InspirasiOpini

Aisyatun Nadia: Dilema Wisata Pantai Anyer

Oleh: Aisyatun Nadia

biem.co — Anyar atau Anyer adalah nama sebuah kecamatan di Kabupaten Serang, Provinsi Banten, Indonesia. Kecamatan ini memiliki pantai yang sangat terkenal sebagai daerah pariwisata. Pantai Anyer terletak pada 6°30′-6°52 LS (Lintang Selatan) dan 102°02′-105°37′ BT (Bujur Timur). Letak geografis pesisir Pantai Anyer yang dihimpit oleh dua pulau besar, yakni Pulau Jawa dan Pulau Sumatera, menjadikan kondisi ombak yang terjadi di sekitarnya tidak terlalu besar. Hal ini membuat Pantai Anyer ‘pas’ untuk dijadikan objek wisata. Ini merupakan nikmat yang harus disyukuri, sebab dengan letak geografis tersebut, tidak hanya membawa berkah terhadap kondisi pantainya,  tetapi juga terhadap kehidupan masyarakat di sekitarnya.

Nelayan, pedagang makanan ringan khas pantai, pedagang seafood (masakan laut) adalah sederet mata pencaharian masyarakat Anyer. Terlebih bagi mereka yang tinggal dekat dengan pantai. Selain itu, dengan banyaknya tempat penginapan seperti hotel, cottage, villa, dan sebagainya, membuat masyarakat memiliki mata pencaharian tambahan, yakni casual employee atau yang biasa disebut dengan Pegawai Hotel.

Belakangan ini, banyak isu beredar yang menyebutkan bahwa Pantai Anyer adalah pantai termahal. Benarkah pernyataan tersebut? Lantas, apa yang membuat Pantai Anyer dengan mudahnya ‘mengantongi’ predikat mahal?

Tujuan adanya objek wisata sendiri adalah sebagai tempat rekreasi. Selain itu, objek wisata juga merupakan sarana untuk menyegarkan kembali pikiran. Pantai Anyer, terlebih saat hari libur, selalu ramai pengunjung. Ini merupakan kesempatan bagi mereka—terutama yang bermata pencaharian di pantai—menjadikannya sebagai ladang rezeki. Seperti mencari kesempatan dalam kesempitan, kesempatan yang ada justru menjadikan mereka dengan bebasnya menaikkan tarif. Contoh kecilnya adalah tarif tiket masuk pantai. Pada hari biasa, tarif tiket masuk pantai masih normal, yakni berkisar antara Rp.20.000,00 – Rp.30.000,00. Berbeda halnya ketika hari libur atau beberapa hari menjelang hari libur, tarif masuk pantai sudah melonjak menjadi dua kali lipatnya atau bahkan lebih.

Menurut Ikhwan, salah seorang warga sekitar pantai yang juga merupakan pedagang di salah satu Pantai Anyer, menuturkan bahwa hal itu memang benar adanya. Hari libur merupakan kesempatan emas bagi mereka yang bermata pencaharian di pantai untuk menaikkan tarif. Hal ini merupakan sesuatu yang lumrah terjadi. Selain tiket masuk pantai, kenaikan tarif juga melonjak di sektor penginapan.

Tidak hanya itu, sektor perdagangan pun turut mewarnai melonjaknya tarif objek wisata Pantai Anyer. Contoh kecilnya, pada makanan adalah otak-otak ikan bakar, misalnya. Pada hari biasa, harga satu porsi otak-otak ikan bakar berkisar antara Rp.10.000,00 per bungkus. Berbeda halnya saat hari libur atau beberapa hari menjelang hari libur, harga satu porsi bisa melonjak menjadi dua kali lipatnya atau bahkan lebih.

