JAWA TIMUR, biem.co — Hafid Bahtiar, lulusan Akmil peringkat 77 Akademi Militer (Angkatan Darat) tahun 2018 si anak pedagang gorengan yang menjadi Akmil. Seperti apa perjalanannya hingga menjadi lulusan Akmil?
Hafid yang lahir di Tulungagung, 30 Desember 23 tahun silam merupakan anak kedua dari empat bersaudara dari pasangan Mujani dan Supriatin. Kedua orang tua Hafid merupakan pedagang gorengan di sebuah desa kecil di wilayah Kecamatan Boyolangu Kabupaten Tulungagung, Jawa Timur.
“Saya dan istri mengolah adonan jajanan gorengan, Hafid mengantarkan gorengan ke warung-warung. Meski sekarang sudah tidak jual gorengan lagi dan lebih sering menerima kerja serabutan,” kata Mujani.
Postur jangkung dan fisik kuat yang terbentuk dari kegiatan kesehariannya sebagai pemain basket dari SMAN 1 Campurdarat Tulungagung merupakan modal awal dia mendaftar Taruna Akmil.
“Dia niat dengan keinginan sendiri untuk menjadi Taruna Akmil. Dua kali daftar semuanya Akmil, usai gagal di pendaftaran yang pertama sempat ditawarin untuk mendaftar Secaba tetap kokoh untuk daftar Akmil,” ungkapnya.
Mujani juga menyebutkan bahwa anaknya mempunyai tekad yang bulat untuk menjadi Taruna Akmil meski dihadapkan dengan kondisi sederhana yang melekat pada kedua orangtuanya di Kabupaten Tulungagung.
“Bismillah saja. Nggak usah memikirkan biaya untuk masuk Taruna,” ujar Mujani sambil menirukan ucapan Hafid saat daftar Taruna Akmil.
Mujani menjelaskan bahwa anak keduanya ini mendaftar dua kali sebagai Taruna untuk Akmil pada tahun 2013 dan tahun 2014 dan akhirnya dinyatakan lulus pada tahun 2014.
Hafid mengaku sebelum diterima sebagai Taruna Akmil, ia sering membantu meringankan beban kedua orang tuanya dalam mencari nafkah. Ia menceritakan bagaimana gigihnya kedua orang tuanya bekerja keras untuk menghidupi keluarganya.
“Orang tua saya pernah berdagang bakso, gorengan, jagung dan kacang rebus di pinggir jalan. Masih ingat di memori saya waktu sekolah di SD dan SMP membawa gorengan saya jual di sekolah,” ungkapnya.
Menginjak remaja, siswa SMA Negeri 1 Campurdarat masih gigih membantu meringankan beban orang tuanya. Mulai dari menjadi tukang batu marmer sepulang sekolah hingga meluangkan waktu melatih basket anak-anak di kampungnya.
“Honor yang didapat lumayan buat beli makan sehari-hari dan uang saku sekolah,” ucapnya dengan senyum.
Hafid selalu bersyukur dengan segala karunia yang diberikan oleh Tuhan Yang Maha Esa. “Semua yang kami dapat selalu kami syukuri untuk kebutuhan sehari-hari,” tambah pemilik tubuh jangkung yang hobi basket dan voli ini.
Hafid selalu mengingat pesan moral dari orang tuanya untuk selalu semangat dan tidak mudah putus asa. “Jangan pandang siapa orang tuamu atau keluargamu. Tetapi berbanggalah darimana keluargamu,” ungkapnya.
Meski tidak menonjol secara prestasi, pemilik tubuh jangkung ini menjabat mayoret Taruna Drum Band saat menjadi Taruna Akmil.
Keluarga Hafid hampir gagal mengikuti kegiatan Prasetya Perwira (Praspa) yang dilaksanakan di Istana Presiden. Pasalnya Mujani dan keluarga mengaku belum siap sarana dan pra sarana serta akomodasi untuk datang ke Istana Presiden di Jakarta.
Mendengar kabar tersebut, Pangdam V/Brawijaya melalui Aspers Kasdam menyampaikan atensinya untuk memberikan perhatian kepada keluarga Taruna Akmil dari Tulungagung ini.
Menjawab atensi dari Pangdam V/Brawijaya, Danrem 081/DSJ dan Dandim 0807/Tulungagung memfasilitasi segala keperluan yang dibutuhkan keluarga Hafid untuk dapat mengikuti kegiatan Prasetya Perwira di Istana Presiden hingga.
Presiden Joko Widodo (Jokowi) melantik 724 Prasetya Perwira (Praspa) TNI dan Polri tahun 2018 di halaman depan Istana Merdeka Jakarta pada Kamis Juli 2018 yang lalu.
Hafid usai Prasetya Perwira (Praspa) TNI dan Polri tahun 2018 dirinya resmi menjadi Perwira TNI AD Korps Artileri Medan (Armed). Meski dari keluarga yang kurang mampu, ia tetap bangga menjadi seorang prajurit dan bercita-cita menjadi Jenderal.
“Meski saya anak seorang kuli bangunan, tetapi cita-cita saya ingin menjadi Panglima TNI,” tutur Hafid. (Awd/Jmb)