KABUPATEN SERANG, biem.co – Menanggapi aksi penolakan pembangunan Batching Plant oleh PT. Presisi di Lapangan Gusdur, Cigodeg, Kecamatan Petir, Kabupaten Serang beberapa waktu lalu, pemerintah terkait mengundang masyarakat untuk bermusyawarah di Kantor Kecamatan Petir, Senin (03/12).
Hadir dalam Musyawarah Pimpinan Kecamatan (Muspika), Camat Petir, Kapolsek Petir, Danramil, perwakilan PT. Presisi, Kabid Wasdal Kabupaten Serang, dan puluhan masyarakat dari dari tiga desa, yaitu Desa Tambiluk, Mekar Baru, dan Sindangsari.
Diketahui sebelumnya, Rabu (28/11) dua jam pasca aksi masyarakat diaudiensi oleh pemerintah desa terkait aksi penolakan pembangunan Batching Plant tersebut, namun tidak membuahkan hasil dan berujung ricuh.
Mengawali musyawarah, Camat Petir, Ajat Sudrajat menyampaikan gambaran bahwa di beberapa wilayah di Kabupaten Serang sedang ada program Nasional berupa pembangunan Tol Serang-Panimbang.
“Ini program Nasional, tentu bermanfaat untuk masyarakat. Mereka (PT. Presisi) mencari lahan untuk pembuatan Batching Plant baik dari segi jarak maupun kemudahan untuk menyuplai barang cor,” terangnya.
Ia menegaskan, pihaknya tidak melalaikan aspek administrasi (perizinan) maupun aspek sosial.
“Keberadaan perusahaan sifatnya sementara. Memang ada kelebihan atau kekurangan. Terlebih dalam proses perizinan ada kesalahpahaman informasi,” tandasnya.
Sementara itu, Ust. Asja, pengasuh Ponpes Dar et-Taqwa Petir yang lokasi di depan batching plant menegaskan proses perizinan tidak terbuka baik dari pihak perusahaan atau pun pemerintah sekitar.
“Dulu izinnya untuk penyimpanan alat berat. Nyatanya dibuat batching plant. Padahal nantinya akan menimbukan polusi bagi masyarakat sekitar,” tandasnya.
Ia mengaku, didatangi oleh pihak desa untuk menandatangi persetujuan bahwa di lokasi itu akan dijadikan tempat penyimpanan alat berat.
“Ada pihak desa yang meminta tanda tangan sambil memberi uang Rp50 ribu. Katanya sih dari pribadi,” tukasnya.
“Kami kecewa. Apakah tidak ada opsi lain agar lokasi pembangunannya di pindahkan ke daerah lain,” pungkasnya.
Namun demikian, Urip, perwakilan PT. Presisi mengaku bahwa sebelum dilakukan pembangunan, pihaknya telah menyampaikan bahwa di lokasi itu akan dibangun batching plant untuk pengolahan beton untuk menyuplai jalan Tol Serang-Panimbang.
“Alasan pemilihan lokasi sesuai dengan kebutuhan proyek, ada jarak yang harus kami penuhi. Kalau terlalu jauh kualitas beton menurun, nantinya tidak akan berjalan. Karena ini proyek Nasional untuk membuka program pengembangan wilayah,” ungkapnya.
Untuk simpang susun Cikeusal dan Tunjung Teja, imbuhnya, kira-kira alternatifnya di situ, kami pernah mencari tempat lain tapi tidak strategis.
“Terus terang, kami kecewa setelah mendengar apa yang disampaikan ke masyarakat tidak sesuai. Kalau dulu masyarakat tidak setuju, kami tidak akan melaksanakannya. Sebab dari awal, kami minta untuk batching plant,” paparnya.
Menurutnya, PT. Presisi sudah melangkah lebih jauh, meskipun sekarang masih tahap pembangunan. “Kami sudah kehilangan banyak waktu, saya khawatir proyek ini terhambat,” serunya.
“InsyaAllah, kami akan mengelola batching plant ini dengan baik sesuai aturan,” tandasnya.
Menanggapi penyampaian pihak perusahaan, Heri, perwakilan tokoh di Desa Sindangsari menegaskan proses pembangunan batching plant ini kurang sosialisasi baik dari perusahaan maupun pemerintah daerah baik kecamatan maupun desa.
“Kami masyarakat yang berada di dekat lokasi itu tidak tahu adanya perusahaan itu. Atas nama masyarakat kami mendukung program pemerintah, tapi tolong jangan korbankan masyarakat.
“Polusi tidak akan terjaga, air pun akan terkendala. Padahal jelas-jelas lokasi itu adalah pusat pendidikan dan padat penduduk,” tegasnya.
Ia menyatakan, daripada mengobati lebih baik mencegah karena itu daerah pendidikan, ada sekolah dasar, smp, pondok pesantren maupun masyarakat.
“Dengan tegas kami menolak pembangunan itu, cari saja tempat yang lebih nyaman dan aman demi kepentingan masyarakat,” serunya.
Sementara itu, Haerofiatna, Kabid Wasdal Kabupaten Serang yang hadir dalam musyawarah menyampaikan bahwa PT. Presisi sudah melaksanakan proses perizinan sejak 2 bulan lalu.
“Perizinan ditempuh dengan cara online. Di antaranya, izin lokasi, izin lingkungan, izin usaha, pendaftaran kepesertaan BPJS kesehatan dan ketenagakerjaan, pertanahan, dll,” terangnya.
“PT Presisis ini hanya bersifat sementara, hanya setahun untuk proyek Nasional saja. Nanti kita akan melarang kalau ada bangunan permanen,” tandasnya.
Ia menegaskan, pihaknya tidak bisa mencabut izin tersebut, karena sudah dari pusat dengan menggunakan sistem OSS. “Meskipun begitu, sudah ada komitmen bersama,” tutupnya.
Sementara itu, Imat Rahmatullah, perwakilan warga Desa Sindangsari tetap menolak pembangunan batching plant tersebut karena tidak sesuai dengan Perda RTRW No. 10 Tahun 2011, UU. Nomor. 32 Tahun 2009, dan Permendagri Nomor. 19 Tahun 2017.
“Proses penandatanganan izin lingkungannya tidak sesuai prosedur. Pihak perusahaan tidak terbuka ketika mendirikan usaha, awalnya hanya penyimpanan alat-alat berat berubah fungsi menjadi pembangunan bacthing plant,” ungkapnya.
Ditambahkannya, tidak menutup kemungkinan keberadaan batching plant itu akan merugikan masyarakat sekitar.
“Bila penolakan tidak ditanggapi atau tidak ada solusi dari pihak terkait, kami akan melakukan aksi kembali dengan masa yang banyak ke Bupati Serang,” tukasnya.
Berdasarkan pantauan biem.co di lokasi, musyawarah ini tidak membuahkan hasil, masyarakat tetap menolak pembangunan batching plant. (Af)