ketampanan tuturmu adalah mantra
membuatku tak berani membilang rasa
untuk mencantumkan suka
pada elegi jingga
di jiwamu
2/
Sekali lagi saja, Trakl
ijinkan aku istirah di abjad dadamu
sebagai kekasih rahasia, yang disetubuhi merah dupa
biar dalam pilu sejarah, aku bisa mengecup biru kemurungan
menandai jantung
: kasmaran
Solo, 2017/2018
Seruni Tri Padmini, penikmat puisi asal Solo. Sejumlah tulisannya sempat mampir media. Baik Lokal maupun nasional. Pun termaktup di 52 antologi bersama. Buku tunggalnya : Andrawina (2015), Zikir Mawar (2016). Bergiat di sastra pawon. Lolos 15 penulis UWRF 2017. FB: Seruni Unie. Twitter: @bukan_seruni
Rubrik ini diasuh oleh M. Rois Rinaldi.