biem.co – Di hadapan dolar Amerika Serikat (AS), rupiah melemah cukup tajam. Sepanjang pekan ini, rupiah melemah 0,6%. Tidak hanya itu, rupiah juga menyentuh titik terlemahnya sepanjang 2018. Ditarik lebih ke belakang, rupiah berada di posisi terlemah sejak Juli 1998, saat Indonesia mengalami krisis moneter (krismon).
Namun, bukan hanya rupiah saja yang tidak berkutik di hadapan dolar AS. Berbagai mata uang utama Asia pun mengalami hal serupa.
Sepekan ini dolar Singapura melemah 0,52%. Kemudian ringgit Malaysia melemah 0,02%, baht Thailand terdepresiasi 0,46%, won Korea Selatan minus 0,1%, yuan China terkoreksi 0,39%, dolar Taiwan tekor 0,03%, dan rupee India anjlok 1,49%, sebagaimana dilansir CNBC.
Rupiah jadi mata uang dengan pelemahan kedua terdalam di antara mata uang utama Benua Asia. Depresiasi rupiah hanya lebih baik ketimbang rupee.
Namun, Sejatinya Dolar As agak tertekan pekan ini. Dollar Index, yang mencerminkan posisi greenback di hadapan enam mata uang utama, melemah tipis 0,01% dalam sepekan terakhir.
Sentimen negatif terhadap mata uang Negeri Paman Sam datang dari reaksi pasar terhadap pidato Jerome Powell, Gubernur The Federal Reserve.
Dalam pertemuan tahunan akhir pekan lalu, pengganti Janet Yellen itu dinilai tidak memberikan petunjuk yang jelas mengenai potensi kenaikan suku bunga yang lebih agresif.
Meski kembali menegaskan bahwa The Fed akan menaikkan suku bunga secara bertahap, Powell justru menyebutkan AS belum mengalami masalah inflasi yang berarti.
Hal tersebut membuat pasar bertanya-tanya, apakah The Fed akan tetap menaikkan suku bunga acuan empat kali sepanjang 2018? atau kembali ke perkiraan awal, yaitu tiga kali?
Kesepakatan dagang AS – Meksiko dalam rangka pembaruan Perjanjian Perdagangan Bebas Amerika Utara (NAFTA) dinilai menjadi faktor pemberat lain bagi greenback. Aura damai dagang pun merebak, karena sebelumnya dua negara yang bertetangga itu sempat terlibat friksi dagang.
Baca juga:
AS mengenakan bea masuk 25% bagi baja dan 10% untuk aluminium dari Negeri Sombrero sejak Juni. Langkah itu langsung dibalas Meksiko dengan membebani bea masuk 20-25% untuk produk-produk AS seperti daging babi, keju, dan sebagainya.
Namun dengan adanya kesepakatan AS – Meksiko, keduanya sudah berdamai. Ada peluang bea masuk yang ada akan dicabut. Akibat damai dagang tersebut, investor pun mulai berani mengambil risiko dengan masuk ke negara-negara berkembang.
Aliran modal yang keluar dari negeri Adidaya membuat dolar AS kehilangan pijakan dan cenderung melemah. (Iqbal/red)