biem.co — Sebagai olahraga—yang dapat dikatakan—mahal, tak banyak orang menggeluti profesi sebagai Instruktur Selam. Untuk menyelam sendiri tentunya diperlukan ilmu dan keahlian khusus terkait teknik dan alat-alat selam, serta peraturan-peraturan dalam penyelaman.
“Kalau di selam itu, semua orang harus bisa renang. Tapi nggak harus jadi atlet renang,” kata Cakra Adiwijaya, pemuda asal Kota Serang yang belum lama ini mendapatkan gelar sebagai Instruktur Selam.
Cakra sudah menggeluti praktik selam sejak Open Water pertamanya di Padangbai, Bali, tahun 2014 silam. Sepanjang tahun 2014 hingga 2015, ia terus melakukan selam untuk mengambil sertifikasi Dive Master.
“Untuk menaikkan sertifikat, ada batasan persyaratan log dive. Log dive itu berapa banyak kita diving. Tahun 2015 akhir, log dive saya sudah 60. Sudah memenuhi syarat mengambil Dive Master,” ungkapnya, saat diwawancarai biem.co usai pelatihan Try Scuba di Kolam Renang Tirta Wiguna, Taman Kopassus, baru-baru ini.
Pada Februari 2018 kemarin dirinya pun diketahui mengambil sertifikasi Instruktur di Gili Trawangan, Lombok. Ia kemudian mengajarkan selam dengan menjadi Asisten Dosen di Ilmu Kelautan Unpad dalam mata kuliah Selam. “Jadi baru banget, sih, kalau sebagai Instruktur,” imbuhnya.
Dikatakan Cakra, perjalanan mengambil sertifikasi sebagai Instruktur tidaklah mudah dan murah. Tentu saja harus melewati berbagai tingkatan yang ada dalam profesi selam.
Tingkatan pertama dalam kursus selam sendiri adalah Open Water, di mana pada level tersebut, para peserta kursus mencoba menyelam di perairan terbuka dengan minimal kedalaman 5 meter dalam waktu minimal 20 menit.
“Kita diajarkan beberapa skill dasar untuk keperluan saat penyelaman. Skill-skill tersebut dilakukan untuk mengantisipasi saat menghadapi situasi yang tidak diinginkan, sehingga nyawa kita bisa terselamatkan,” jelas alumnus Ilmu Kelautan Unpad tersebut.
Tingkatan selanjutnya, yaitu Advance Diver, Rescue Diver, Dive Master, dan Instructor. Lebih lanjut, Cakra menyebut bahwa jenis penyelaman sendiri terbagi menjadi tiga. Di antaranya adalah penyelaman rekrasional, penyelaman komersial, dan penyelaman teknikal. Dalam hal ini, Cakra diketahui mengambil sertifikasi penyelaman rekreasional.
“Tiga-tiganya beda, sertifikasinya juga beda-beda,” terangnya.
Diakui Cakra, alasan awalnya memilih terjun sebagai Instruktur Selam lantaran dirinya tengah mendirikan komunitas yang bergelut dalam sektor pariwisata, yakni Samsara Eco Diver.
“Dalam kegiatan kita ke laut, kan, harus ada pantauan dari Instruktur. Nah, daripada saya sewa orang, kenapa nggak saya sendiri aja. Walaupun ngambil Instruktur itu capek dan mahal,” ujarnya.
Selain itu, menurutnya pariwisata di Banten memiliki potensi yang besar untuk lebih dikembangkan. Karena saat ini, pariwisatanya sedang banyak dilirik oleh para wisatawan. Tak sedikit yang juga akhirnya meminta Cakra untuk mengeksplorasi pariwisata Banten.
“Banyak banget yang minta saya untuk explore Banten. Banyak banget yang mau ngedukung. Cuma kalo saya masih belum Instruktur dirasa kurang,” katanya.
Berkaitan dengan hal itu, dirinya ingin membicarakan masalah tersebut kepada Pemerintah setempat. Kedepan, ia bersama komunitasnya juga berencana untuk mengedukasi masyarakat tentang pengelolaan pariwisata. Tempat yang menjadi tujuan pertamanya di Banten ini adalah Pulau Sangiang.
“Di sana, saya pengen ada pelatihan masyarakat bagaimana pengelolaan pariwisata itu. juga peraturan-peraturan, yang katakanlah, sekarang ini banyak pariwisata, tapi nggak ada ilmunya masalah ramah lingkungannya. Nah, ini yang harus kita cuatkan,” ucap Cakra.
Menurutnya, banyak tempat-tempat pariwisata yang pada awalnya ramai, bersih, dan bagus. Namun, semakin lama, dengan pengunjung yang semakin banyak berdatangan, sampah pun menumpuk. Tak hanya itu, keindahan dalam laut seperti karang-karang juga mendai rusak.
“Ini yang akhirnya membuat pariwisata tidak sustainable. Karena kalau kita bicara masalah pariwisata, kita bicara suatu hal yang sustainable,” tegasnya. (HH)