biem.co – Beni, selaku ketua pelaksana dan juga anggota dari komunitas Ruang Kata, mengungkapkan beberapa alasan perihal penyelenggaraan Festival Literasi Tangsel pada biem.co (5/11). Salah satunya yaitu mempopulerkan kembali budaya baca tulis dan melihat sejauh mana ketertarikan kawula muda Tangsel terhadap literasi. Menurut Beni, manusia adalah karya sastra tertinggi Tuhan. Alangkah baiknya jika ide-ide yang muncul terutama dari kawula muda bisa disalurkan melalui acara ini.
Membaca memiliki hubungan erat dengan menulis. Karena tak mungkin kita dapat menulis tanpa referensi. Referensi tersebut sebagian besar berasal dari seberapa sering kita membaca, atau referensi tersebut bisa berasal dari pengalaman yang melahirkan ide-ide brilian. Saat ini, membaca dan menulis menjadi hal yang sulit ditemui. Kini perkembangan kawula muda menjadi hal yang mengkhawatirkan jika mereka terlena akan perkembangan teknologi yang mutakhir. Kebanyakan dari mereka menganggap sebelah mata hal-hal berbau literasi, tak terkecuali puisi. Orang yang menyukai puisi dianggap sebagai sesuatu yang ketinggalan zaman.
Padahal jika puisi dikolaborasikan dengan musik akan menghasilkan musikalisasi puisi, jika seni melukis digabung bersama puisi dapat bertransformasi menjadi catatan tembok, begitu pula jika dicampur dengan performance art, akan menghasilkan sebuah pementasan teatrikal. Ketiganya ditampilkan pada acara Festival Literasi Tangsel. Tak hanya itu, terdapat pula segmen menggambar khusus untuk anak-anak, diskusi dengan para penulis sastra muda berprestasi, pertemuan dengan para penerbit buku, lapak buku, dan aneka perlombaan.
Beni menyatakan rasa takjubnya pada pergelaran malam kolaborasi yang sukses menyedot banyak penonton.
“Om Dik juga salut, ternyata banyak anak muda yang tertarik. Baru kali ini ada pergelaran sastra dengan penonton sebanyak ini. Itu membuktikan bahwa puisi tak selamanya monoton”, ujarnya.
“Justru puisi itu lebih bersifat fleksibel,” tegas Beni. “Bisa dipadukan dengan berbagai pementasan, sehingga memiliki arti sendiri di hati kawula muda, yang awal mulanya mematikan AKU menjadi KITA lalu mematikan KITA menjadi MEREKA. Kesimpulannya, mengajak mereka atau orang lain ikut terlibat pada gerakan yang kita lakukan,” lanjutnya semangat.
Dalam acara ini terdapat pula acara penghargaan terhadap para penulis, penyair dan komunitas literasi. Juga yang tak kalah menarik yaitu peluncuran perdana buku antologi puisi berisi kritikan dan saran pada pemerintah yang disajikan dalam bentuk puisi, cerpen dan esai berjudul ”Situ, Kota, dan Paradoks (Ragam Kisah untuk Tangerang Selatan)”. Buku ini merupakan kolaborasi karya dari para penulis muda Tangsel seperti Hilmi Fabeta, Sartika Dian Nuraini, Beni Satria dan masih banyak lagi.
Acara ini terselenggara berkat kerjasama komunitas Ruang Kata, Tangsel Creative Foundation, Indonesian Literaty Collective dan di dukung oleh Kandang Jurang Doank. (rai)