InspirasiOpini

Opan Ahmad Solihin: Peran Guru sebagai Agen Perubahan (Bagian 2)

Oleh Opan Ahmad Solihin

biem.co — Guru zaman now harus mampu beradaptasi dengan perkembangan teknologi dan produknya, sehingga guru tidak merasa ketinggalan zaman dari muridnya. Selain itu, guru sebagai agent of change dituntut harus mampu mengomunikasikan ide atau gagasan perubahan pada siswa dan lingkungan di sekitarnya yang dilandasi dengan konsistensi yang baik. Dengan demikian, guru zaman now dapat menguasai karakter peserta didik zaman now secara optimal sehingga memberi ruang gerak yang lebih luas dan kreativitas untuk menenamkan nilai karakter baik kepada pesertadidik dan mampu berinovasi dalam pembelajaran.

Guru merupakan sosok sentral dalam dunia pendidikan, karena seorang guru berperan aktif dalam pencarian jati diri anak didiknya, dan mereka pun cukup ikut ambil andil dalam penentuan langkah masa depan seorang anak didik dimana guru berfungsi untuk meningkatkan martabat, dan peran guru sebagai agen pembelajaran yang berfungsi untuk meningkatkan mutu pendidikan nasional.

Namun tentunya hal itu tidak akan terlepas dari banyaknya problematika yang dihadapi dunia guru saat ini. Pada kesempatan ini, problematika akan ditinjau dari segi kompetensi guru itu sendiri. Sekiranya kompetensi guru yang dimaksud meliputi kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, dan kompetensi profesional. Perlu kiranya ada pembahasan mengenai kompetensi guru yang kita kaitkan dengan problematika sosial yang ada saat ini, yakni sebagai berikut:

Kompetensi Pedagogik

Pada kenyataannya terkadang masih banyak guru yang kurang memahami peran pedagogik ini karena beberapa hal, misalnya: memang guru tersebut hanya sebatas melakukan kewajiban mengajar saja, ya karena memang tidak ada pilihan pekerjaan lagi, usianya mengalami kematangan yakni sudah “senior” sehingga merasa sudah tidak terlalu idealis terhadap pedagogik, dan munculnya fenomena unik ketika ada individu yang baru lulus SMA sudah menjadi guru sehingga pedagogiknya masih sangat prematur sehingga murid yang menjadi korban dikarenakan materi yang disampaikan kurang menyeluruh, bahkan ada juga guru yang bersikap “cuek” terhadap perencanaan belajar hingga pengembangan siswa.

Kemudian, saya mendapatkan satu temuan bahwasanya ada oknum guru yang mendapatkan ijazah dengan cara memalsukannya tanpa melalui proses perkuliahan, sehingga tidak heran jika ada oknum guru juga yang kadang memberikan nilai kepada anak didiknya dengan cara “ditembak” atau “diupgrade” seenaknya tanpa melihat berbagai elemen penentu nilai yang dimiliki sang peserta didik, adapun fenomena guru “titipan” yang ada di berbagai tempat menimba ilmu yang mungkin belum tentu guru tersebut mempunyai kapabilitas sebagai seorang guru karena tidak melalui proses seleksi sampai dengan akhirnya banyak didapatkan fenomena bahwa si guru ternyata belum bisa mengajar dengan semestinya dan nantinya siswalah yang  akan menjadi korbannya.

Akibat dari beberapa hal tersebut jika dikaitkan dengan kompetensi pedagogik, hal itu dapat mengakibatkan kurangnya rasa hormat dari siswa kepada guru. Kemudian kemungkinan kompetensi siswapun akan menjadi rendah. Kemungkinan yang terbesar, dampak dari minimnya kemampuan pedagogik yang dimiliki seorang guru adalah ketika melihat realita yang ada bahwa adalah indeks pendidikan siswa Indonesia masih dibawah standar jauh tertinggal dari negara tetangga, seperti Malaysia apalagi Singapura.

