JAKARTA, biem.co — Liburan Hari Raya Lebaran sudah hampir selesai. Buat kalian yang sampai sekarang belum juga mengisi liburan tahun ini, saya akan rekomendasikan untuk berlayar ke Pulau Kelor, Pulau Onrust dan Pulau Cipir di kawasan Kepulauan Seribu.
Kenapa harus ke pulau ini? Berwisata ke pulau ini, membuat kita melek sejarah, ternyata pada zaman penjajahan Belanda, di pulau-pulau ini juga sempat menjadi tempat eksekusi serta adanya penjara-penjara yang wajib kita ketahui. Biasanya, banyak pula agen travel yang membuka langsung perjalanan tiga pulau ini dalam sehari, dengan biaya Rp 70 ribu hingga Rp 100 ribu.
Pulau pertama yang saya jajaki yaitu Pulau Kelor. 200 meter dari perahu sudah sangat terlihat Benteng Martello yang cukup terkenal, dengan bentuk lingkaran sembilan meter dari permukaan laut, diperkirakan terdiri dari dua lantai. Benteng ini dibangun Belanda tahun 1850, sebagai bagian dari sistem pertahanan laut kota Batavia. Antara tahun 1840-1880, Belanda mengembangkan sistem pertahanan Nieuwe Hollandse Waterlinie, antara lain dengan pembangunan Benteng Martello. Diameter luar benteng 14 meter dengan tebal dinding 2,5 meter.
Benteng Martello di Pulau Kelor adalah yang terkecil di antara empat Benteng Martello di kawasan ini (di Pulau-Pulau Sakit, Onrust dan Cipir). Namun Benteng Martello di Pulau Kelor ini menjadi benteng yang masih berdiri kokoh walau sudah banyak kerusakan, sedangkan Benteng Martello lainnya sudah hancur.
Konon, misteri di Pulau Kelor ini cukup menyeramkan. Dahulu pulau ini pernah dijadikan tempat penguburan, antaranya bagi para pemberontak kapal Zevel Provincien, karenanya dalam bahasa Belanda disebut juga sebagai Kerkhof Eiland (Pulau Pemakaman). Namun, dalam pulau ini tidak ada satupun nisan-nisan, dan belum tahu pasti apakah jenazah-jenazah yang dikubur di Pulau Kelor ini sudah dipindahkan atau tidak. Jadi tetap hati-hati melangkah dan selalu berdoa ya, siapa tahu di bawah kaki Anda ada sebuah mayat.
Banyak yang bilang kalau sisa bangunan benteng silindris bernama Benteng Martello, punya kembaran yaitu Benteng Mortella di Corsica, Laut Tengah. Benteng Mortella atau Myrtle Point di Corsica dirancang oleh Giovan Giacomo Paleari Fratino, selesai dibangun pada tahun 1565.
Pulau Kelor ini cukup kecil, kalian bisa berlari dari ujung ke ujung Pulau ini hanya dalam lima menit, karena saking kecilnya. Namun, pemandangan di Pulau ini jangan ditanya, karena kecil dan masih jarang dijajaki warga alias tidak ada rumah warga juga, jadi sekitaran pantai di pulau ini benar-benar indah.
Setelah dari Pulau Kelor, saya kembali berlayar ke Pulau Onrust, letaknya kurang dari 10 menit dari Pulau Kelor. Sejarah di Pulau Onrust ini persis seperti Pulau Kelor, namun di sini terlihat jelas nisan-nisan serta tulisannya.
Memasuki Pulau ini pun cukup merinding, karena terlihat jelas bangunan-bangunan tua bekas penjajahan, pohon beringin, kompleks pemakaman Belanda, pemakaman keramat dan bangunan-bangunan yang sudah hancur bekas karantina haji.
Pada masa itu, orang-orang Indonesia yang akan menunaikan ibadah haji dengan menumpang kapal harus dikarantina terlebih dulu di Pulau Onrust sebelum berangkat ke Mekkah. Demikian pula ketika pulang, mereka harus benar-benar steril sebelum memasuki wilayah Hindia Belanda.
