biem.co — Banyak Muslim Indonesia yang menanti-nanti 17 Mei 2018, saya pun begitu, karena pada tanggal tersebut, pergantian bulan Sya’ban ke bulan Ramadhan berlangsung. Tak dipungkiri dengan saya. Namun, selain menanti-nanti datangnya Ramadhan, saya juga menanti-nanti tayangnya film 5 Penjuru Masjid di bioskop Indonesia, film yang sejak Maret 2017 lalu saya nantikan. Akhirnya, 17 Mei 2018 telah menjadi tanggal pemutaran serentak film tersebut.
Di hari pertama tayang, saya langsung mengendarai motor perlahan menuju XXI CBD Ciledug, saya rasa itu mal terdekat dari kediaman saya. Padahal, saya juga tipe orang yang cukup jarang menonton bioskop, terkecuali film tersebut sudah lama saya tunggu-tunggu, contoh film 5 Penjuru Masjid ini, atau disingkat 5PM.
Bagaimana bisa saya menantikan film, padahal saya belum jelas apakah film itu bagus endingnya, klimaksnya bagus dan, sebagainya. Memang tidak bisa, namun saya rasa kita semua bisa tahu ketika sekilas membaca sinopsisnya, bukan? Atau melihat trailernya.
Film-film yang diproduksi Beda Sinema ini memang selalu sederhana dan kena ke hati penontonnya. Mereka membalut permasalahan-permasalahan sederhana yang pastinya telah dialami oleh sebagian orang, apalagi orang-orang yang sekiranya sedang kehilangan arah tujuan hidup.
Jadi, film 5PM itu menceritakan tentang 5 orang laki-laki yang bertemu di Masjid Al-Kautsar tanpa sengaja, kok bisa? Mereka memiliki cerita yang berbeda-beda mengapa bisa sampai di masjid itu, dan bisa dibilang, sepertinya semua yang mereka alami pernah juga saya alami, atau mungkin juga kalian alami.
Berawal dari tingkah Bewok yang mencuri kotak amal masjid tersebut, saya akuin acting Muhammad Taufik Akbar yang berperan sebagai Bewok di sini telah menjadi tokoh pertama yang saya salutkan, saya merasa acting menjadi Bewok ini sangat natural, dan mimik wajahnya selalu dapet, entah lagi sedih, takut, ngelawak, dan sebagainya. Saya suka banget acting dia sebagai Bewok ini, saya akuin jika tidak ada tokoh Bewok pasti kurang sekali. Namun, di cerita ini, Bewok bukan menjadi salah satu 5 pria yang hatinya terpaut pada masjid tersebut, walaupun akhirnya Bewok menjadi marbot di masjid Al-Kautsar itu, dan insyaf menjadi maling.
Dalam trailernya, kisah Budi menarik perhatian saya, karena sepertinya saya juga pernah merasakan hal seperti yang Budi jalani. Wajah seorang Aditya Surya Pratama sangat cocok memerankan tokoh Budi yang serius dan ambisius ini. Budi memiliki impian untuk mendapatkan beasiswa ke Inggris, banyak sekali kegagalan Budi dalam meraih impiannya tersebut. Setiap orang, termasuk saya, pastinya punya impian, sering kali kita gagal meraih impian tersebut, dan bertanya-tanya apa lagi yang kurang, apa yang salah, mau berapa kali lagi kita gagal, bahkan pada akhirnya banyak yang putus asa. Padahal kita percaya, apa yang kita impikan itu adalah hal positif, yang terkadang juga bisa bermanfaat bagi orang lain, namun apakah cara meraihnya sudah benar?
Dalam hidup setiap manusia, kita memang selalu diajarkan untuk menjadi manusia bermanfaat bagi orang lain, karena sebaik-baiknya manusia hidup untuk menjadi seperti itu. Namun apakah kita telah menjadi manusia yang baik di mata Allah? Sehingga kita sibuk menjadi manusia yang baik di mata manusia. Kita mungkin telah berhasil menerapkan Hablum Minannas, tapi bagaimana dengan Hablum Minallah? Kita sering merasa Allah tidak adil dengan apa yang telah kita perjuangkan, tapi apakah kita sudah adil dengan apa yang telah Allah perjuangkan untuk kita, contohnya seperti; perjuangan agar kita selalu sehat dan dilindungi atas perjalanan yang sedang kita lalui, itu semua padahal Allah yang memperhatikan.
