biem.co – Peredaran dan penyalahgunaan narkotika seperti tidak ada habis-habisnya. Belum lagi, belakangan ini Indonesia disebut-sebut tengah berada dalam kondisi “darurat narkoba”. Pihak Badan Narkotika Nasional (BNN) pun telah mengungkap 42.649 kasus narkoba di sepanjang tahun 2019.
Seperti diketahui, bahwa Indonesia saat ini bukan hanya sebagai tempat transit saja, tetapi sudah menjadi pasar narkotika terbesar di Asia. Miris, bukan? Bahkan, peredaran zat terlarang tersebut telah menyebar merata di seluruh wilayah Indonesia serta di berbagai kalangan masyarakat.
Tentunya, situasi ini tak hanya menjadi permasalahan di negara kita saja, melainkan menjadi permasalahan di kancah internasional. Diketahui, sekitar 190.000 orang di dunia mati sia-sia setiap tahunnya karena penyalahgunaan narkotika.
Adapun berdasarkan World Drug Report 2017, diperkirakan sekitar 250 juta orang di seluruh dunia menggunakan narkoba dan hampir 30 juta di antaranya menderita gangguan obat-obatan (drug disorder).
Secara nyata, narkotika tak hanya berdampak buruk terhadap kesehatan saja, tetapi juga terhadap perkembangan sosial ekonomi, serta keamanan.
Penyalahgunaan zat-zat terlarang itu pun bisa memicu berbagai jenis kejahatan, seperti halnya pencurian, pemerkosaan, dan pembunuhan. Sementara itu, perdagangan dan peredaran gelap narkotika disinyalir menjadi salah satu sumber pendapatan untuk mendukung operasi tindakan terorisme.
Untuk itu, sebagai bentuk keprihatinan dunia terhadap penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika, Majelis Umum PBB pun sejak tahun 1988 menetapkan tanggal 26 Juni sebagai Hari Anti Narkotika Nasional. Ya, tepatnya hari ini, Sobat biem.
Mengutip Indonesia Kreatif, tanggal tersebut rupanya dipilih untuk memperingati pengungkapan kasus Lin Zexu berupa perdagangan opium di Humen, Guangdong, sebelum Perang Opium. Pencanangan tersebut berupa dikeluarkannya resolusi PBB 42/112 pada 7 Desember 1987.
Oleh karenanya, peringatan Hari Anti Narkoba ini didirikan guna memperkuat aksi dan kerjasama di semua tingkatan untuk membangun masyarakat internasional agar terbebas dari penyalahgunaan narkoba. Secara global, Deklarasi Politik dan Rencana Aksi melalui langkah-langkah nasional yang dilakukan masing-masing negara pun telah lama dicanangkan.
Di Indonesia sendiri, permasalahan ini telah masuk ke dalam atuan UU No. 35 tahun 2009 tentang Narkotika. Seperti dilansir dari Hukum Online, ada tiga jenis golongan yang termasuk dalam kategori narkotika, yakni:
- Golongan I: Jenis Narkotika yang secara umum dikenal masyarakat, antara lain ganja, sbu-sabu, kokain, opium, heroin, dan lain-lain.
- Golongan II: Jenis Narkotika yang secara umum dikenal masyarakat, antara lain morfin, pertidin, dan lain-lain.
- Golongan III: Jenis Narkotika yang secara umum dikenal masyarakat, antara lain kodein, dan lain-lain.
Kurang lebih 37 Pasal mengatur mengenai sanksi-sanksi pidana yang dapat diterapkan atas perbuatan atau keadaan ataupun peristiwa yang bermacam jenis.
Namun dalam praktik yang terjadi, diketahui bahwa pasal yang sering digunakan para penegak hukum (BNN, polisi, jaksa, hakim) adalah Pasal 111, 112, 113, 114, dan pasal 132—yang dikenakan bagi pihak yang memiliki narkotika untuk diedarkan, dijual, atau pihak yang menjadi kurir (perantara). Adapun sanksi penjara pasal-pasal tersebut yakni minimal 4 tahun dan maksimal hukuman mati.
Sementara itu, pasal yang jarang dikenakan adalah Pasal 127. Pasal ini diterapkan bagi pihak yang memiliki narkotika sebagai penyalahguna atau pecandu. Sanksi dalam pasal ini yakni rehabilitasi atau maksimal penjara 4 tahun.
Persoalan narkotika ini tentunya tidak hanya menjadi tanggung jawab pihak penegak hukum saja, melainkan kita semua sebagai warga negara. Memerangi narkotika bisa dimulai dari diri sendiri, lho, Sobat biem. Menjamin diri kita agar tak menggunakan narkotika menjadi salah satu hal yang penting. Terlebih lagi jika kita bisa menjaga pergaulan dan mengetahui dampak-dampak dari penggunaan narkoba itu sendiri.
Selamat Hari Anti Narkotika Internasional. (hh)