Keluarga istana dari Kesultanan Banten pernah menjadikan Pulau Onrust sebagai salah satu tempat peristirahatan paling favorit, pada abad ke-16. Setelah Sunda Kelapa direbut oleh pasukan gabungan Demak dan Cirebon pada 1527, terjadi sengketa terkait hak kepemilikan Pulau Onrust. Pulau yang semula diklaim milik Kesultanan Banten itu dipersoalkan oleh otoritas lokal penguasa baru Sunda Kelapa atau yang kemudian diganti namanya menjadi Jayakarta.
Hingga akhirnya datang orang-orang Belanda dengan bendera VOC yang ternyata juga berminat menguasai Pulau Onrust. Pada November 1610, VOC berupaya menjalin kesepakatan dengan wakil penguasa Kesultanan Banten supaya diizinkan menebang pohon-pohon di Pulau Onrust untuk bahan membuat kapal, dan permohonan tersebut dikabulkan.
Catatan sejarah Pulau Onrust dimulai ketika Pangeran Jayakarta memberi izin VOC (tahun 1610) untuk menjadi tempat perbaikan kapal dan penyimpanan rempah-rempah. Dari catatan, benteng mulai dibangun pada tahun 1656 selama 20 tahun dengan Johan Listingh sebagai arsiteknya. Pulau ini juga pernah menjadi sebagai pangkalan armada laut Belanda (1823-1883). Inggris tercatat juga pernah menyerang pulau ini pada tahun 1800-an untuk mengambil alih perdagangan rempah-rempah.
Tahun 1883 pulau ini dan pulau-pulau di sekelilingnya pernah hancur karena imbas Gunung Krakatau yang menyebabkan gelombang besar. Pulau Onrust pun pernah menjadi pusat karantina haji (1911-1933) serta tawanan politik dan kriminal (1933-1949).
Kemudian menuju komplek pemakaman Belanda, di mana yang paling terkenal di komplek makam Belanda ini adalah makam Maria van de Velde (1693-1721). Ada beberapa versi cerita tentang Maria ini, tetapi rata-rata adalah versi kisah cinta yang tragis.
Di sini, saya menemukan sedikit cerita tentang serdadu Jerman yang pernah berada di Indonesia pada masa pemerintahan Adolf Hitler. Ceritanya tidak terlalu banyak, hanya tulisan di dinding ruangan pertama dari tiga ruangan di bekas penjara tersebut. Awak kapal Tujuh Provinsi atau De Zeven Provincien, yang memberontak tahun 1933 juga pernah dipenjarakan di sini dan makam awaknya masih dapat kita temui di ujung pulau.
Langsung saja ke pulau terakhir yaitu Pulau Cipir atau lebih dikenal Pulau Kayangan. Pulau ini lebih kecil dari Pulau Onrust, namun lebih besar dari Pulau Kelor, di pulau ini cukup ramai, sehingga saya hampir tidak mengenal bangunan-bangunan bersejarahnya. Ternyata, tempat di mana saya menggelar tikar adalah teras bekas rumah sakit, wah ngeri juga, ya, Sobat biem!
Di dalamnya, kita masih bisa melihat bekas kamar mandi, WC dan barak. Menurut catatan sejarah, rumah sakit ini sebagai perawatan dan karantina penyakit menular bagi para jemaah haji tahun 1911-1933.
Selain itu ada juga sisa bangunan stasiun cuaca (tahun 1905) dan meriam besar di dekat dermaga pulau. Hal lain yang banyak dilakukan pengunjung di pulau ini adalah memancing dan bermain air di bagian pantai kecil yang berpasir.
Perjalanan saya kali ini cukup menegangkan dengan berbagai kisah sejarah tiga pulau tersebut. Namun, rasa takut ini bisa ditutupi oleh indahnya pemandangan pantai, lautan, pulau lainnya dan angin sepoi-sepoi.
Untuk Sobat biem yang ingin mencoba ke pulau tersebut, bisa dimulai dari pelabuhan Kamal Muara Penjaringan Jakarta Utara, jangan sampai salah ya, Kamal Muara bukan Muara Angke. Selamat bersenang-senang, Sobat biem. Jangan lupa untuk selalu berdoa di mana pun kalian berada. (uti)