Dalam kisah Budi, ia sering kali sibuk dengan mimpi-mimpi duniawinya, sehingga adzan-adzan dari masjid yang hanya sejengkal jaraknya dari rumahnya itu tidak terdengar sama sekali di telinganya. Hingga akhirnya Budi putus asa dengan perjuangan yang ia raih, Budi gagal lagi untuk kesekian kali. Akhirnya, Budi mengubah impiannya itu, setelah ia menyadari seorang kakek yang sering melalui rumahnya saat subuh, mengajak Budi untuk subuh berjamaah, saat itu juga Budi selalu buru-buru ingin berangkat aktivitas, dan melewatkan waktu subuh.
Namun, kegagalan Budi mengajarkan kita semua bahwa dunia hanya sementara, kejarlah dulu akhiratmu, maka dunia akan mengikutimu.
Lalu, Usman diceritakan sebagai buruh pabrik risleting yang kena PHK dan punya cicilan yang gak kelar-kelar, setelah itu ia melewati hal-hal aneh yang di mana membuat ia tidak sengaja mendatangi Masjid Al-Kautsar. Usman yang diperankan oleh Zaky Ahmad Riva’I ini tokoh kedua yang saya suka dari segi acting, di mana ketika ia sedang menceritakan kisahnya ke Bewok dan membuat Bewok ketakutan, Zaky membuat saya merasa acting-nya natural sekali di situ. Tidak hanya di situ, ketika kepalanya kejedot kayu saat diajak ngobrol salah satu orang yang selesai salat, entah itu ketidaksengajaan atau bukan, tapi saya rasa itu tidak sengaja yang mengalir begitu saja, namun jika itu memang sengaja, berarti Zaky berhasil membuat acting yang seakan-akan natural. Saya suka!
Kemudian Lukman, wah ini sedih banget! Saya memang tidak seperti Lukman ketika Ibu saya meninggal, namun semasa hidup saya, dan mungkin banyak orang sering kali lupa bahwa Ibu kita masih ada dan selalu menunggu anaknya pulang, walau ia tahu anaknya sedang jauh meraih impian atau karir. Kembali dalam kisah Budi, Lukman cukup sama namun dalam karirnya, ia disibukkan dengan laundry miliknya yang cukup laris dan membuat ia lupa dengan keluarga. Sampai akhirnya, Lukman, yang diperankan oleh Ahmad Syarif mendapati kabar buruk dari Ibunya, sesampai di rumah, Ibunya telah meninggal. Kita tidak pernah bisa membayangkan bagaimana rasanya ketika kita sudah lama tidak melihat Ibu kita, tahu-tahu kita bertemu dalam keadaan yang sudah tidak bisa bicara, apalagi tidak bernyawa.
Pahamilah, walau orang tua kita selalu bilang baik-baik saja, selalu bilang “tidak usah pikirkan Ibu”, selalu memaksa kita untuk pergi meraih cita-cita setinggi mungkin, sesungguhnya itu cara ia rindu dengan kita. Walaupun kerap kali Ibu bilang “kalau tidak bisa pulang, tidak usah dipaksain”, ketahuilah Ibu sangat berharap bertemu dengan kita. Khususnya untuk para perempuan, bisa atau tidak kita menjadi seorang Ibu kelak, sekarang pahamilah dulu bagaimana perasaan Ibu kita terhadap anaknya, atau sekadar menjadi pendengar cerita-cerita Ibu.
Kemudian ada seorang anak band yang sepi orderan, yaitu Abian, siapa yang tidak kenal Zikri Daulay? Wajahnya sangat cocok memerankan karakter Abian. Abian di sini bukan seorang anak band yang begajulan kemudian insyaf, Abian disini membawa karakter yang cukup manis terhadap keluarganya, apalagi ketika berkomunikasi dengan Ayahnya. Cukup mencerminkan dari keluarga yang harmonis, walau Ibunya sudah lama meninggal. Abian adalah seorang yang tidak akan mengakhiri pilihannya yang belum sampai di garis finish. Darisitu, Ayahnya mendorong Abian untuk mencintai masjid, walau diawali dengan sebuah imbalan duniawi. Menjadi seorang Ayah seperti ayahnya Abian, saya rasa akan selalu berhasil untuk mendidik anaknya, karena saya fokus dengan apa yang dibaca sang Ayah tiap kali dishoot. Ternyata benar saja, sang Ayah berhasil membuat sang anak menjadi pecinta masjid, hingga akhirnya menjadi salah satu dari 5 penjuru masjid tersebut.
