Skriptoria

Skriptoria: Kebahagiaan itu Soal Perspektif. Yuk! Tentukan Perspektif Kita

Kalau hidup itu selalu berubah, lalu di mana letak kebahagiaan?

Skriptoria: Jalaludin Ega (Pimpinan Redaksi)

Setiap kita pasti ingin bahagia. Dalam kajian, diskusi, cita-cita bahkan seminar-seminar motivasi, sering sekali kita membincangkannya. Tapi, sadarkah –jika sama-sama jujur,– jarang sekali kita meluangkan waktu mendefinisikannya, “apa itu kebahagiaan?”

Meski mencoba mendefinisikannya dengan berbagai disiplin ilmu, akan teramat sulit memang jika setiap kita diminta menjelaskannya. Karena setiap disiplin ilmu memiliki persfektif berbeda tentang “kebahagiaan”.

Pada tahun 2017, Persatuan Bangsa Bangsa (PBB) menerbitkan Word Happiness Report tahunan. Sebuah survei tentang keadaan kebahagiaan secara global, yang memberi peringkat 155 negara dengan enam indikator utama; kebebasan, kemurahan hati, kesehatan, dukungan sosial, pendapatan, dan tata kelola pemerintahan. Dalam laporan ini, Norwegia, Denmark, dan Islandia menempati posisi tiga teratas.

Lalu, dimana posisi Indonesia? Dalam laporan ini, negara kita menduduki peringkat ke-81 atau turun dua peringkat dari tahun 2016. Indonesia berada di bawah Filipina (72) Malaysia (42), Thailand (32), dan Singapura (26). Beberapa tingkat berada di atas Vietnam (94), Myanmar (114), dan Kamboja (129).

Dalam perspektif filsafat, konsep kebahagiaan sering dikaitkan dengan menjalani “kehidupan yang baik”, seperti bertumbuh, berbuat kebajikan, dan unggul dalam kebaikan. Perspektif ini lebih menekankan “kebahagiaan” pada hal-hal yang bersifat pengalaman emosi. Bagi filsafat, kebahagiaan adalah mampu mengendalikan hawa nafsu.

Sementara dari perspektif psikologis, kebahagiaan adalah keadaan emosional dan mental yang sejahtera (tidak tertekan), yang dalam kondisinya berkaitan dengan emosi positif, rasa makna serta kepuasan dalam menjalani kehidupan. Dalam perspektif ini, seseorang akan merasa sangat bahagia apabila mampu menentukan jalan hidupnya sesuai dengan kehendaknya tanpa intervensi siapapun.

Tidak hanya pada dua bidang ilmu itu (filsafat & psikologi), para ekonom juga memberikan definisi kebahagiaan menurut perspektif ekonomi. Bahkan lebih jauh, para ekonom telah mengembangkan berbagai survei, indeks, dan persamaan untuk memberi tahu kita bahwa kebahagiaan dalam perspektif ini terletak pada kekuatan ekonomi seseorang; yang diwakili oleh pendapatan perkapita, infrastruktur sosial, kebebasan memilih pekerjaan, serta kecilnya angka korupsi negara.

Bagaimana Perspektif Kita?

Tentu saja, tingkat kebahagiaan setiap orang tidak bisa diterjemahkan begitu saja hanya berdasarkan indikator-indikator sederhana pada berbagai disiplin ilmu. Karena faktanya hidup itu “membiasa”. Apa yang kita inginkan di masa depan pasti terus bertambah dan pasti berubah.

Menurut kajian psikologi, kondisi yang disebutkan di atas ternyata hanya menyumbang 10% terhadap tingkat kebahagiaan pribadi kita. Kajian ini menunjukkan, bahwa terlepas dari apa yang terjadi pada setiap orang, tingkat kebahagiaan cenderung berubah-ubah. Ini tidak lain karena “hidup” selalu menuntut perubahan.

Para peneliti mengatakan bahwa 50% kebahagiaan lainnya ditentukan oleh unsur biologis, seperti dapat bersosialisasi dengan baik, aktif, stabil, pekerja keras dan teliti. Sementara 40% sisanya, ditentukan oleh pikiran, tindakan, dan perilaku kita.

Lalu, bagaimana persfektif kebahagiaan Anda? Yuk! kita diskusikan di kolom komentar.

Stay #smart and #happy always ya Sobat biem! (EJ)

Editor: Jalaludin Ega

Tulisan yang Tak Kalah Menarik

Back to top button