biem.co — Seiring dengan kemungkinan pelebaran defisit transaksi berjalan tahun ini di kisaran 2,2 sampai 2,3 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB), Bank Indonesia diperkirakan akan memperketat kebijakan moneternya.
Dilansir dari Kompas.com, Pengetatan kebijakan moneter disebut jadi langkah prioritas BI selain stabilisasi nilai tukar rupiah untuk jangka pendek.
“BI diperkirakan akan memperketat kebijakan moneternya mempertimbangkan pelebaran defisit transaksi berjalan pada tahun 2018 ke level 2,2 sampai 2,3 persen terhadap PDB, terindikasi dari perkembangan neraca perdagangan,” kata Vice President Economist PT Bank Permata Tbk Josua Pardede.
Melalui berita Resmi Statistik yang di rilis Badan Pusat Statistik pada Senin (25/6/2018) menyebutkan defisit neraca perdagangan dari Januari hingga Mei 2018 sebesar 2,83 miliar dollar AS.
Sejak awal tahun, neraca perdagangan mencatat surplus hanya pada bulan Maret, sebesar 1,09 miliar dollar AS, dan selebihnya mengalami defisit.
Menurut Josua, BI perlu memperketat kebijakan moneternya juga dalam rangka menjaga stabilitas makro ekonomi untuk jangka pendek.
Jika stabilitas makro ekonomi terjaga, harapannya dapat menahan dana asing keluar dari pasar keuangan domestik.
“Secara tahun kalender, investor asing membukukan penjualan bersih sebesar 3,8 miliar dollar AS baik di pasar saham dan pasar obligasi,” tutur Josua.
Adapun selain memperketat kebijakan moneter, Josua menilai BI juga akan mengoptimalkan bauran kebijakan dengan melonggarkan kebijakan makroprudensial.
“Dengan begitu, permintaan kredit perbankan, khususnya kredit konsumsi, bisa lebih didorong,” pungkasnya. (Iqbal)