biem.co – Dalam setiap buku yang ditulis Dee Lestari, riset adalah proses yang tidak pernah absen dilakukan oleh wanita kelahiran Bandung, 20 Januari 1976 ini. Dee memang penulis yang tidak tanggung-tanggung soal riset terkait persiapan buku-bukunya. “Aroma Karsa”, buku terbaru Dee yang digaungkan akan terbit mendatang pun hadir melalui proses riset yang panjang.
Dee mengatakan, bahwa sejak awal memulai riset “Aroma Karsa”, ia telah meniatkan untuk mendokumentasi sebisa mungkin agar kelak bisa bercerita tentang proses risetnya. Sebab, persoalan riset ini sendiri merupakan topik yang paling sering ditanyakan oleh pembaca setia Dee.
“Saya memulai dari memborong buku-buku di Kindle dengan topik sains olfaktori, parfum, fiksi bertemakan penciuman, sampai kisah nyata ekspedisi mencari tanaman. Materi bacaan ini begitu seru (kadang saking serunya sampai mendistraksi) sekaligus membantu saya mendapatkan fondasi informasi cukup untuk memulai cerita,” tulis Dee di instagramnya.
Tentu saja, tambahnya, riset pustaka tidak selalu cukup untuk mengembangkan ide cerita dari “Aroma Karsa”. Riset tersebut membawanya menemui banyak orang dan banyak tempat menarik yang dikunjungi.
“Dibutuhkan pengalaman langsung yang bersifat olfaktori. Riset untuk #AromaKarsa membawa saya ke sebuah kelas perfumery Nose Who Knows yang berafiliasi dengan sekolah parfum terkemuka di Prancis yakni Cinquime Sens. Pengajarnya, Sandy Blandin, adalah perempuan Prancis yang telah berkarier 15 tahun sebagai peracik parfum di Singapura. It was such a delicious and playful course. If I have more time in my hand, I would really love to play and experiment with scents. For the time being I shall settle with story writing first,” lanjutnya.
Riset ‘Aroma Karsa’ berikutnya membawa ia pergi ke TPA Bantar Gebang. Dee mengungkapkan bahwa di sanalah, sebagian setting cerita ‘Aroma Karsa’ akan mengambil tempat.
“Di TPA Bantar Gebang, saya ditemani bertamu dengan pemulung, penadah, penduduk, Dinas Lingkungan. Kami berjalan dari zona ke zona hingga mendaki puncak bukit sampah yang bisa menjulang 30 meter dari permukaan tanah. For a first timer, it was a sensorially overwhelming experience, and also a very valuable and unforgettable one. Perjalanan ini menjadi salah satu kanvas terpenting bagi #AromaKarsa,” kata Dee.
Selain itu, riset ‘Aroma Karsa’ juga membawa Dee ke pabrik Mustika Ratu. Di sana, ia berkesempatan mempelajari produksi minyak esensial, minyak wangi, produk perawatan, dan sebagainya, dalam skala besar.
“Saya juga mendapat kesempatan melihat laboratorium tempat para staf lab melakukan QC. Many thanks to Mbak Putri K. Wardhani dan Ibu Dewita yang sudah berbaik hati membuka pintunya bagi si penulis ‘hayang nyaho wae’ ini,” tutur Dee lagi.
Berikutnya, Dee bertemu dengan Darwyn Tse, yang saat ini lebih dikenal sebagai penata rias nominasi FFI 2017 atas karyanya di film ‘Pengabdi Setan’.
“Darwyn seorang otodidak yang menyukai wewangian sejak kecil. Beragam bibit parfum, termasuk koleksi parfum pribadinya, bikin ngiler pengin ikutan jadi peracik parfum. Dari Darwyn saya jadi memiliki bayangan lebih jelas tentang kegiatan peracik parfum dan berbagai dimensinya. You’ll see what I mean by the time you read #AromaKarsa,” paparnya.
Menyoal pertanyaan tentang riset sendiri, Dee menuturkan, sebenarnya akan selalu ada bayangan pertanyaan-pertanyaan besar lainnya di samping itu.
“Saya pernah membaca sebuah ungkapan: Fiksi yang berhasil ketika dibaca akan terasa seperti nonfiksi, dan nonfiksi yang berhasil ketika dibaca akan terasa seperti fiksi. Saya sepenuhnya sepakat. Jadi, menurut saya, riset hanya bagian sekunder dari proses penulisan. Yang utama tetaplah cara kita bercerita, yang meliputi pengaturan plot, pembuatan dialog, pembangunan karakter, penyusunan narasi, dan seterusnya,” jawab Dee dalam #SerialSurel blog pribadinya di www.deelestari.com. (HH)