biem.co – Tawaran dari berbagai aplikasi yang ditawarkan di playstore memang membuat kita gatal untuk meng unduhnya, apalagi dengan layanan aplikasi yang freedownload dan iming-iming aplikasi yang keren entah itu game atau pun alat penunjang kinerja gawai.
Namun pengguna harus lah pintar-pintar meningkatkan kewaspadaan dan biasakan meluangkan waktu untuk membaca syarat dan ketentuan sebelum mengunduh aplikasi.
Melansir laman CNN Pasalnya, data dari Indonesia Security Incident Response Team On Internet Infrastructure (ID SIRTII) menunjukkan sebanyak 80 persen aplikasi dalam Google Playstore telah disusupi oleh malware berjenis Potentially Unwanted Program (PUA).
Chief Technology Officer Pengelola Nama Domain Internet Indonesia (PANDI) Salahuddien Manggalany mengatakan antivirus hanya membaca aplikasi yang terlihat legit tersebut. Padahal di dalam terdapat PUA yang ‘nebeng’ dalam aplikasi yang diunduh pengguna.
“80 persen aplikasi di Google Play dan gratis. Gratis itu biasanya ada iklan jahat. Ternyata, dia download payload yang berbahaya. Ini sudah seperti peternakan PUA. Dia adware, dia lakukan spy activity. Karena dia bisa mencuri data dan memata-matai,” kata Didin di bilangan Senayan, Jakarta, Senin (4/6).
Mantan Wakil Ketua ID SIRTII mengatakan serangan malware memang tidak terlihat. Pasalnya, banyak orang yang tidak sadar bahwa perangkat yang digunakan sedang diserang malware.
ID SIRTII mencatat sebanyak tiga juta komputer di Indonesia terinfeksi malware pada Mei 2018. Padahal, sebelumnya pada Maret malware hanya menginfeksi 1,4 juta komputer, artinya meningkat lebih dari 100 persen.
Didin mengatakan jumlah ini bisa meningkat karena survei ini dilakukan dengan metode random sampling di 20 Network Acces Point (NAP) di Indonesia. Indonesia memiliki lebih dari 40 NAP, artinya riset baru dilakukan pada setengah jumlah NAP
“Tiga juta itu luar biasa banyak, populasi komputer di Indonesia itu memang ada berapa. Dari jumlah ini banyak yang tidak merasa diserang. Riset ini melihat secara random dari berbagai komputer. Ini tidak semua jaringan di Indonesia,” ucap Didin
Banyaknya serangan tersembunyi ini salah satunya disebabkan oleh kepekaan masyarakat yang kurang terhadap sistem keamanan siber. Masih banyak masyarakat yang acuh tak acuh terhadap bahaya kejahatan siber. Didin mengatakan bahkan masyarakat yang telah memiliki antivirus juga masih bisa diserang oleh malware.
Didin mengatakan antivirus tidak selalu dapat menangkal malware. Pasalnya variasi malware selalu diperbarui untuk dapat membobol antivirus. Belum lagi malware juga mampu untuk menganalisa sistem keamanan komputer.
Didin mengatakan hacker bisa mengeksploitasi kelemahan-kelemahan antivirus sebelum membobol. Sehingga virus bisa memperbarui varian sangat cepat untuk membobol antivirus belum memperbarui sistem untuk mendeteksi virus varian baru ini.
“Artinya sekarang malware bisa deteksi antivirus. Dia lihat dulu keamanannya bagaimana. Sehingga bisa mempercepat varian yang baru. Nah biasanya antivirus itu update ya seminggu kali, pasti dia ketinggalan. Jadi berlomba-lomba mana yang update duluan,” ucap Didin. (IY)