biem.co — Setelah sebelumnya memberikan peringatan dini terhadap gelombang tinggi yang berpuncak pada 19 Juli 2018, BMKG kembali memberikan peringatan berikutnya lantaran gelombang tinggi diperkirakan masih akan terjadi pada tanggal 22 – 26 Juli 2018.
Puncak ekstrem gelombang dengan ketinggian 2,5 – 6 meter ini diperkirakan terjadi pada tanggal 24 – 25 Juli. Seperti dalam rilis yang dipublikasikan oleh pihak BMKG, berikut prakiraan tinggi gelombang laut di perairan Indonesia pada tanggal 22 – 26 Juli 2018:
1. Tinggi Gelombang 1.25 – 2.5 m (Sangat Waspada) berpeluang terjadi di Selat Malaka bagian utara, Laut Natuna Utara, Laut Jawa, Perairan timur Kotabaru, Selat Makassar bagian selatan, Perairan Kep. Selayar, Laut Flores, Perairan Baubau – Kep. Wakatobi, Laut Banda, Perairan selatan P. Buru – P.Seram, Perairan Kep. Kei-Kep. Aru, Perairan Kep. Babar-Kep. Tanimbar, Laut Arafuru, Perairan Jayapura.
2. Tinggi Gelombang 2.5 – 4 meter (Berbahaya) berpeluang terjadi di Perairan Sabang, Perairan utara dan barat Aceh, Perairan barat P. Simeulue hingga Kep. Mentawai, Perairan barat Bengkulu – Kep. Enggano, Perairan barat Lampung, Selat Sunda bagian selatan, Perairan selatan Jawa hingga P. Sumbawa, Selat Bali – Selat Lombok – Selat Alas bagian selatan, Perairan selatan P. Sumba, Laut Sawu, Perairan selatan – P. Rote.
3. Pada tanggal 24 – 26 Juli 2018 berpeluang terjadi peningkatan tinggi gelombang menjadi 4 – 6 meter (Sangat Berbahaya) di Perairan barat Aceh, Perairan barat P. Simeulue hingga Kep. Mentawai, Perairan barat Bengkulu – Lampung, Samudra Hindia barat Sumatra, Perairan selatan Jawa hingga P. Sumba, Selat Bali – Selat Lombok – Selat Alas bagian selatan, Samudra Hindia selatan Jawa hingga NTB.
Diketahui, bahwa faktor yang menyebabkan terjadinya kondisi cuaca signifikan tersebut ialah masuknya perioede puncak musim kemarau (Juli – Agustus), khususnya di wilayah Indonesia bagian selatan (Jawa, Bali, Nusa Tenggara).
“Hal ini ditandai dengan berhembusnya massa udara (red: angin) yang dingin dan kering dari wilayah Australia yang berdampak pada minimnya potensi hujan dan terjadi peningkatan kecepatan angin di wilayah Indonesia bagian selatan pada periode tersebut,” kata Kepala BMKG Dwikorita Karnawati, dalam keterangannya, Sabtu (21/07).
Lebih lanjut, Dwikorita menyebut kondisi tekanan tinggi yang bertahan di Samudera Hindia (barat Australia) atau disebut dengan istilah Mascarene High memicu terjadinya gelombang tinggi di perairan selatan Indonesia.
Hal ini dikarenakan kecepatan angin yang tinggi di sekitar wilayah kejadian Mascarene High di Samudera Hindia dan terjadinya swell atau alun yang dibangkitkan oleh Mascarane High menjalar hingga wilayah Perairan Barat Sumatra, Selatan Jawa hingga P.Sumba.
“Kondisi tersebut juga berdampak pada peningkatan tinggi gelombang hingga berkisar 4.0 – 6.0 meter di perairan selatan Jawa hingga Nusa Tenggara,” pungkasnya.
Masyarakat pun diimbau untuk waspada akan potensi bencana yang terjadi. Kapal-kapal, terutama perahu nelayan dan kapal-kapal kecil diminta untuk tidak memaksakan diri melaut serta tetap waspada dan siaga dalam melakukan aktivitas pelayaran. (HH)