biem.co – Beberapa waktu lalu, Indonesia sempat gempar oleh salah satu pernyataan artis yang juga mantan pembawa acara berita, Jeremy Teti. Dirinya menegaskan bahwa pasangan sesama jenis mampu mendapatkkan keturunan melalui sewa rahim.
Lalu, pasangan artis Hollywood Kim Kadharsian dan Kanye West dikabarkan menggunakan cara ini untuk mendapatkan anak ketiganya, karena rahim Kim yang didiagnosa beresiko jika memiliki keturunan kembali. Apa sebetulnya sewa rahim tersebut? Sobat biem, mari kita simak penjelasan berikut ini.
Surogasi atau lebih dikenal dengan sewa rahim merupakan metode sekaligus persetujuan dimana seorang perempuan setuju menjalani kehamilan bagi orang atau pasangan lain. Orang atau pasangan itu akan menjadi orang tua dari anak yang dikandung dan dilahirkan oleh perempuan yang menjadi wadah rahim yang “disewa”. Dimana sel telur dan sperma berasal dari orang tua penyewa, hanya saja pasangan tersebut memerlukan rahim ibu pengganti karena rahim dari sang ibu penyewa tak mampu lagi untuk mengandung.
Secara medis, praktik ibu pengganti dibedakan menjadi dua jenis. Pertama, ibu pengganti tradisonal. Ibu pengganti diinseminasi sperma penyewa/sperma donor. Seorang pengganti tradisional merupakan ibu kandung dari bayi tersebut karena telurnya dipakai untuk dibuahi.
Kedua, ibu pengganti gestasional, yang dilakukan lewat teknik fertilisasi in vitro (IVF). Telur ibu pengganti tidak digunakan, ia hanya meminjamkan rahim sehingga tak memiliki ikatan genetik dengan bayi. Sperma dan telur berasal dari penyewa.
Seperti dilansir dari tirto.id, beda halnya pada pasangan gay dan lesbian, mereka harus memakai sel telur ibu pengganti bagi pasangan gay, dan bagi pasangan lesbian mereka mencari pendonor sperma.
“Inti dari pembuahan adalah sel telur yang bertemu sperma. Untuk surogasi pada pasangan LGBT pasti meminjam sperma atau telur dari donor,” jelas Ulul Albab selaku dokter kandungan.
Banyak negara yang melarang praktik tersebut, selain illegal, sewa rahim dapat mengakibatkan dampak buruk pada psikologis ibu pengganti dan si anak nanti. Ibu pengganti akan merasakan rasa bersalah yang cukup lama, sang ibu pengganti tak diperkenankan menyentuh bahkan hanya untuk melihat bayi yang dilahirkannya, sementara si anak akan mengalami kekacauan genetik, meski saat tes DNA pasti akan mengikuti sang ibu bapaknya.
Di India tumbuh subur praktik sewa rahim. Alasannya tak lain karena himpitan ekonomi. Banyak perempuan India yang rela menjadi ibu pengganti dengan bayaran yang terbilang fantastis. Dari puluhan juta, hingga trilyunan rupiah. Biaya tersebut meliputi biaya cek kesehatan sang ibu, proses bersalin, makanan saat ibu pengganti mengandung dan akan berlipat jika yang dilahirkan adalah anak kembar.
Permintaan ibu pengganti ini terus meningkat tiap tahunnya terutama dari luar negeri seperti Inggris danAustralia. Jika pada 2010 hanya terdapat 86 kelahiran surogasi, di tahun 2011 dan 2012 jumlahnya naik masing–masing menjadi 179 dan 200 kelahiran. Meski telah dilarang, namun nyatanya, terdapat 12 rumah sakit persalinan di India yang siap membantu proses surogasi tersebut.
Di Indonesia sendiri praktik Surogasi jelas dilarang keras. Sesuai pasal 127 UU No. 36 tahun 2009 tentang kesehatan. Pasal tersebut mengatur upaya kehamilan yang dapat dilakukan suami istri yang sah dengan 3 ketentuan. Tahun 2006, MUI sendiri telah mengeluarkan fatwa haram untuk proses surogasi. Dalam agama Islam sendiri sangat diharamkan, karena memasukan hal pribadi dari seorang laki–laki (sperma) kepada perempuan yang bukan muhrimnya, meskipun melalui suntikan.
Meski begitu, terdapat beberapa negara yang melegalkan praktik tersebut, diantaranya Amerika, Ukraina, Australia, Israel dan Yunani. (rai)