KOTA SERANG, biem.co – Untuk menjadikan Provinsi Banten sebagai daerah yang bebas korupsi, proses pembangunan tetap berjalan baik sesuai dengan janji kampanye kepemimpinan Wahidin Halim yang berpasangan dengan Wakil Gubernur, Andika Hazrumy. Maka dari itu, harus ada kontrol dari seluruh stakeholders, termasuk lembaga kampus. Pusat Studi Sosial dan Pengabdian Masyarakat (PS2PM) Fakultas Ilmu Sosial Ilmu Politik dan Hukum Universitas Serang Raya (UNSERA) mengadakan Dialog Publik bertema Dinamika dan Progres Pembangunan di Provinsi Banten yang digelar di Kampus Terpadu Universitas Serang Raya (UNSERA), Rabu (3/5).
Dialog publik ini membahas mengenai beberapa persoalan yang terjadi di Provinsi Banten, seperti ketimpangan pembangunan antara selatan & utara, korupsi, kemiskian, pengangguran, dan tata kelola pemerintahan yang baik. Pada kegiatan ini persoalan yang terjadi di Provinsi Banten ini didiskusikan dan dipaparkan oleh narasumber, diantaranya H. Asep Rahmatullah (Ketua DPRD Provinsi Banten), Ade Irawan (Koordinator Indonesia Corruption Watch), Sad Dian Utomo (Senior Advisor Pattiro), Abdul Hamid (Dewan Riset Daerah Provinsi Banten), Delly Maulana (Akademisi Ilmu Administrasi Publik Unsera), Liza Diniarizky Putri (Akademisi Ilmu Komunikasi), dan Fuqoha (Akademisi Ilmu Hukum Unsera), dengan moderator Fikri Habibi. Tujuan kegiatan ini adalah memberikan kesempatan bagi seluruh pemangku kepentingan untuk mendiskusikan, memberikan masukan, tanggapan, dan rekomendasi dalam kebijakan pembangunan di Provinsi Banten. Dialog Publik ini diikuti oleh organisasi mahasiswa baik internal maupun eksternal, aktivis, media, mahasiswa dan akademisi.
Menurut rektor Unsera, proses pembangunan yang dimaksud dalam dialog ini adalah mensejahterakan dan memakmurkan lahir batin seluruh masyarakat.
“Banyaknya warga yang memikirkan tentang materil yaitu tentang “makan apa saya besok” baik dari warga kabupaten, Serang dan Kota Serang,” ujar Rektor Unsera, Hamdan.
Lebih lanjut, rektor Unsera menjelaskan bahwa Provinsi Banten 51% secara nasional, banyak masyarakat yang masih berpikir mengenai kebutuhan hidup termasuk kesehatan dan pendidikan. Dengan dialog publik ini hasil membangun itu agar bisa dilihat oleh masyarakat, karena itu pembangunan harus merata.
Selain itu, Dekan Fisipkum Unsera, Abdul Malik, memaparkan dalam sambutannya bahwa kegiatan dialog publik ini merupakan kesempatan untuk mengisi ruang kosong pasca pemilihan Gubernur Banten tahun 2017.
“Kini sifat kritis sudah hilang. Maka dari itu Fisikum berusaha membangun dan terlibat dalam politik,” jelas dekan Fisipkum Unsera.
Pada acara dialog publik ini, Asep Rahmatullah selaku Ketua DPRD Provinsi Banten mengupas subtema mengenai peran DPRD dalam menjaring aspirasi masyarakat untuk diperjuangkan kedalam kebijakan pembangunan di Provinsi Banten. Beliau menjelaskan bahwa belum ada langkah-langkah yang progresif berkaitan dengan program pemerintah daerah dan belum ada langkah yang tepat di pemerintahan tingkat desa.
“Belum ada langkah dari prakat daerah yang melaksanakan program-program daerah hingga saat ini, belum dilakukan langkah yang progresif,” ujar Ketua DPRD Banten.
Sementara itu, Abdul Hamid, beranggapan partisipasi politik dalam Pemilu/Pilkada di Banten, cenderung pragmatis.
“Anomalinya adalah munculnya partisipasi dalam bentuk voluntarism langsung mencoba menyelesaikan persoalan-persoalan di tengah masyarakat,” jelasnya.
Sudut pandang lainnya datang dari Sad Dian Utomo yang berbicara mengenai partisipasi, memberikan suara adalah partisipasi paling dasar. Harus dipahamkan bagaimana cara berpartisipasi dalam mengkontrol pemerintahan dan merumuskan kebijakan, Unsera dan PS2PM ini dapat berkontribusi konkrit mendidik masyarakat agar jadi lebih melek partisipasi bukan hanya partisipasi memilih tetapi bagaimana menyusun usulan kebijakan.
“Kita diajari cara menyoblos tapi tidak diajari cara memilih pemimpin yang baik, karena masyarakatnya tidak dipahami tentang bagaimana partisipasi dalam memilih pemimpin. Transparansi informasi merupakan syarat dasar sebelum orang berpartisipasi, bagaimana orang tahu kondisi pembangunan Banten kalau tidak ada informasinya,” jelas Sad Dian Utomo.
Hal yang berbeda dipaparkan oleh Delly Maulana mengenai permasalahan tata kelola pemerintahan. Banyak persoalan di Banten yang dapat kita lihat mengenai tata kelola khususnya di Kota Serang.
“Kondisi di Kota Serang sendiri yang mungkin dapat menjadi salah satu kordinasi dari Provinsi Banten untuk bisa mendorong lalu memberi bantuan kepada kabupaten kota yang di sekitar Provinsi Banten untuk bisa memperbaiki infrastruktur jalan misalnya,” papar Delly Maulana.
Namun Ade Irawan selaku Koordinator Indonesia Corruption Watch memberikan gambaran mengenai gambaran umum korupsi daerah.
“Berdasarkan tren penegakan hukum ICW, lebih dari 80 persen kasus korupsi memang terjadi di daerah, Sepanjang 2010-2018 Februari sudah 242 kepala daerah tersangka korupsi di KPK, kepolisian, dan kejaksaan,” ujarnya
Liza Dinirizky memaparkan beberapa persoalan dari sudut pandang lain yaitu bagaimana cara membangun literature media yang baik untuk masyarakat, karena menurutnya kini pemikiran telah berubah menjadi bagaimana kepentingan media dapat diakomodir.
“Sekarang paradigma jurnalisme pembangunan saat ini telah berubah, kalau kita bicara pembangunan, implikasi pasti untuk masyarakat karena negara demokrasi, namun lewat perspektif jurnalis pembangunan justru sepertinya semakin memudar,” jelasnya.
Hal berbeda diungkapkan oleh Fuqoha bahwa pemerintahan daerah baik ditingkat kota maupun kabupaten harus memiliki keselarasan dalam hal kinerja.
“Untuk membangun infrastruktur untuk masyarakat, maka kinirja di tingkat kota atau kabupaten harus selaras, contohnya bagaimana menangani jalan yang rusak dan yang terkena imbas banjir kemarin,” tutupnya. (red)