Bahkan tak jarang siswa diberi soal termudah sekalipun tetapi pada saat ujian datang siswa tersebut tidak mampu menjawabnya. Salah siapakah itu? Tentunya akan kembali lagi pada peran guru tersebut, sejauh mana guru bisa mengantarkan peserta didiknya. Tapi hal tersebut dapat terobati ketika kita pun mengetahui bahwa tak jarang juga ada siswa justru lebih pintar ketimbang guru itu sendiri dikarenakan memang mereka mengikuti pembelajaran diluar sekolah yakni bimbel, les privat atau mengunduh aplikasi ruang guru.

Kompetensi Kepribadian

Kepribadian seorang guru haruslah mantap dan matang dari segi apapun, karena memang guru akan menghadapi tipikal siswa yang beraneka ragam. Dibutuhkan ketenangan, kesabaran, dan keikhlasan dalam menghadapi siswanya. Seorang guru harus mampu bertanggung jawab ketika hadirnya ditunggu, hilangnya dirindu, ilmunya diburu, nasihatnya diseru, dan tingkahlakunya ditiru. Jika guru tidak “berkepribadian” baik, sudah barang tentu jika nantinya akan bermunculan oknum siswa yang menjadi liar, nakal, dan brutal. Hal yang sudah sering terlihat contohnya seperti mencontek, tawuran, dan kriminalitas akan terjadi dimana saja karena memang siswanya tidak memiliki kepribadian yang mantap, yang menjadi salah satu indikator penyebabnya adalah peran guru itu sendiri meskipun faktor pergaulan mendominasi hal negatif tersebut.

Kompetensi Sosial

Sudah tidak zamannya lagi ketika seorang guru bersikap kaku terhadap siswanya, misalnya guru harus mampu menguasai iptek dan dunia siswa masa kini. Seorang guru pun harus selalu “up to date” terhadap hal apapun termasuk media sosial yang menjadi salah satu pintu masuk pergaulan siswa di dunia sosialnya. Dan ketika ditelaah, ada fenomena yang terjadi di lingkungan tempat menimba ilmu, bahwasanya ada sesama guru yang memiliki kompetensi sosial yang minim. Contohnya saat ini masih saja ada oknum guru yang iri dengan sesama teman seprofesinya juga yakni guru. Hal ini dikarenakan adanya sosok guru yang dikagumi siswanya dan dekat dengan siswanya dalam hal yang positif.

Hal tersebut mengindikasikan bahwasanya kompetensi sosial yang dimiliki guru tersebut sangat kurang. Karena yang terjadi seharusnya sesama guru semestinya bisa menjadi partner yang saling mendukung dan melengkapi bukan saling iri, dengki, bahkan bermusuhan. Jika ada sosok guru seperti itu, maka sangat tidak layaklah ia menjadi seorang guru karena sudah seharusnya guru saling mengayomi dan mampu bergaul dengan baik antar sesama guru. Selain itu, guru pun harus mampu berkomunikasi yang baik dengan orangtua siswa dan masyarakat, karena tak jarang jika di komunitas masyarakat terjadi suatu permasalahan, biasanya orang yang berprofesi gurulah yang akan dimintai pendapatnya untuk menyelesaikan masalah tersebut.

Namun apa yang terjadi saat ini? Salah satu contohnya malah banyak guru yang dilaporkan ke polisi oleh oknum orangtua siswa karena hal-hal yang sangat sepele, seperti mencubit, menghukum siswa, dan lain sebagainya, yang seharusnya hal tersebut dilakukan guru guna mendidik siswa agar lebih disiplin dalam menaati perintah guru dan aturan sekolah. Kadangkala orang tua siswa tersebut tidak menyadari bahwasanya ketika dulu pun mereka pernah diajar oleh guru dan seharusnya mereka memperlihatkan rasa hormat, bukan malah mempidanakannya dengan alasan telah menghukum anaknya. Pidana seharusnya bisa diterapkan terkecuali jika guru tersebut telah melakukan tindakan asusila dan perilaku kriminal lainnya, jika ya maka bolehlah ditindak tegas secara hukum.

