Oleh Sajak-sajak M I Firdaus
DJUWITA
Djuwita, semua tidak mudah saja
terkadang kita harus beri banyak luka
untuk senyum menghadap semua
bahkan, pada kita banyak yang menyakiti,
tapi tak usah juga kita tangisi.
Djuwita, menjadi bintang
tak perlu punya kemerlap cahya.
kita hanya perlu untuk menerima segala
yang diberi dan yang tiba.
Djuwita, keluarlah, Djuwita.
Raih tuju di manapun berada.
Kita hanya perlu menghamba
pada yang Maha segala.
Kita sudah tau jawaban dari semua:
yang tak menerima,
ialah yang mati pertama.
Kita adalah api.
Kita adalah samudera.
Apa yang kau takuti, Djuwita?
Banyak orang yang mencari jalan dengan menangis,
dan mereka lenyap begitu saja.
Bogor, 15 Desember 2017
HITAM
Lesu, kini langit senja berandang
penat juga langkahku tak tentu
tak ada yang lain
cuma aku, amat nyenyat dan kelu.
Kalbu sedikit gamang
membayang-bayang ketiadaan.
Siapa sangka aku berdaya?
Airmata sudah rebas di muka.
Aku dan langit saling bertatap-tatap
dan berkata: sampai jumpa
aku sudah keterlaluan di semesta.
Bogor, 18 November 2017
DUKA KITA
Sang surya terbit, ubin-ubin bergetar.
Mawar layu, enggan lagi mekar.
Terlihat bocah kehausan menyedot embun fajar.
Dalam matanya terlihat samudera ketakutan,
ketiadaannya masa depan.
Apa yang bisa ia bayangkan?
Bertanya pada kesedihan tanah air.
Tetapi jawabannya terkubur
dalam argumen orang pintar
yang ada di atas mimbar
yang ada di meja bundar
yang ada di kamera tv on-air
yang ada di air comberan!
Di mana kita bisa tidur?
Kebohongan itu selalu ada: dimana-mana!
Di bawah atap-atap emas
Surat-surat keluhan dibaca sambil tertawa
sambil memakan daging-daging saudara.
Berduka kita kini di sini,
ketika bayangan mengikat kita di kelam sunyi
Berduka kita kini di sini,
saat lihat bocah compang-camping
main kejaran dengan trotoar.
Berduka kita kini di sini,
ketika politikus-politikus di negeri ini
menganggap remeh suara murni dari jembatan
semua dianggap bagai dongeng sebelum tidur
orang-orang telungkup di kardus usang.
Dalam buku-buku pelajaran
terdengar sayup-sayup suara:
Apa arti Tut Wuri Handayani?
jika guru hanya ingin menerima gaji
bukan mengabdi!
Di jalanan, orang miskin bergelantungan
di spanduk pemilu dan visi misi.
Berduka kita kini di sini,
dianggap ilegal di negeri sendiri.
Bogor, 24 Agustus 2017
M I Firdaus adalah nama pena dari Mohammad Ikhsan Firdaus. Lahir di Bogor, 30 Oktober 2002. Ia kini masih tercatat sebagai siswa SMAN 1 MEGAMENDUNG.
Rubrik ini diasuh oleh M. Rois Rinaldi.