Biem.co – Dikarenakan mirip dengan mantan Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok, Joseph Sebastian Zebua menjad ikorban bullying teman sekolahnya. Tidak hanya bullying, siswa berusia delapan tahun yang bersekolah di salah satu SD Negeri di Pasar Rebo, Jakarta Timur ini juga korban kekerasan temannya sendiri.
“Dia tidak mau masuk sekolah karena di-bully teman-temannya. Dia di juluki Ahok karena wajahnya, padahal dia dari Nias,” ujar Kepala Sub direktorat Kejahatan dan Kekerasan Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya Ajun Komisaris Besar Hendy F Kurniawan saat dikonfirmasi, Selasa (30/10) lalu yang dikutip dari www.cnnindonesia.com. Kejadian tersebut menjadi hangat diperbicangkan, bermula dari tulisan akun Facebook bernama Bearo Zalukhu yang merupakan paman dari Bastian.
Dalam tulisan yang diunggah pada 30 Oktober lalu itu, Bearo mengisahkan kejadian yang menimpa Bastian. Dia meminta kepada Presiden RI Joko Widodo, Kapolri Jenderal Tito Karnavian, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswe dan KPAI untuk memperhatikan tindak kekerasan dan SARA yang menimpa Bastian ini.
Handy menerangkan, kepolisian telah memediasi kasus kekerasan dan SARA ini. Apalagi, selain bully, Bastian disebut juga dalam tulisan Bearo sempat ditusuk menggunakan pulpen di tangannya oleh teman di kelas. “Sempat ditusuk pulpen tangannya tapi sudah sembuh. Biasalah kenakalan anak-anak,” ujarnya.
Diketahui, Bastian merupakan bocah bullying yang berasal dari keluarga tidak mampu. Polisi pun mengambil tindakan untuk melakukan pendekatan terhadap Bastian dan keluarganya agar tetap kembali ke sekolah.
Menurut Hendy, keluarga Bastian ingin memindahkannya kesekolah swasta karena merasa trauma dengan insiden tersebut. Karena pelaku masih berusia anak-anak, Hendy menjelaskan, pihaknya hanya akan memberikan pemahaman dan meminta pihak sekolah untuk memperketat pengawasan.
Diluar itu, Hendy mengaku, pihaknya sedang melakukan pendekatan psikologis untuk memberikan pemahaman soal tindakan yang salah terhadap anak-anak tersebut.
“Ini kan anak-anak SD yang masih belum tahu akibat perbuatannya, jadi kami lebih kepada pendekatan psikologis dan meminta kepada sekolah untuk mengawasi dengan ketat supaya tidak mengulang kejadian serupa,” kata Handy. (Dion)