Oleh: Djoni Gunanto. S.Ip. M.Si[1]
Demokrasi
Pemilukada bagi sebagian pihak dipandang sebagai sebuah mekanisme yang amat mahal dalam mencari pemimpin dilembaga eksekutif pada level lokal, hal ini diasumsikan dengan tingginya dana keuangan yang harus dialokasikan pada ajang momen pemilu bagi para kontestan, tingginya dana keuangan ini ditengarai sebagai kekuatan untuk dapat menciptakan partisipasi politik warga dalam pemilukada. Terhadap asumsi ini, benar jika demokratisasi membutuhkan partisipasi politik warga, akan tetapi demokrasi tidak menyarakan penggunaan kekuatan uang dalam menciptakan partisipasi tersebut melainkan demokrasi mengajarkan untuk menciptakan partisipasi secara sadar tentang hak dan kewajiban warga negara salah satunya yakni memilih pemimpin.
Tentu dengan besarnya jumlah uang yang telah keluar beserta kerugian-kerugian lainnya, para kontestan tidak mementingkan lagi target partisipasi politik warga secara sadar tercapai, melainkan lebih jauh dari itu keinginan para kontestan yakni munculnya keberpihakan warga terhadap dirinya dipemilukada. Jadi partisipasi politik warga secara sadar berubah derastis ke bentuk keberpihakan (dukungan) kepada kontestan. Inilah yang kemudian menjadi eksperimen-eksperimen para kontestan menjelang pemilukada dengan menggunakan kekuatan uang dalam meraih dukungan. Hasilnya adalah pemilukada berjalan secar prosedural dengan mengenyampingkan aspek substansial dari pemilukada itu sendiri yakni ter-realisasinya visi misi kontestan terpilih.
Sepanjang 2017, ada 30 kepala daerah, yang terdiri atas 1 gubernur, 24 bupati/wakil bupati, dan 5 wali kota/wakil wali kota telah menjadi tersangka kasus korupsi. Mereka terlibat dalam 29 korupsi dengan kerugian negara Rp 231 miliar dan nilai suap Rp 41 miliar. Dan terhitung yang melakukan korupsi baik dari kepala daerah ataupun para pihak yang yang melakukan kerugian negara ada 576 kasus korupsi yang ditangani dengan kerugian negara mencapai Rp 6,5 triliun dan suap Rp 211 miliar. Jumlah tersangka 1.298 orang. Dibanding dengan 2016, penanganan kasus korupsi pada 2017 mengalami peningkatan signifikan, terutama dalam aspek kerugian negara. Pada 2016, kerugian negara dalam 482 kasus korupsi mencapai Rp 1,5 triliun dan naik menjadi Rp 6,5 triliun pada 2017. [2]
Jika saja partai politik berikut “mesin-mesin” yang ada pada partai tersebut berkerja tidak hanya menjelang pemilukada maka tentu tidak akan mengalami kesulitan dalam melakukan pendekatan kepada warga (pemilih), jikapun hal-hal yang menyulitkan masih saja dapat dijumpai dalam menciptakan partisipasi politik warga secara “sadar” maka hal yang tidak kalah penting adalah melakukan evaluasi terhadap kinerja partai dalam struktur formal pemerintahan, apakah telah terealisasi visi misi ataupun janji-janji di masa kampanye pemilukada sebelumnya, jikapun telah terealisasi maka pertanyaan selanjutnya adalah seberapah besar terealisasi bagi kepentingan warga secara luas.
Baca juga:
Di kalangan analis terdapat sebuah ajaran tentang output atau hasil dalam suatu hal, keberhasilan dapat di tentukan dengan turunnya angka-angka dalam hitungan sederhana, namun berbeda dengan angka-angka diatas, banyaknya kepala daerah yang berani yang menggunakan rompi “orange” dengan wajah riang. Hal ini membuktikan adanya distorsi demokrasi di Indonesia, tidaklah paham arti, metode dan konsep demokrasi yang sesungguhnya, padahal demokrasi yang sesungguhnya adalah menghilangkan tangis rakyat dan menanggung beban kehidupan masyarakat.
Meluruskan kembali makna Demokrasi
Menurut pendapat Schumpeter menggariskan bahwa metode demokratis adalah prosedur kelembagaan untuk mencapai keputusan politik dimana individu memperoleh kekuasaan untuk membuat keputusan politik melalui kompetisi merebut suara rakyat dalam pemilu. Perjalanan sederetan pemilukada yang telah digelar di sejumlah daerah di Indonesia ternyata tidak selalu berjalan dengan baik, bahkan konflik kerap mewarnai dalam proses pelaksanaannya.
Demokrasi yang berarti bahwa kekuasaan berada di tangan rakyat dalam artian dari, oleh, dan untuk rakyat adalah hal yang perlu diluruskan dalam pemahaman mengenai demokrasi. Demokrasi yang berasal dari bahasa Yunani demos (rakyat) dan kratos (kekuasaan) berarti bahwa warga negara memiliki hak yang setara dalam pengambilan keputusan. Senada dengan hal tersebut, Abraham Lincoln juga berpendapat bahwa sejatinya demokrasi adalah sistem pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat. Satu hal penting berikutnya yang perlu kita ketahui mengenai demokrasi adalah sifat dari demokrasi itu sendiri.
Dinamika demokrasi di Indonesia menjadi satu pembelajaran untuk kita tentang demokrasi langsung dan perwakilan. Seperti yang kita ketahui, reformasi menjadi gerbang bagi bangsa Indonesia untuk menjalankan demokrasi sepenuhnya. Ditandai dengan adanya multipartai, kebebasan pers, kebebasan berserikat dan mengeluarkan pendapat serta pemilihan pemimpin langsung oleh rakyat menjadi contoh bahwa Indonesia menjalankan sistem demokrasi secara langsung pasca reformasi. Berbeda halnya dengan demokrasi perwakilan dimana rakyat memilih perwakilan mereka untuk menyampaikan pendapat dan mengambil keputusan untuk mereka.
[1] Dosen Ilmu politik FISIP-UMJ
[2] https://news.detik.com/berita/d-3876999/icw-korupsi-apbd-oleh-kepala-daerah-terjadi-paling-banyak-di-2017
Rubrik ini diasuh oleh Fikri Habibi