biem.co — Menurut analisis terbaru Nomura Holding, perusahaan holding keuangan Jepang dan anggota utama dari Nomura Group menyatakan Indonesia masuk ke dalam tujuh negara yang berisiko rendah terhadap krisis mata uang mengikuti Brasil, Bulgaria, Kazakhstan, Peru, Filipina, Rusia, dan Thailand.
Menurut keterangan dari Nomura Holding dari tujuh negara tersebut di atas, potensi krisis Indonesia merupakan yang paling rendah. Dalam hasil analisis terbaru, mereka menyatakan bahwa hasil atau gambaran tersebut penting. Karena di saat bersamaan, sejumlah negara berkembang rentan mengalami krisis.
Nomura juga menyatakan ada tujuh negara berkembang di dunia yang rentan dan memiliki risiko besar terjangkit krisis mata uang.
Terdapat tujuh negara berkembang di dunia memiliki risiko besar mengalami krisis mata uang yakni Pakistan, Turki, Sri Lanka, Afrika Selatan, Argentina, Mesir dan Ukraina, yang saat ini tengah mengalami krisis mata uang dengan Score Damocles lebih dari 100.
“Ini hasil penting, karena investor lebih fokus pada risiko. Penting untuk tidak menyamaratakan risiko krisis pada negara-negara berkembang,” bunyi analisis Nomura seperti dikutip dari laman CNNindonesia, Kamis (13/09).
Sementara itu, Menteri Keuangan, Sri Mulyani di sela-sela kegiatan Forum Ekonomi Dunia (WEF) untuk Asean di Hanoi, Vietnam mengatakan pelemahan mata uang rupiah yang terjadi kemarin berimbas besar bukan pada utang, tapi pada defisit neraca transaksi berjalan.
“Yang membedakan setiap negara adalah kerentanan terhadap faktor eksternal. Indonesia bukan pada hutangnya, namun pada defisit transaksi berjalan,” ujarnya.
Ia mengatakan undang-undang di Indonesia telah mengatur defisit transaksi berjalan tak boleh melebihi tiga persen dari PDB. Angka defisit yang terjadi belakangan ini menurutnya masih bisa dikendalikan. (IY)