KOTA SERANG, biem.co – Forum Cipayung Provinsi Banten menegaskan bahwa peran organisasi ekstra kampus sangatlah penting di dalam kehidupan kampus, karena kehadirannya menjadi counter bagi mahasiswa yang telah terdoktrin oleh kelompok-kelompok radikal. Sehingga perannya mampu menjaga keutuhan NKRI dari bahaya kelompok-kelompok yang ingin merongrong bangsa menjadi terpecah belah.
Hal itu disampaikan oleh Mukhtar Ansori Attijani, Ketua Umum PKC PMII Provinsi Banten.
Hal senada juga diungkapkan oleh Korwil 3 PP GMKI, dengan melihat rilis yang dikeluarkan oleh BNPT, di mana terdapat 7 kampus yang terindikasi paham radikali.
“Ini bukti bahwa pergerakan-pergerakan kaum radikal sudah begitu masif, bahaya laten kalau ini terus terjadi dan semakin berkembang dengan pesat, ini menandakan bahwa sudah ada gerakan yang sistematis” tegas Korwil 3 PP GMKI.
Namun demikian, kehadiran Cipayung yang selalu konsen mengawal isu-isu kebangsaan dan membumikan Pancasila sebagai satu-satunya ideologi bangsa mendapat respon negatif dari pihak kampus dan tidak mendapatkan tempat untuk bisa masuk ataupaun kerjasama dengan kampus.
“Sungguh miris, ketika keadaan ini terus-menerus dibiarkan, dan kami dilarang masuk ke dalam kampus. Jangan salahkan jika para mahasiswa-mahasiswa akan lebih banyak lagi yang radikal,” imbuh Korwil 3 PP GMKI.
Untuk itu, Korwil 3 PP GMKI mendesak agar Menristekdikti mengevaluasi bahkan mencabut NKK/BKK supaya memberikan ruang kepada organisasi yang betul-betul berjuang membumikan Pancasila.
Sementara itu, Ketua Umun Hima Persis Banten, Farhan Rosyada menuturkan, masuknya faham-radikalisme di kampus disebabkan oleh degradasi nalar intelektual mahasiswa yang tak berorganisasi.
“Setidaknya ada situasi genting yang perlu di garis bawahi berkenaan dengan dampak dibatasinya ruang gerak organisasi eksternal di kampus,” ucap, mahasiswa yang sudah pernah menduduki jabatan Ketua HMJ Pendidikan B. Arab dan Ketua Dema Fakultas Tarbiyah dan Keguruan UIN SMH Banten.
Farhan menambahkan, adanya pelarangan organisasi eksternal di kampus mengakibatkan keterasingan mahasiswa dengan organisasi-organisasi eksternal yang berdampak pada degradasi minat berorganisasi mahasiswa.
“Jadinya, daya nalar intelektual dan nalar kritis terhadap situasi sosial, politik dan akademik kampus menjadi berkurang,” tandasnya.
Kondisi ini, imbuhnya, bisa diindikasikan dengan redupnya ruang-ruang diskusi di kampus, sekalipun ada, antusias dan keaktifan peserta dalam berdiskusi tidak terlalu masif.
“Bagi Hima Persis, mosi integral NKRI adalah warisan gagasan dari M. Natsir (salah satu yang dijadikan tokoh besar di Persis). Maka pelarangan organisasi eksternal di kampus sudah saatnya dihentikan,” pungkasnya.
Sementara itu, Imam Maulana, Ketua KAMMI Provinsi Banten berpendapat bahwa kampus adalah wadah pergumulan intelektual, sehingga munculnya berbagai faham sangat bisa terjadi, baik dari ekstrim kanan maupun ekstrim kiri.
“Untuk menjaga faham bertentangan dengan spirit Pancasila, kiranya kampus perlu memberikan ruang kebebasan kepada organisasi eksternal kampus yang memiliki semangat kebangsaan dan cinta tanah air untuk berkiprah di dalam kampus, baik kebebasan melakukan pengkaderan maupun kebebasan melakukan pencerdasan melalui seminar-seminar atau dialog dialog publik. Juga, kegiatan lain yang dapat mendukung pemerintah dalam menginternalisasi nilai-nilai Pancasila,” papar Maulana.
Selanjutnya, M. Asep Rahmatullah, Ketua DPD IMM Provinsi Banten menegaskan, kampus merupakan sarana dan prasarana untuk menimba ilmu pengetahuan, baik ilmu pengetahuan agama, sains, politik, sosial, ekonomi, budaya, pertahanan keamanan maupun kewarganegaraan.
“Tidak ada yang salah dengan ilmu pengetahuan dan agama, akan tetapi yang salah adalah oknum manusia yang anarkis dan radikalis untuk memecah belah Indonesia,” tukasnya.
Karena pada hakikatnya, lanjut Asep, manusia itu ada yang melakukan upaya kerusakan dan perbaikan untuk kehidupan lebih baik.
“Karenanya, pendidikan bela negara atau kewarganegaraan Pancasila penting untuk ditanamkan secara teori dan praktik amal saleh kehidupan para mahasiswa. Karena dengan pendidikan itu bisa menangkal paham-paham anarkisme dan radikalisme, baik ekstrim kanan maupun kiri,” ungkapnya.
Menurutnya, mata kuliah pendidikan kewarganegaraan Pancasila di perguruan tinggi mesti ditekankan dan diamalkan dengan baik, sehingga radikalisme bisa dihilangkan dari bumi Indonesia.
“Mari kita jaga tanah air Indonesia untuk perdamaian dan persatuan Indonesia,” tutupnya.
Begitupula dengan pendapat Solahudin Tamam, Ketua DPD GMNI Provinsi Banten. Ia menjelaskan, munculnya gerakan radikalisme, baik melalui terorisme maupun jaringan Islam radikal, seperti jaringan Anshor Tauhid yang marak terjadi akhir-akhir ini, menandakan tindakan pemerintah mengatasi masalah belum cukup. Meskipun, bukan berarti pemerintah dapat langsung mematikan pikiran yang berbeda.
“Mahasiswa sebagai intelektual muda dan penerus masa depan harus menjadi garda terdepan dalam upaya memerangi paham radikalisme, terutama Islamic State of Iraq and Syria (ISIS),” tegasnya.
Ini menjadi hal penting, tambahnya, karena mahasiswa khususnya dan generasi muda umumnya adalah target utama propaganda radikalisme yang dilakukan ISIS.
“Jadi, seluruh mahasiswa Banten wajib pro-aktif bersama pemerintah untuk melawan gerakan radikalisme yang mengatasnamakan agama,” pesannya.
Soal kondisi Indonesia saat ini, Ketua Umum Badko HMI Jabodetabeka-Banten, Arief Wicaksana mengatakan, gerakan radikalisme yang terjadi akhir-akhir ini, menandakan Indonesia mudah untuk dimasuki faham yang dapat memecah belah bangsa. Hal ini mestinya membuat pemerintah berbenah diri mencari format untuk menangkal paham radikalisme.
“Ya memang beberapa tindakan sudah dilakukan pemerintah seperti membentuk Komando Operasi Khusus Gabungan (Koopssusgab) dan sertifikasi Dai, namun kurang efektif dan hanya memicu polemik saja,” tutur Arief, saat dimintai tanggapan oleh biem.co.
Oleh karena itu, dengan adanya 7 kampus terindikasi faham radikal dari BNPT, ia menyeru kepada seluruh mahasiswa, khususnya di Banten, untuk selalu menanamkan nilai-nilai Pancasila. (Juanda)