KabarTerkini

Keislaman dan Keindonesiaan yang Kompatibel Belum Dipahami Generasi Muda dengan Jelas

TANGERANG, biem.co – Diskursus pemikiran dan hubungan keislaman serta keindonesiaan seperti mengalami kemandegan di era milenial ini. Menanggapi hal tersebut, Ketua Umum Pengurus Besar (PB) Mathla’ul Anwar, KH. Ahmad Syadeli Karim menuturkan, Pancasila merupakan hadiah umat Islam untuk Indonesia sehingga harus diterima oleh semua komponen bangsa dengan lapang dada, Kamis (29/11).

Dalam siaran pers yang diterima kru biem, Mathla’ul Anwar sendiri dengan tegas menyatakan bahwa MA berdasarkan Islam dan berfalsafahkan Pancasila sehingga keislaman dan keindonesiaan sudah final mengikat bangsa ini untuk hidup bersama dengan damai dan sejahtera. Lima sila pada Pancasila merupakan nilai-nilai universal Islam yang dapat dipraktekkan dalam kehidupan pribadi serta berbangsa dan bernegara.

Dalam siaran persnya disebutkan bahwa keislaman seperti kembali dibenturkan dengan keindonesiaan sehingga banyak aktivis pemuda merasa ragu apakah keindonesiaan—yang dalam hal ini bermakna kebangsaan—kompatibel dengan Islam.

Padahal, diskursus pemikiran dan hubungan keislaman dan keindonesiaan telah menjadi pembahasan klasik sejak era Tjokroaminoto, Soekarno, KH. Uwes Abu Bakar, KH. Hasjim Asy’ari, dan KH. Ahmad Dahlan.

Disebutkan juga bahwa diskursus tersebut bermuara pada konsensus bersama yaitu Bangsa Indonesia menerima Pancasila sebagai dasar negara yang kompatibel dengan Islam.

Sedangkan menurut Ketua Umum DPP Generasi Muda Mathla’ul Anwar, Ahmad Nawawi, kesadaran bahwa keislaman dan keindonesiaan yang kompatibel itu seringkali belum dipahami oleh generasi muda dengan jelas sehingga seringkali gamang ketika menghadapi pihak-pihak yang berupaya membenturkan keduanya.

“Berdasarkan realitas tersebut diskusi bertema ‘Revitalisasi Peran Keislaman dan Keindonesiaan Pemuda untuk Kedaulatan Bangsa’ menjadi penting sebagai upaya menjembatani pemikiran yang seharusnya telah final tersebut kepada generasi muda,” jelasnya dalam keterang pers.

Secara lebih khusus, lanjut Ahmad Nawawi, agar generasi muda Mathla’ul Anwar dapat menjadi connecting agent (agen penghubung) dan binding agent (agen pengikat) di tengah bangsa yang majemuk dari Sabang hingga Merauke.

“Dengan kata lain Generasi Muda Mathla’ul Anwar harus menolak pemikiran, ucapan, dan tindakan yang dapat merusak hubungan baik antara keislaman dan keindonesiaan demi menjaga keutuhan bangsa yang berdaulat,” imbuhnya. (Iqbal)

Editor:

Tulisan yang Tak Kalah Menarik

Back to top button