biem.co – Rencana pemerintah untuk membatasi impor bahan baku dan barang modal, dikeluhkan oleh Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo).
Wakil Ketua Umum Apindo, Shinta Widjaja Kamdani mengatakan rencana tersebut justru kontra-produktif dengan upaya menggenjot ekspor produk asal Indonesia. Karena, jika ingin meningkatkan ekspor bagaimana harus mengurangi impor bahan baku, hal itu dirasa tidak mungkin.
“Pemerintah perlu berhati-hati jika ingin mengurangi impor bahan baku dan barang modal, saya mengerti alasan pemerintah melakukan kebijakan tersebut bertujuan untuk mengurangi defisit neraca dagang,” kata Shinta.
Neraca perdagangan sepanjang semester pertama tahun ini tercatat defisit US$1,02 miliar. Defisit tersebut sebenarnya sudah lebih rendah dibandingkan posisi Januari hingga Mei 2018 yang mencapai US$2,83 miliar.
Jika melihat data BPS menunjukkan impor bahan baku/penolong pada semester pertama tahun ini naik 21,54 persen dibanding periode yang sama tahun lalu menjadi US$66,49 miliar. Sedangkan barang modal, naik 31,84 persen menjadi US$14,37 miliar.
“Kalau saya sih ini (pembatasan impor) enggak bisa melihat cuma sekedar untuk memperbaiki defisit karena kita butuh bahan bakunya,” tuturnya.
Nantinya, lanjut Shinta, dampaknya akan jangka panjang apabila bahan baku yang dibatasi impornya tidak tepat. Pengusaha bakal kesulitan untuk memproduksi barang-barang ekspor dan pada akhirnya mereka akan kehilangan pasar di luar negeri.
Shinta meminta pemerintah untuk mempertimbangkan dalam hal memutuskan barang-barang modal dan bahan baku yang akan dibatasi impornya.
“Kalau kami enggak bisa produksi barang ekspor tersebut, kemudian ekspornya batal dan pembelinya pindah ke market lain kan bisa dong,” terang Shinta.
Dilansur cnni, menurut Shinta, pemerintah dan pengusaha perlu duduk bersama untuk merumuskan barang-barang baku yang dibatasi impornya. Pasalnya saat ini kebijakan tersebut baru di level rencana dan pengusaha belum mendapat kejelasan akan hal itu.
Shinta juga menambahkan bahwa kedepannya pemerintah perlu memastikan bahan baku dan barang modal yang dibatasi tersebut dapat disubstitusi dari dalam negeri. Barang substitusi itu juga harus mempunyai harga dan kualitas yang minimal sama dengan yang sebelumnya diimpor.
Perlu diketahui, hingga saat ini industri di Indonesia masih belum mampu untuk memproduksi barang modal dan bahan baku untuk kebutuhan industri.
“Kami harus lihat apa ada bahan baku yang bisa untuk alternatif? Harga juga mesti kami lihat, harus kompetitif karena nanti kan ada pengaruh ke harga ekspornya,” tutup Shinta. (Iqbal)