biem.co — Harga minyak bumi diketahui telah anjlok hingga 10 persen setelah sempat menyentuh titik tertingginya pada Mei lalu, di tengah tanda-tanda Arab Saudi dan Rusia akan meningkatkan kembali produksi minyak.
Potensi perselisihan antara negara-negara produsen minyak dengan Rusia dan Arab Saudi mengenai rencana peningkatan produksi minyak menyebabkan harga minyak dunia anjlok hingga 64 dollar AS per barrel.
Di sisi lain, konflik tarif dagang antara China dan Amerika Serikat (AS) juga mendorong jatuhnya harga minyak bumi. Sementara itu, di Tokyo untuk Senin (18/6/2018) pukul 11.34 waktu Tokyo, WIT diperdagangkan pada harga 63,77 dollar AS per barrel, harga ini lebih rendah 1,83 barel dibandingkan hari Jumat lalu.
Kendati seperti itu, untuk pengiriman Juli 2018, West Texas Intermediate (WIT) akan diperdagangkan pada harga 63,59 dollar AS per barrel, anjlok 1,47 dollar AS pada New York Mercantile Exchange.
Adapun harga kontrak berjangka Brent untuk pengiriman Agustus 2018 mendatang turun 99 sen menjadi 72,45 dollar AS per barrel di Ice Futures Europe Exchange, London.
China berencana memberlakukan tarif untuk beberapa produk AS, termasuk minyak bumi dan bensin, sebagai respon pemberlakukan tarif impor produk China yang bernilai 50 miliar dollar AS.
Iran mengatakan, Venezuela dan Irak akan bergabung untuk menolak rencana Arab Saudi dan Rusia untuk meningkatkan produksi minyak pada pertemuan Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak Bumi (OPEC) dan produsen minyak lain di Wina, Austria minggu ini.
Pasar minyak bumi juga masih mencerna dampak dari pemberlakukan tarif baik oleh Amerika Serikat maupun China terhadap beberapa produk impor mereka, juga dampak yang muncul apabila perang dagang terjadi dalam skala yang lebih luas.
Namun sebelumnya, OPEC dan negara produsen minyak lain memutuskan untuk memotong produksi minyak mereka untuk menghentikan surplus produksi minyak dan mendorong harga minyak bumi lebih tinggi.
Dilansir dari Bloomberg, Chief Economist Japan Oil, Gas, and Metals National, Takayuki Nogami mengatakan bahwa harga minyak turun sebagai rekasi adanya peningkatan kemungkinan perang dagang antara AS dan China, serta peningkatan produksi oleh OPEC dapat menghancurkan keseimbangan penawaran dan permintaan.
“Apabila AS dan China terus saling membalas (memberlakukan tarif), serta Arab Saudi dan Rusia terus memberikan sinyal untuk meningkatkan produksi, maka akan semakin membebani harga minyak dunia,” jelasnya. (Iqbal)