Nah, yang terakhir! Ada mas Gani, nih. Gani ini cukup senior di Al-Kautsar, tapi bukan berarti paling bijaksana di antara 5PM yang lain, label perjaka di ujung tanduk jadi beban terdalam yang dirasakannya, impian menjadi imam rumah tangga idaman selalu menghantui hari-harinya. Gani seorang yang temperamental. Dikit-dikit marah, tapi cocok sih dengan wajah Faisal Azhar Harahap ini, semoga dia cuma temperamental di film saja, ya, jangan di keluarganya juga. Hehehe. Gani dan Bewok ternyata suka sama perempuan yang sama, namanya Mey, yang diperankan Ressa Rere. Akhirnya mereka bersaing, dan kocak banget deh pokoknya. Bersaingnya nggak cukup lama, sih, sampai akhirnya Mey memilih, memilih siapa coba?
Terus klimaksnya dimana, dong? Nah, setelah mereka semua menjadi pengurus Masjid Al-Kautsar, datanglah Arde yang udah lama banget mengintai orang-orang yang ia anggap sok saleh itu. Arde yang diperankan oleh Alfie Alfandy ini punya kisah masa lalu yang buruk mengenai masjid, membuat ia pergi meninggalkan keluarganya di Aceh. Di situ membuat 5 pria tersebut membantu Arde dalam memperbaiki hidupnya. Kira-kira masa lalu apa, ya, sampai Arde gak mau pulang?
Overall, dari banyaknya kisah, hampir semuanya udah bikin air mata saya netes di Studio 3 XXI CBD Ciledug, untung gelap, ya! Walau ada beberapa scene yang sempat bikin saya sedikit kecewa, sih. Seperti, ketika Gani marah besar ke Bewok karena disangka ngambil uangnya, kemudian Budi datang, saya pikir Budi akan menjadi penengah dan membuat mereka berdua menjelaskan satu sama lain lalu minta maaf, tapi Gani malah pergi, dan dilanjut dengan kisah Budi. Atau seperti ketika Om-nya Arde bilang, bahwa ia tahu kerjaan Arde di Jakarta itu ngapain, sepertinya buruk, namun saya masih kurang jelas apa pekerjaan Arde, apakah jadi preman, atau saya yang kurang khusyuk mendengarkan cerita Arde di Al-Kautsar, hehehe.
Tapi terimakasih banyak telah memperlihatkan sudut-sudut Aceh yang luar biasa indah, Aceh menjadi salah satu kota yang ingin sekali saya datangi, jikalau saya belum bisa ke Mekah, paling tidak ke serambinya saja dulu, hehehe.
Sungguh, saya tidak menyesal nonton film ini, dan seperti ingin mengampanyekan ke semua orang wajib banget nonton ini, apalagi para milenial. Memang betul ya, tidak ada masjid yang jauh, yang ada hatinya yang jauh, toh Budi yang rumahnya berhadapan dengan masjid saja sulit banget buat mampir.
“Jika kamu sedang senang hati, pergilah ke Masjid. Jika kamu sedang bersedih hati, pergilah ke Masjid. Jika kamu menghadapi masalah? Pergilah ke Masjid. Salat, berkumpulah di Masjid. Niscaya hatimu akan damai.” Film 5 PM.
Kenapa harus masjid? Jawabannya ada di film tersebut, nonton yang khusyuk, dan temuin jawabannya di akhir film. Karena akan ada sebuah kalimat yang menjelaskan hubungan antara manusia dengan masjid yang sangat luar biasa. Pokoknya ingat Ramadhan, ingat 5 PM! Jangan bawa popcorn, bawa tissue aja, haha. (uti)