biem.co — Per 1 April, sebanyak 17 demonstran Palestina tewas di Jalur Gaza setelah bentrok dengan pasukan Israel, Jumat (30/03). Faksi Hamas menyatakan, tragedi ini hanya awal dari upaya rakyat Palestina untuk merebut kembali tanahnya dari Israel.
Wakil Ketua Biro Politik Hamas, Mousa Abu Marzook, dalam wawancaranya dengan Russia Today, membantah narasi resmi Israel yang menyebut para korban tewas adalah demonstran yang berusaha untuk menyusup ke wilayah Israel.
“Pertama-tama, saya ingin mengatakan bahwa semua yang terbunuh tidak mendekati pagar perbatasan dan tidak berusaha menerimanya dengan badai. Mereka dibunuh oleh sniper dari jarak jauh ketika mereka berada di dalam Jalur Gaza,” kata Marzook.
Selain 17 demonstran Palestina tewas, lebih dari 1.400 orang lainnya terluka. Menurut Kementerian Kesehatan Gaza, para korban luka antara lain terkena tembakan peluru tajam, gas air mata dan peluru karet.
Juru bicara Kementerian Kesehatan Gaza, Ashraf Kidra, mengatakan kepada Sputnik bahwa setidaknya 36 warga Palestina menderita luka tembak setelah IDF melepaskan tembakan.
Beberapa negara Muslim, termasuk Turki, Mesir dan Yordania, mengecam apa yang mereka anggap sebagai “kekuatan yang tidak proporsional” yang telah digunakan oleh Israel terhadap para demonstran yang tidak bersenjata.
Marzook melanjutkan, bahwa mereka ingin acara tersebut menjadi titik awal, dan bukan hanya beberapa insiden yang terjadi pada Land Day (red: Hari Tanah). “Ini pesan ke dunia bahwa Palestina tidak melupakan tanah mereka. Ini harus berfungsi sebagai pengingat ke seluruh dunia bahwa ada resolusi PBB, yang memberikan Palestina hak untuk kembali ke desa dan kota mereka,” ujarnya.
Marzook, yang telah menjadi pemimpin senior Hamas sejak awal 1990-an, mengatakan bahwa ia percaya bahwa tujuan Palestina akan berhasil. Menurutnya, pengungsi Palestina di negara-negara tetangga, Eropa, Amerika Serikat dan bagian lain dunia harus besuara sama dalam berdiri untuk tujuan akhir bangsanya. (uti)