Oleh H. Uus M. Husaini, Lc., M.Pd.I
Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma’ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah. Sekiranya Ahli Kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka, di antara mereka ada yang beriman, dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang fasik.[1]
Salah satu ajaran yang menjadikan umat ini mulia dan menjadi umat terbaik adalah amar ma’ruf nahi mungkar (mengajak kepada kebaikan dan mencegah kemungkaran). Dan itu hukumnya adalah wajib sebagaimana hadits Nabi Muhammad Saw. yang kita kenal: Barangsiapa yang melihat kemungkaran, maka ubahlah dengan tangannya, jika tidak mampu maka ubahlah dengan lisannya, dan jika tidak mampu juga maka ubahlah dengan hatinya. Yang demikian itu adalah selemah-lemahnya iman.[2]
Kewajiban tersebut bukan hanya dibebankan kepada Ulama, Kyai, atau Ustadz saja, melainkan kepada setiap individu muslim sesuai kapasitasnya. Karena, khitob (objek dari perintah) dalam hadits tersebut adalah siapa saja yang melihat kemungkaran. Oleh karenanya, siapapun kita, apapun statusnya, apakah orang tua, guru, dosen, pegawai, anggota dewan legislatif, pemerintah ataupun yang lainnya masuk dalam khitob hadits ini.
Sebaliknya, mengabaikan prinsip ini atau membiarkan kemungkaran, apakah di lingkungan keluarga, masyarakat, tempat kerja, atau bahkan negara, maka niscaya akan mengakibatkan pelbagai kerusakan, bahkan menjadi penyebab turunnya laknat dan azab Allah SWT. Dan Allah Swt sudah menyampaikan peringatan tersebut kepada kita melalui firman-Nya terkait laknat dan adzab yang Allah turunkan kepada Bani Israil karena perbuatan maksiat dan melampaui batas yang mereka lakukan, dan satu sama lain tidak saling melarang.[3]
Belakangan ini, masyarakat Indonesia kembali diresahkan oleh upaya sekelompok orang yang berusaha melegalkan lesbian, gay, biseksual, dan transgender (LGBT) ataupun perbuatan mungkar lainnya. Apapun alasannya, rencana melegalkan kemaksiatan ini jelas sebuah kemungkaran yang tidak dapat dibiarkan. Oleh karenanya, setiap dari kita wajib mencegahnya.
Dalam sebuah riwayat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah mengumpamakan orang yang mengingkari kemungkaran dan orang yang terjerumus dalam kemungkaran seperti suatu kaum yang melakukan undian dalam sebuah kapal. Nantinya ada sebagian berada di bagian atas dan sebagiannya lagi di bagian bawah kapal tersebut. Yang berada di bawah ketika ingin mengambil air, tentu ia harus melewati orang-orang di atasnya. Mereka berkata, “Andaikata kita membuat lubang saja sehingga tidak mengganggu orang yang berada di atas kita.” Seandainya yang berada di bagian atas membiarkan orang-orang bawah menuruti kehendaknya, niscaya semuanya akan binasa. Namun, jika orang bagian atas melarang orang bagian bawah berbuat demikian, niscaya mereka selamat dan selamat pula semua penumpang kapal itu.[4]
Ada pelajaran penting yang dapat dipetik dari hadits tersebut di atas:
- Membiarkan seorang pelaku kemungkaran tanpa ada tindakan untuk menasehatinya atau mencegahnya bisa menjadi sebab kebinasaan suatu umat.
- Sebagian orang orang yang melakukan kemungkaran, mereka membungkus kemungkaran seakan-akan ia adalah hal yang baik. Persis seperti perumpamaan orang-orang yang melubangi dasar kapal dalam hadits di atas, tujuannya adalah supaya tidak mengganggu orang-orang yang di atas ketika mengambil air, tapi dengan demikian mereka dapat menenggelamkan seluruh penumpang kapal.
Kalau kita coba analogikan, dapat digambarkan bahwa kapal itu adalah bangsa Indonesia, dan para penumpangnya adalah rakyatnya. Orang-orang yang ingin membuat lobang itu adalah orang-orang yang berbuat kemungkaran atau ingin melegalkan kemungkaran. Nah, kalau rakyat Indonesia yang lain tidak mengingatkan atau mencegah kemungkaran tersebut, maka niscaya kapal tersebut akan tenggelam. Dan bangsa ini akan hancur karena kemungkaran yang merajalela.
Semoga Allah Swt. melindungi bangsa ini dari kehancuran dan kita diberikan kekuatan untuk tetap menjalankan amar ma’ruf nahi mungkar. Ya Allah perlihatkanlah kepada kami yang benar itu tampak jelas benar, dan berikanlah kekuatan untuk dapat mengikutinya. Dan perlihatkanlah kepada kami yang salah itu tampak jelas salah, sehingga kami dapat menjauhinya.
[1] Q.S.Ali Imron [3]: 110
[2] Muhyiddin Yahya Bin Syaraf Nawawi, Hadits Arba’in Nawawiyah, (Riyadh: al-Maktab al-Ta’awuny li al-Da’wah wa Tau’iyah, 2010), Hadits 34, h. 98
[3] Q.S. al-Maidah [5]: 78-79
[4] Shohih Bukhory, Bab Hal Yuqro’u fi al-Qismah wa al-Istiham, hadits nomor 2325
Uus Muhammad Husaini, aktif sebagai Pengurus Forum Dosen Agama Islam Universitas Serang Raya dan menjabat sebagai Sekretaris Umum Ikatan Alumni Al-Azhar Internasional (IAAI) Banten.
Rubrik ini diasuh oleh Fikri Habibi.