Ikhwan menuturkan bahwa meski begitu ada yang perlu digarisbawahi terkait melonjaknya tarif objek wisata Pantai Anyer. Menurut penuturannya, melonjaknya tarif hanya berlaku saat hari libur atau beberapa hari menjelang hari libur saja. Hal itu dilakukan bukan semata-mata karena memanfaatkan momen—melainkan karena kebutuhan hidup yang semakin meningkat.

Kriteria objek wisata yang baik, selain memiliki daya tarik, adalah permainan tarif di dalamnya sehingga yang menarik bukan hanya wisatanya saja, tetapi juga hal-hal lain seperti perdagangan, penginapan, fasilitas dan lain sebagainya. Meski begitu, tidak dapat dipungkiri bahwa semakin menarik objek wisata, maka akan semakin ‘menarik’ pula harganya. Namun, yang menjadi pertanyaan adalah, apakah untuk menciptakan suatu objek wisata yang menarik harus dengan menaikkan tarif agar ramai pengunjung? Lantas, sesuaikah tarif yang dikeluarkan dengan fasilitas yang diberikan?

Memiliki daya tarik, akses jalan, fasilitas untuk wisatawan, keramahan penduduk sekitar serta lingkungan yang sehat adalah sederet kriteria objek wisata ideal. Tarif yang tidak stabil hanya akan membuat pengunjung tidak lagi berminat untuk mengunjungi objek wisata. Fatma, wisatawan asal Depok menuturkan pengalaman pertamanya berkunjung ke Pantai Anyer. Menurutnya, tarif objek wisata Pantai Anyer—baik dari sektor perdagangan, penginapan, dan lain sebagainya mengalami kelabilan. Kelabilan yang ia maksud adalah bahwa setiap pantai di Pantai Anyer mempunyai tarif yang berbeda-beda dengan kisaran yang cukup jauh. Ia juga menuturkan, bahwa tarif yang dikeluarkan tidak sama dengan fasilitas yang diberikan. Contoh kecilnya adalah di beberapa pantai yang ia kunjungi, terdapat banyak sampah berserakan. Tidak hanya itu, fasilitas kamar kecil, ruang ganti pakaian, serta warung di pinggiran pantai belum sepenuhnya ‘sehat’.

Ikhwan menuturkan bahwa kebersihan pantai bukan sepenuhnya kewajiban petugas kebersihan. Itu merupakan kewajiban bersama baik wisatawan, petugas keersihan maupun warga sekitar. Hal itu ia buktikan dengan masih adanya beberapa pantai di Pantai Anyer yang ‘sehat’.

Pantai Anyer, meski sudah mengantongi predikat ‘mahal’, pada kenyataannya hingga saat ini Pantai Anyer tidak pernah sepi pengunjung. Hal ini mengindikasikan bahwa Pantai Anyer—terlepas dari mahalnya tarif dan berbagai aspek lainnya—memiliki sesuatu yang layak dipertahankan, yakni keramahan penduduk sekitar. Keramahan serta sikap hangat penduduk sekitar membuat wisatawan merasa nyaman. Jika sudah merasa nyaman, bukan tidak mungkin wisatawan akan berkunjung kembali.

Objek wisata terlepas di mana pun itu sudah selayaknya memberi kenyamanan bagi wisatawan, karena tujuan wisatawan datang bukan hanya sekadar jalan-jalan atau ‘cuci mata’ saja, melainkan mereka membutuhkan ketenangan. Oleh karena itu, mempertahankan hal-hal yang membuat wisatawan merasa nyaman terhadap obyek wisata yang disajikan merupakan tugas bersam,a khususnya warga sekitar Pantai Anyer. Ini berguna selain untuk kemajuan objek wisata juga untuk menambah ladang pendapatan tanpa harus menaikkan tarif. (red)


Aisyatun Nadia, merupakan mahasiswi program studi Bimbingan dan Konseling Islam Universitas Sultan Maulana Hasanuddin Banten.


Rubrik ini diasuh oleh Fikri Habibi.

Editor: Yulia

Tulisan yang Tak Kalah Menarik

Back to top button