Kompetensi Profesional

Reward dari kompetensi profesional ini adalah sebuah tunjangan profesi yang besarannya satu kali gaji, sehingga tidak ada lagi alasan bahwa pemerintah tidak memerhatikan kesejahteraan guru. Akhirnya sekarang guru bisa menikmati kesejahteraan yang mungkin dulunya tidak didapatkan. Tapi di balik TPG (Tunjangan Profesi Guru) ini justru banyak guru yang melakukan “malpraktek”. Artinya, guru lulusan bidang studi major A tapi mendapatkan TPG untuk bidang studi major B. Hal ini mereka lakukan dengan alasan “daripada”. Artinya, daripada mata pelajaran yang di”ampunya” lama keluar (terealisasi) TPG-nya, lebih baik mata pelajaran yang lain saja yang diikuti supaya lebih cepat terealisasi untuk pencairan TPG. Hal tersebut mengindikasikan bahwasanya memperlihatkan guru tersebut bersikap materialis tanpa berpikir output yang akan mereka berikan pada siswa.

Imbasnya hal tersebut berbanding lurus dengan hasil UKG (Uji Kompetensi Guru) yang mana jika dilihat dari beberapa daerah, hasilnya sangat mencengangkan dimana hampir 80% guru bernilai di bawah 50. Artinya, kompetensi guru masih rendah dan jauh dari harapan, dan yang ada, beberapa oknum guru tersebut hanya mengejar materi tanpa menghiraukan kompetensi diri yang masih jauh dari kata profesional yang seharusnya hal ini menjadi indikator untuk instropeksi diri demi pengabdian dalam dunia pendidikan.

Di sisi lain, ada juga guru yang belum profesional tapi kinerjanya bagus. Sayangnya nasib mereka masih jauh dari kata beruntung karena belum adanya kesempatan, bahkan ketika ada kesempatan justru disalip oleh pihak-pihak yang tak bertanggung jawab. Dan yang lebih mengharukan lagi, masih banyak guru honor yang berjuang mencerdaskan anak bangsa tapi kesejahteraannya luput dari perhatian Pemerintah. Pada intinya, jika guru masih disibukkan dengan diri sendiri, maka kapan mengaktualisasikan profesionalnya kepada peserta didik?

Sudah saatnya seorang guru mengimplementasikan dirinya dengan cara mengajar yang profesional artinya harus mampu menggunakan metode-metode yang menarik dan menyenangkan bukan hanya pada ceramah semata. Peran guru sebagai agen perubahan dalam membangun guru yang hebat madrasah bermartabat dimana kemampuan siswa saat ini jauh selangkah lebih maju dari gurunya sebab banyak hal yang mereka ketahui dari media sosial dan lingkungan sekitar.

Peranan guru sebagai agen perubahan dalam membangun guru yang hebat madrasah bermartabat sangatlah tidak mudah. Hal ini dipengaruhi oleh beberapa aspek, di antaranya kemajuan produk teknologi saat ini, problem guru itu sendiri, dan batasan guru yang hebat itu seperti apa terlebih jika yang harapan tertingginya adalah madrasah bermartabat.

Merujuk pada pembahasan sebelumnya di mana saat ini yang dihadapi oleh guru adalah perubahan itu sendiri. Zaman dulu dan zaman sekarang sudah beda, guru dituntut untuk dapat terus menginovasi dalam proses pembelajarannya, mampu menguasai iptek, mampu menguasai karakter siswa yang berbeda dan terlebih harus mampu menguasai masalah-masalah dalam diri guru itu sendiri yang meliputi masalah kompetensi guru terhadap problem sosialnya.

Belum lagi kasus-kasus yang dihadapi oleh guru yang berkaitan antara siswa dan orang tua. Seperti baru-baru ini yang terjadi di SMAN 4 Kupang, dimana guru SMA ditendang oleh orang tua siswa di dalam kelas saat mengajar gara-gara anaknya hanya dicolek bagian pipinya oleh sang guru sebab hp gurunya terjatuh saat mereka berpapasan. Dan itu hanya kasus sebagian kecil yang mana masih banyak kasus-kasus lainnya yang tentunya membuat miris dunia pendidikan saat ini. (red)


Opan Ahmad Solihin, Guru PKn MTsN 1 Kota Serang.


Rubrik ini diasuh oleh Fikri Habibi.

Editor: Yulia

Tulisan yang Tak Kalah Menarik

Back to top button