KabarTerkini

Wartawan Reuters Mendekam di Penjara Myanmar, Kebebasan Pers Dipertanyakan

biem.co – Kabar penderitaan Rohingya hingga kini belum terhenti, namun diketahui bahwa Kantor Berita Reuters merilis foto-foto yang membuktikan bahwa pembantaian terhadap etnis Rohingya di Myanmar nyata. Foto yang memicu PBB menyerukan penyelidikan itu sejatinya bagian dari proses investigasi jurnalis media Amerika Serikat (AS) tersebut.

Dilansir dari detik.com, foto-foto itu pula yang diduga menjadi penyebab wartawan Reuters ditangkap pihak berwenang Myanmar. Salah satu foto yang mengganggu pemerintah Myanmar adalah eksekusi tembak dari jarak dekat terhadap 10 pria Rohingya.

Eksekutor dalam pembantaian itu melibatkan tentara militer Myanmar dan para warga etnis Buddha. Media AS tak menjelaskan bagaimana jurnalisnya memperoleh foto eksekusi di luar hukum tersebut. Pembantaian diduga terjadi pada 2 September tahun lalu di sebuah lokasi di Desa Inn Din, Rakhine, di mana para korban dikubur secara massal.

Dalam salah satu foto, ke-10 korban diikat dalam satu barisan dan menghadap ke kamera. Di foto lain, terlihat mayat orang-orang ditumpuk di sebuah gundukan penuh darah. Jasad-jasad yang ditumpuk itu terlihat sama dengan ke-10 pria yang dieksekusi tembak.

Kedua wartawan itu menghilang pada Selasa (19/12) malam setelah diundang makan bersama perwira polisi di pinggiran Yangon, kota terbesar di Myanmar. Menteri Luar Negeri Amerika Serikat, Rex Tillersen, Sekretaris Jenderal PBB, Antonio Guterres, Presiden Parlemen Eropa, Antonio Tajani dan para pejabat pemerintah dari Inggris, Kanada, Bangladesh, dan Swedia telah menyerukan pembebasan mereka.

Kedua wartawan itu bekerja di Reuters untuk meliput sebuah krisis yang menimpa 655 ribu Muslim Rohingya. Mereka melarikan diri dari penumpasan militer yang bengis terhadap para militan di negara bagian Rakhine.

Kementerian Informasi menyatakan kedua wartawan tersebut telah “secara ilegal memperoleh informasi dengan tujuan membaginya ke media asing”, dan menyiarkan sebuah foto keduanya yang sedang diborgol.

Dua wartawan yang betugas melakukan investigasi, Wa Lone dan Kyaw Soe Oo, hingga saat ini mendekam di penjara Myanmar. Mereka dituduh melanggar rahasia resmi negara Myanmar.

Dalam sebuah pengakuan yang langka, militer Myanmar sebulan setelah penangkapan wartawan tersebut mengatakan bahwa pasukan keamanannya bertanggung jawab atas kematian 10 orang Rohingya yang ditemukan di kuburan massal Din Inn.

Menurut para saksi mata, Desa Inn Din dibakar dan dijarah oleh tentara, polisi, dan milisi Buddha. Salah satu saksi mata membenarkan bahwa 10 pria Rohingya dieksekusi tembak tentara Myanmar bersama penduduk Buddha di desa tersebut.

“Orang-orang dipaksa untuk menonton, saat tetangga Buddha mereka menggali kuburan dangkal,” kata koresponden Sky News, Ashish Joshi, yang telah mengunjungi kamp pengungsi Rohingya.

”Salah satu foto menunjukkan orang-orang berlutut berturut-turut, yang terakhir menunjukkan mayat orang-orang berdarah ditumpuk di kuburan,” lanjut dia, yang dilansir Sabtu (10/2/2018).

Juru bicara departemen luar negeri AS Heather Nauert ikut merespons bukti baru pembantaian terhadap etnis Rohingya.

”Laporan tersebut menyoroti kebutuhan mendesak dan mendesak pemerintah Birma (Myanmar) untuk bekerja sama dengan penyelidikan independen yang kredibel atas tuduhan kekejaman di Rakhine utara,” katanya. [uti]

Editor:

Tulisan yang Tak Kalah Menarik

Back to top button